TRIBUNWAJO.COM, SENGKANG - Anak seusianya fokus sekolah untuk mengejar cita-cita, tapi tidak dengan Jumadil.
Seharusnya kini ia duduk di bangku SD kelas VI, namun keterbatasan ekonomi keluarga memaksa dia putus sekolah.
Saat pandemi covid-19 melanda di 2020 lalu, warga Kabupaten Wajo, Sulawesi Selatan (Sulsel) ini terpaksa putus sekolah.
Kala itu ia masih duduk dibangku kelas 3 SD.
Karena covid-19, aktivitas belajar mengajar dilakukan secara online dan murid diwajibkan memiliki ponsel.
"Saya harus berhenti sekolah karena tidak memiliki ponsel, orang tua saya tidak mampu membelinya, jadi saya terpaksa harus berhenti sekolah," ujarnya kepada Tribun-Timur.com. Selasa (2/5/2023).
Jumadil tinggal bersama nenek dan pamannya di sebuah pemukiman terpencil yang jauh dari pusat perkotaan.
Sementara orang tuanya tinggal di tempat lain karena bekerja sebagai buruh pabrik.
Pasca putus sekolah, ia turun ke jalan dengan memegang kardus dan memohon belas kasihan orang lain.
Ini adalah langkah yang diambilnya agar tidak memberikan beban kepada neneknya.
"Tidak tahu mau bekerja apa, karena saya masih kecil, jadi saya mengambil inisiatif ini agar tidak merepotkan nenek saya," kata Jumadil.
Ia juga kadang-kadang membantu tetangga mengantarkan galon air.
Baca juga: 309 Pelajar di Kabupaten Pangkep Putus Sekolah di 2022, Dinas Pendidikan Ungkap Penyebab
Baca juga: Peringatan Hardiknas di Wajo, Dari Upacara hingga Lomba Seni dan Olahraga
"Saya sering membantu mengantar galon air dan kadang-kadang saya mendapatkan Rp 5 ribu sebagai imbalannya," jelasnya.
Hampir tiga tahun putus sekolah, Jumadil mengakui masih memiliki keinginan untuk melanjutkan pendidikan.
Hanya saja, ia tidak memiliki biaya, termasuk untuk membeli seragam sekolah.
Sementara itu, Sekretaris Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Wajo, Muhammad Yahya, mengungkapkan pihaknya akan menindaklanjuti kasus ini.
"Kami akan berupaya agar dapat mengembalikan Jumadil ke sekolah, tim kami akan segera meninjau kondisi anak tersebut," jelasnya.(*)