TRIBUN-TIMUR.COM, MAKKAH - Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas mengunjungi Klinik Kesehatan Haji Indonesia (KKHI) di Arafah.
Dalam kunjungannya, Menag menengok sejumlah pasien.
Salah satunya Taupik (77 tahun) dari embarkasi Kertajati, Maktab 13.
Ia mengalami sesak napas usai melaksanakan wukuf, hingga dilarikan ke KKHI.
“Nanti saat di Mina, kalau tidak kuat, dibadalkan saja,” ujar Menag kepada Taupik di KKHI Arafah, Selasa (27/6/2023).
Dengan selang bantuan pernapasan di hidung, Taupik menyampaikan kekhawatirannya.
“Takut nanti bayar, Pak (badal),” ucap Taupik.
Menag pun langsung menjelaskan, pembadalan ibadah tidak dikenakan biaya alias gratis.
Jadi Taupik ataupun jamaah lainnya tidak perlu mengkhawatirkan tentang hal itu.
Mendapatkan penjelasan Menag, Taupik mengaku bahagia.
Dengan kondisinya seperti ini ia akan membadalkan ibadah lempar jumrah di Mina.
“Alhamdulillah saya akan badal saja. Kemarin bingung takut bayar,” imbuh dia.
Belum Tersosialisasikan
Menag mengatakan, pembadalan ibadah haji untuk orang yah sakit dan meninggal, gratis.
Adanya jemaah yang belum mengetahui, bisa jadi karena kebijakan badal belum tersosialisasikan dengan baik.
“Kita tidak mau kondisi disik jemaah dipaksakan dan agama itu mempermudah hukan mempersulit, sehingga bisa memberikan alternatif seperti membadalkan,” tutur dia.
Secara teknis, para petugas haji Indonesia sudah siap membadalkan.
Mengenai jumlah jamaah yang akan dibadakkan, Dirjen PHU akan mengidentifikasinya.
Apa itu Badal Haji?
Badal haji adalah konsep dalam agama Islam yang mengacu pada praktik seseorang melakukan ibadah haji atas nama orang lain.
Dalam konteks ini, "badal" berarti pengganti atau perwakilan, sedangkan "haji" merujuk pada ibadah haji yang merupakan salah satu dari lima pilar Islam.
Dalam beberapa situasi, seseorang mungkin tidak dapat melaksanakan ibadah haji sendiri karena keterbatasan fisik, kesehatan, atau kendala lainnya.
Dalam hal ini, mereka dapat meminta orang lain untuk melaksanakan haji sebagai badal atau wakil mereka.
Badal haji ini dilakukan dengan persetujuan dan pemahaman kedua belah pihak, dengan orang yang melaksanakan haji bertindak sebagai wakil dan mewakili individu yang tidak dapat melaksanakan haji sendiri.
Praktik badal haji ini tidak hanya berlaku untuk individu yang masih hidup, tetapi juga dapat dilakukan atas nama orang yang telah meninggal dunia.
Keluarga atau kerabat dekat orang yang telah meninggal dapat melaksanakan ibadah haji atas nama orang tersebut, dengan harapan bahwa pahala dan manfaat ibadah tersebut akan diterima oleh yang bersangkutan di akhirat.
Namun, penting untuk dicatat bahwa badal haji harus dilakukan dengan memperhatikan syarat-syarat dan tata cara yang ditetapkan dalam agama Islam.
Ini termasuk keabsahan niat, kelayakan fisik, pemenuhan persyaratan finansial, serta pemahaman dan pengamalan yang benar terhadap aturan-aturan haji.
Selain itu, badal haji juga membutuhkan persetujuan dan kesepakatan dari pihak yang mewakilkan hajinya kepada orang lain.
Badal haji memberikan kesempatan kepada individu yang tidak mampu secara fisik atau finansial untuk melaksanakan ibadah haji, sehingga mereka dapat mendapatkan pahala dan manfaat yang sama.
Ini juga memungkinkan pengabdian kepada Allah SWT dan pengembangan spiritual seseorang untuk tetap terwujud meskipun dalam situasi yang mungkin menghambat mereka untuk melaksanakan ibadah haji secara langsung. (*)