Oleh: Muhrajan Piara
Dosen Fakultas Psikologi Universitas Negeri Makassar
TRIBUN-TIMUR.COM - Artificial Intelligence (AI) adalah salah satu produk kemajuan teknologi yang kehadiranya tidak bisa kita tolak.
Perkembangan AI yang massif belakangan ini, menjadINperdebatan hangat hampir disemua kalangan masyarakat.
Sebagian ahli berpendapat bahwa AI akan memberikan dampak negatif bagi masyarakat.
Misalnya, peningkatan jumlah pengangguran karena pekerjaan manusia bisa digantikan oleh mesin berteknologi AI atau berkurangnya keamanan data pribadi karena AI bisa mengumpulkan dan menganalisis data
secara terbuka.
Laporan dari The World Economic Forum mengatakan bahwa pada tahun
2025, AI dapat mengantikan 85 juta jenis pekerjaan dan memberikan peluang pekerjaan baru sebanyak 97 juta jenis.
Bahkan menurut Harari, seorang professor sejarah asal Israel, AI mampu menciptkan agama baru dengan kitab suci yang bisa dia formulasi dan tulis sendiri.
Sebaliknya, sebagian ahli berpendapat bahwa AI akan memberikan banyak manfaat dalam meyelesaikan persoalan yang dihadapi manusia.
Penggunaan AI akan berdampak pada peningkatan produktivitas dan efisiensi.
Dengan memanfaatkan AI dalam otomatisasi, analisis data, dan pengambilan keputusan, manusia dapat meningkatkan produktivitas dan efisiensi dalam berbagai tugas dan proses.
Hal ini dapat mengarah pada penghematan waktu, sumber daya, dan biaya.
Salah satu manfaat AI adalah membantu individu membuat keputusan yang tepat dalam pemilihan umum (pemilu). Problem yang seringkali muncul saat pemilu adalah kebingungan menentukan kandidat yang akan dicoblos saat pemilihan legislatif.
Banyaknya jumlah partai dengan masing-masing partai mengajukan kandidat calon legislatif (caleg) lebih dari satu, berdampak pada sulitnya menyeleksi calon yang berkualitas.
Dalam situasi seperti ini, individu cenderung akan melakukan “shortcut” yang kemudian berimbas pada keputusan yang sarat dengan bias kognitif.
Salah satu bias yang sering dilakukan pemilih adalah bias penampilan, yaitu kecenderungan membuat penilaian berdasarkan penampilan
fisik, gaya berbicara, atau pesona seseorang, tanpa mempertimbangkan secara substansial kompetensi atau kualifikasi para caleg.
Hal ini dapat memengaruhi pemilih untuk memilih berdasarkan aspek visual atau penampilan yang sekunder dibandingkan dengan kualitas
dan kebijakan yang substansial.
Hal lain yang membuat keputusan individu keliru dalam menentukan calon legislatif adalah pelibatan emosi yang sifatnya personal. Individu cenderung melakukan pemrosesan informasi secara emosional daripada secara rasional.
Misalnya, pemilih mungkin lebih menerima pesan kampanye yang membangkitkan emosi seperti rasa takut, kemarahan, atau kegembiraan, daripada pesan yang berdasarkan argumen dan fakta yang valid.
Hal ini dapat menyebabkan pemilih terjebak dalam retorika emosional.
Penggunaan AI merupakan alternatif solusi yang dapat membantu individu mengumpulkan informasi yang komprehensif. Beberapa cara yang bisa dilakukan AI dalam meyelesaikan masalah tersebut yaitu:
Analisis data:
AI dapat menganalisis data terkait dengan calon legislator, seperti riwayat politik, pengalaman kerja, kehadiran di sidang parlemen, atau hasil pemungutan suara sebelumnya.
Dengan memproses data ini, AI dapat memberikan gambaran tentang kinerja dan rekam jejak calon legislator tersebut.
Lebih jauh AI dapat memantau dan menganalisis media sosial
untuk mendapatkan wawasan tentang persepsi publik terhadap calon legislator.
Dengan menganalisis sentimen dan tren yang muncul dalam diskusi online, AI dapat membantu menilai popularitas dan dukungan calon.
AI juga dapat menganalisis pidato, wawancara,
dan pernyataan calon legislator untuk mengidentifikasi pandangan politik mereka tentang berbagai isu.
Dengan memahami pandangan calon, AI dapat membantu pemilih
mengevaluasi kesesuaian calon dengan nilai-nilai dan kepentingan mereka sendiri.
Rekomendasi personal
AI dapat memberikan rekomendasi calon legislator yang sesuai dengan preferensi pemilih.
Dengan menganalisis data pemilih, mulai dari data sederhana seperti demografi (usia, jenis kelamin, agama, Pendidikan, tingkat penghasilan) sampai pada data yang sifatnya kompleks seperti kebijakan-kebijakan yang dianggap penting atau preferensi ideologis, AI dapat mengidentifikasi calon yang paling sesuai dengan preferensi individual.
Prediksi pemilihan
Data-data yang telah dihimpun dan telah dianalisis oleh perangkat AI, selanjutnya akan digunakan untuk melakukan prediksi.
AI dapat mengembangkan model untuk memprediksi dan mensimulasikan hasil pemilihan berdasarkan faktor seperti dukungan publik, tren polling elektabilitas, popularitas calon, serta variabel lainnya.
Meskipun ini bukan jaminan akurat, pemilih dapat menggunakan informasi ini sebagai panduan dalam mengukur potensi keberhasilan calon.
Pada akhirnya, AI hanyalah instrumen yang membantu menyediakan informasi tentang calon legislator kepada pemilih.
Chatbot atau asisten virtual mungkin dapat memberikan ringkasan tentang latar belakang, kebijakan, dan catatan kinerja calon legislator, sehingga memudahkan pemilih dalam mempelajari dan memahami informasi politik.
Namun, keputusan akhir tentang siapa calon legislator yang akan dicoblos, tetaplah ada di tangan Individu sebagai pemegang penuh atas kendali dirinya. (*)