TRIBUN-TIMUR.COM - Mahkamah Agung (MA) akhirnya menjatuhkan vonis hukuman mati kepada Herry Wirawan.
Herry Wirawan divonis hukuman mati setelah melakukan rudapaksa terhadap 13 santrinya.
Aksi bejat Herry Wirawan dilakukan selama lima tahun mulai 2016 hingga 2021.
Vonis hukuman mati Herry Wirawan dipimpin Hakim Agung Sri Murwahyuni dengan anggota Hidayat Manao dan Prim Haryadi.
Ia menolak kasasi yang diajukan Herry Wirawan.
Hukuman mati Herry Wirawan sebagaimana putusan Pengadilan Tinggi Bandung.
“JPU & TDW = Tolak,” sebagaimana dikutip dari website resmi MA, Rabu (4/1/2023).
Pada Pengadilan Negeri (PN) Bandung, Herry Irawan hanya divonis penjara seumur hidup.
Hukuman itu lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntun Umum (JPU) yaitu hukuman mati.
Jaksa kemudian mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi Bandung.
Pengadilan tingkat ke II ini kemudian mengabulkan permohonan Jaksa dan memutuskan Herry Wirawan dihukum mati.
"Menerima permintaan banding dari jaksa/penuntut umum. Menghukum terdakwa oleh karena itu dengan pidana mati," ucap hakim PT Bandung yang diketuai oleh Herri Swantoro berdasarkan dokumen putusan yang diterima, Senin (4/4/2022).
Pada pengadilan tingkat pertama, hakim menyebut perbuatan Herry mengakibatkan perkembangan anak menjadi terganggu.
Fungsi otak anak korban pemerkosaan juga menjadi rusak.
Herry Wirawan Seperti diketahui, Herry Wirawan memerkosa 13 santriwati dibeberapa tempat, yakni di yayasan pesantren, hotel, dan apartemen.
Fakta persidangan pun menyebutkan bahwa terdakwa merudapaksa korban di gedung yayasan KS, pesantren TM, pesantren MH, basecamp, apartemen TS Bandung, hotel A, hotel PP, hotel BB, hotel N, dan hotel R.
Pelaku adalah guru bidang keagamaan sekaligus pimpinan yayasan itu.
Para korban diketahui ada yang telah melahirkan dan ada yang tengah mengandung.
Jejak Kasus Herry Wirawan
Diketahui, kasus kejahatan Herry Wirawan menyita perhatian publik sejak akhir tahun lalu.
Pasalnya, apa yang dilakukan Herry Wirawan sangat di luar batas nalar manusia.
Ia merudapaksa belasan santriwati di boarding school miliknya di Cibiru, Bandung.
Semua korban rudapaksa Herry Wirawan merupakan santriwati yang masih di bawah umur.
Rata-rata berusia 13 sampai 17 tahun.
Fakta di persidangan menyebutkan, Herry Wirawan merudapaksa para korban dibeberapa tempat, yakni di yayasan pesantren, hotel, hingga apartemen.
Aksi bejatnya itu sudah berlangsung selama lima tahun, sejak 2016 sampai 2021.
Dari aksinya, beberapa korban tersebut hamil hingga melahirkan anak.
Total ada sembilan bayi yang lahir dari hasil perbuatan Herry Wirawan.
Bayi-bayi tersebut rupanya digunakan Herry Wirawan sebagai alat untuk meminta sumbangan.
Kejinya, ia melabeli bayi tersebut sebagai bayi yatim piatu.
Belum cukup dengan perbuatannya, Herry Wirawan ternyata melakukan penyelewengan dana saat mengelola sekolah berasramanya.
Ia disebut mengambil dana Program Indonesia Pintar (PIP) yang merupakan hak dari para santriwati.
Tak hanya itu, boarding school yang diasuh Herry Wirawan disebut menerima dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Namun, tidak jelas penggunaannya seperti apa.
Ironisnya lagi, Herry Wirawan juga mempekerjakan santriwatinya sebagai kuli bangunan selama proses pembangunan pesantren.
Sejumlah santriwati disuruh bekerja seperti mengecat atau mendirikan tembok.
Kejahatan lain yang dilakukan Herry Wirawan berdasar penuturan korban adalah menjadikan santriwati sebagai mesin uang.
Setiap hari, Herry Wirawan menyuruh para santriwati membuat proposal untuk menggaet donatur agar mau berdonasi untuk pesantren mereka.
Tugas membuat proposal tersebut dibagi di antara santriwati. Ada yang bertugas mengetik dan membereskan proposal untuk menggalang dana.
Sejumlah perbuatan Herry Wirawan yang di luar batas nalar kemanusiaan itu pun memantik amarah banyak masyarakat.
Banyak yang mengecam, tak sedikit yang meminta agar Herry Wirawan mendapat hukuman setimpal.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Mahkamah Agung Vonis Mati Herry Wirawan, Pemerkosa 13 Santriwati