Khazanah Islam

Bacaan Doa Iftitah Pendek dan Takbiratul Ihram, Lengkap Tata Cara Takbiratul Ihram yang Benar

Editor: Sakinah Sudin
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

ILUSTRASI TAKBIRATUL IHRAM - Bacaan Doa Iftitah Pendek dan Takbiratul Ihram, Lengkap Tata Cara Takbiratul Ihram yang Benar.

TRIBUN-TIMUR.COM - Doa Iftitah dan bacaan takbiratul ihram penting diketahui umat muslim.

Takbiratul Ihram merupakan rukun shalat kedua setelah niat.

Adapun bacaan iftitah, disebut juga istiftah, adalah doa yang dibaca ketika salat, antara takbiratul ihram dan ta'awuz, sebelum membaca surat Al Fatihah.

Ada beberapa variasi doa iftitah yang diajarkan oleh Nabi Muhammad shallallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya, berdasarkan riwayat-riwayat yang shahih.

Edisi Khazanah Islam kali ini Tribun-Timur.com bagikan bacaan doa iftitah, serta bacaan dan tata cara Takbiratul Ihram

Dilansir dari Rumah Fiqih, ada banyak riwayat terkait lafaz Doa Iftitah, hanya saja ada tujuh lafaz doa Iftitah yang masyhur dan ma’tsur dengan riwayat yang dinisbahkan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Di mana kesemua lafaz doa ini bisa dipakai dan dibenarkan untuk dibaca pada shalat yang kita laksanakan, baik shalat wajib maupun sunnah, baik sendirian ataupun berjamaah.

Kali ini Tribun-Timur.com bagikan empat versi lafaz doa Iftitah pendek yang dijelaskan Muhammad Saiyid Mahadhir dilansir dari Rumah Fiqih:

Pertama: 

Dari Aisyah ra berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika memulai shalat beliau membaca:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إلَهَ غَيْرُكَ

"Subhanakallahumma wabihamdka watabarokasmuka wataala jadduka wala ilaha ghoiruka". (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan Ad-Daru Quthni)

Artinya:

“Maha suci Engkau, ya Allah. Ku sucikan nama-Mu dengan memuji-Mu. Nama-Mu penuh berkah. Maha tinggi Engkau. Tidak ilah yang berhak disembah selain Engkau”.

Kedua: 

Dari Abu Said Al-Khudri ra berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika shalat malam beliau bertakbir kemudian membaca doa:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إلَهَ غَيْرُكَ

“Subhanakallahumma wabihamdika watabarokasmuka wataala jadduka wala ilaha ghoiruka”. 

Artinya:

"Maha Suci Engkau ya Allah dan dengan pujian-Mu, Maha Suci nama-Mu dan Maha Tinggi keagungan- Mu, tiada tuhan selain Engkau".

Kemudian dilanjutkan dengan membaca:

 اللَّهُ أَكْبَرُ كَبِيرًا

“Allahu Akbaru kabiro”. 

Artinya:

"Allah Maha Besar dengan sebesar-besarnya".

Kemudian dilanjutkan dengan membaca:

أَعُوذُ بِاَللَّهِ السَّمِيعِ الْعَلِيمِ مِنْ الشَّيْطَانِ الرَّجِيمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ

A’udzubillahis sami’il alimi minas syaithonir rojim min hamzihi wanafkhihi wanaftsihi” (HR. Abu Daud, Tirmidzi, Nasa’i).

Ketiga: 

Dari Jabir ra, bahwa Rasulullah shallallahu alaihi wasallam ketika memulai shalat beliau membaca:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إلَهَ غَيْرُكَ وَجَّهْتُ وَجْهِي لِلَّذِي فَطَرَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ حَنِيفًا وَمَا أَنَا مِنْ الْمُشْرِكِينَ إنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ

“Subhanakallahumma wabihamdka watabarokasmuka wataala jadduka wala ilaha ghoiruka. Wajjahtu wajhiya lilladzi fatoros samawatiwal ardh, hanifan wama ana minal musyrikin, inna sholati wanusuki wamahyaya wamamati lillahi robbil ‘alamin” (HR. Al-Baihaqi)

Keempat: 

Dari Anas ra, ada seseorang yang masuk shaf shalat lalu dia membaca:

الْحَمْدُ لِلَّهِ حَمْدًا كَثِيرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ

“Alhamdulillahi hamdan katsiron mubarokan fihi”.

Artinya:

"Segala puji bagi Allah dengan pujian yang banyak, baik dan penuh berkah".

Lalu setelah Rasulullah shallallhu alaihi wasallam selesai dari shalatnya, beliau bertanya siapakah tadi membaca kalimat doa seperti itu? Jamaah diam sejenak. Rasulullah shallallhu alaihi wasallam melanjutkan: “Siapa saja diantara kalian yang membaca doa tersebut maka sungguh dia tidaklah berkata yang sia-sia” …hingga akhir hadits. (HR. Muslim)

Hukum Membaca Doa Iftitah

Mayoritas ulama menilai bahwa membaca doa Iftitah ini hukumnya sunnah, baik sekali untuk dibaca pada shalat wajib atau sunnah, bagi imam dan makmum, shalat sendirian atau berjamah, sedang musafir ataupun tidak, baik shalatnya berdiri, duduk, ataupun berbaring, dst, jika dibaca akan mendapat pahala disisi Allah swt, jika ditinggalkan baik dengan sengaja atau karena lupa maka  tidak berdosa dan shalatnya tetap sah, tanpa harus menggantinya dengan sujud sahwi diakhir shalat, jika setalah takbiratul ihram tidak sengaja langsung membaca Al-Fatihah tidak harus diulang dengan kembali membaca iftitah, Al-Fatihahnya boleh dilanjutkan saja.

Kesunnahan membaca doa iftitah ini berdasarkan keterangan banyak hadits yang nanti akan kita tuliskan dibagian akhir, insya Allah.

Namun dalam penilaian madzahab Maliki (Al-Mudawwanah: 1/62 ), membaca doa Iftitah malah tidak dianjurkan, bahkan dinilai makruh karena sudah memisahkan antara takbiratul ihram dengan Al-Fatihah, padahal menurut keterangan yang didapat sahabat Anas bin Malik beliau pernah shalat dibelakang Rasulullah shallallahu alaihi wasallam, juga pernah shalat dibelakang Abu Bakr, Umar, dan Utsman dan kesemuanya membuka shalatnya dengan “Alhamdulillahi rabbil alamin” (membaca Al-Fatihah).

Sehingga dari keterangan ini akhirnya disimpulkan dalam madzhab Maliki bahwa baik imam maupun makmum, ataupun mereka yang shalatnya munfarid/sendirian, maka hendaklah mereka semua setelah selesai dari takbiratu ihram langsung membaca surat Al-Fatihah, tidak harus membaca doa iftitah. (Al-Mudawwanah:1/62).  (Rumah Fiqih)

Tata Cara Melakukan Takbiratul Ihram

Bacaan takbiratul ihram yakni mengucapkan "Allahu Akbar" sambil mengangkat kedua tangan ke dekat telinga saat sholat.

Disebut takbiratul ihram yang artinya takbir yang mengharamkan, karena takbir ini menjadi batas diharamkannya melakukan hal lain yang tidak berkaitan dengan shalat.

Lantas bagaimana tata cara melakukan takbiratul ihram yang benar dalam sholat?

Berikut bacaan takbiratul ihram dan tata cara melakukan takbiratul ihram yang disimpulkan dari al-Quran dan sunah yang shahih dilansi Tribun-Timur.com dari Konsultasisyariah.com:

1. Takbiratul Ihram merupakan rukun shalat. Harus dilakukan baik menjadi imam, makmum, maupun shalat sendirian.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مِفْتَاحُ الصَّلَاةِ الطُّهُورُ، وَتَحْرِيمُهَا التَّكْبِيرُ، وَتَحْلِيلُهَا التَّسْلِيمُ

“Kunci shalat adalah bersuci, memulainya dengan takbir, dan mengakhirinya dengan salam.” (HR. Abu Daud 61, Turmudzi 3, & disahihkan al-Albani).

2. Yang dimaksud takbiratul ihram adalah ucapan: Allaahu akbar…,

Dan bukan mengangkat tangan ketika takbir.

Sementara mengangkat tangan ketika takbiratul ihram hukumnya dianjurkan dan tidak wajib.

Imam Ibnu Utsaimin mengatakan,

رفع اليدين عند تكبيرة الإحرام، وعند الركوع، وعند الرفع منه، وعند القيام من التشهد الأول سنة

“Mengangkat tangan ketika talbiratul ihram, ketika rukuk, ketika i’tidal, dan ketika bangkit ke rakaat ketiga dari tasyahud awal, hukumnya sunah.” (Majmu’ Fatawa Ibnu Utsaimin volume 13).

3. Keadaan telapak tangan ketika takbir:

a. Telapak tangan dibentangkan secara sempurna dan tidak menggenggam

b. Jari-jari telapak tangan tidak terlalu lebar dan tidak terlalu rapat

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِذَا دَخَلَ فِي الصَّلَاةِ رَفَعَ يَدَيْهِ مَدًّا

”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika memulai shalat, beliau mengangkat kedua tangannya dengan dibentangkan.” (HR. Abu Daud 753, Turmudzi 240, dan dishahihkan al-Albani)

c. Telapak tangan dihadapkan ke kiblat dan diangkat setinggi pundak atau telinga

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu, beliau menceritakan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ حَذْوَ مَنْكِبَيْهِ إِذَا افْتَتَحَ الصَّلاَةَ

“Bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya setinggi pundak, ketika memulai shalat.” (HR. Bukhari 735 & Muslim 390).

Dari Malik bin al-Huwairits radhiyallahu ‘anhu,

رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَرْفَعُ يَدَيْهِ إِذَا كَبَّرَ، وَإِذَا رَكَعَ، وَإِذَا رَفَعَ رَأْسَهُ مِنَ الرُّكُوعِ حَتَّى بَلَغَتَا فُرُوعَ أُذُنَيْهِ

“Saya melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengangkat kedua tangannya ketika takbiratul ihram, ketika rukuk, ketika i’tidal, hingga setinggi daun telinga.” (HR. Nasai 1024, dan yang lainnya).

4. Cara mengangkat tangan ketika takbir ada 3:

a. Mengangkat tangan sampai pundak lalu membaca takbir

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhumma,

كان رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذا قام إلى الصلاة؛ رفع يديه حتى تكونا حذو منكبيه، ثم كبَّر

Apabila Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai shalat, beliau mengangkat kedua tangannya hingga setinggi pundak, kemudian beliau bertakbir. (HR. Muslim 390).

b. Mengangkat tangan lalu sedekap bersamaan dengan takbir

Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma,

رأيت النبي صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ افتتح التكبير في الصلاة، فرفع يديه حين يكبر

”Saya melihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memulai takbiratul ihram ketika shalat, beliau mengangkat kedua tangannya ketika takbir. (HR. Bukhari 738)

c. Membaca takbir, lalu mengangkat tangan

Dari Malik bin al-Huwairits,

كان رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذا كبر؛ رفع يديه

”Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika usai takbir, beliau mengangkat tangan” (HR. Muslim 391).

5. Posisi tubuh

Takbiratul harus dilakukan dalam keadaan posisi tubuh tegak sempurna dan tidak boleh sambil condong mau rukuk.

Karena syarat sah-nya takbiratul ihram adalah dilakukan sambil berdiri bagi yang mampu.

6. Takbiratul ihram tidak disyaratkan harus dibarengkan dengan niat shalat.

Menggabungkan dua hal ini adalah mustahil.

Karena anggapan inilah, banyak orang yang ditimpa penyakit was-was ketika takbir, sehingga takbirnya dilakukan berulang-ulang.

Al-Kasani mengatakan,

إن تقديم النية على التحريمة جائز عندنا إذا لم يوجد بينهما عمل يقطع أحدهما عن الآخر

“Boleh mendahulukan niat dari pada takbiratul ihram menurut madzhab kami (hanafi), jika tidak ada kegiatan apapun yang menyelai antara niat dan takbiratul ihram.” (Badai as-Shanai, 1/329).

Ibnu Qudamah juga menegaskan,

قال أصحابنا: يجوز تقديم النية على التكبير بالزمن اليسير

“Para ulama madzhab kami (hambali) mengatakan, ‘Boleh mendahulukan niat sebelum takbiratul ihram, selama jedahnya tidak lama.” (al-Mughni, 1/339).

7. Takbiratul ihram hanya dilakukan sekali dan tidak perlu diulang-ulang

Yang ini umumnya terjadi karena was-was.

Untuk mengobatinya, anda bisa pelajari artikel Cara Mengobati Was-was

8. Orang yang shalat sendirian atau makmum, takbirnya dibaca pelan. Hanya terdengar dirinya sendiri.

Ditulis oleh Ustadz Ammi Nur Baits (Dewan Pembina Konsultasisyariah.com)

Wallahu A’lam Bisshawab. (Tribun-Timur.com/ Sakinah Sudin)

Berita Terkini