TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Ribuan jamaah menunaikan Salat Iduladha 1443 hijriah di Kampus Universitas Muhammadiyah Jalan Sultan Alauddin Makassar Sabtu (9/7/2022).
Sejumlah tokoh hadir. Ketua Pimpinan Wilayah Muhammadiyah Sulsel Prof Ambo Asse
Sekretaris PWM Sulsel Prof Irwan Akib.
Anggota DPR RI Komisi IX Ashabul Kahfi Djamal, Sekretaris DPW PAN Sulsel Jamaluddin Jafar, anggota DPRD Sulsel Usman Lonta.
Ketua PAN Makassar sekaligus anggota DPRD Makassar Hamzah Hamid.
Mantan Wakil Wali Kota Makassar sekaligus Ketua PMI Makassar Syamsu Rizal MI.
Guru Besar Universitas Muslim Indonesia (UMI) Prof Dr Zakir Sabara H Wata.
Guru Besar Universitas Negeri Makassar Administrasi Publik Prof Ridwan , akademisi UNM Basti Tetteng, Azis Nojeng.
Direktur PT Prima Karya Manunggal Abdul Rachmat Noer, Sekretaris KAHMI Sulsel Hidayat Muallim.
Ketua Pemuda Muhammadiyah Makassar Awang Darmawang.
Dekan FKIP Unismuh Makassar Erwin Akib, dan sivitas akademika Unismuh Makassar.
Ketua PERADI Makassar Jamil Misbach.
Hari raya Idul Adha 1443 Hijriah yang ditetapkan pemerintah berbeda dengan ketetapan Muhammadiyah.
Muhammadiyah menetapkan hari raya Idul Adha 1443 Hijriah jatuh pada Sabtu, 9 Juli 2022.
Ketetapan itu dituangkan dalam Maklumat Nomor 01/MLM/I.0/E/2022 tentang Penetapan Hasil Hisab Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah 1443 Hijriah.
Maklumat tersebut ditandatangani Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir dan Sekretaris PP Muhammadiyah Agung Danarto pada 3 Februari 2022.
PP Muhammadiyah menetapkan 1 Zulhijah 1443 Hijriah jatuh pada hari Kamis, 30 Juni 2022.
Kemudian, Hari Arafah atau 9 Zulhijah 1443 Hijriah jatuh pada Jumat, 8 Juli 2022.
Sementara pemerintah menetapkan hari raya Idul Adha 10 Zulhijah tahun ini jatuh pada Minggu (10/7/2022).
Keputusan tersebut diambil melalui serangkaian sidang isbat yang digelar Rabu (29/6/2022).
Serukan Toleransi
Sekretaris Majelis Tarjih Pimpinan Wilayah Muhammadiyah (PWM) Sulsel, Dr KH Abbas Baco Miro mengajak umat Islam bijak menghadapi perbedaan hari Iduladha.
Kiai Abbas kembali mengingatkan, perbedaan dalam agama merupakan sunnatullah.
Terkait penentuan Iduladha, Ramadan, dan Idulfitri, perbedaan memungkinkan terjadi disebabkan oleh sikap ulama atau ahli fikih terbagi dua.
“Ada yang menggunakan metode hisab hakiki dengan kriteria wujudul hilal dan yang kedua, imkanul ru’yah. Inilah yang membuat perbedaan itu bisa terjadi. Apalagi, pemerintah melalui Kementerian Agama menambah, untuk ru'yah meningkat standarnya dari 2 derajat menjadi 3 derajat,” kata Abbas.
Penambahan standar ini membuat potensi perbedaan terjadi sampai enam kali dalam 24 tahun, bukan hanya pada Ramadan, tetapi juga bulan lain.
Kiai Abbas menegaskan, perbedaan ini hendaknya disikapi biasa-biasa saja.
“Perbedaan ini jangan menjadi pemicu ketidakharmonisan masyarakat. Karena dari konsep persatuan ‘kan sebenarnya, bukan berarti bahwa hanya satu, tapi konsep keharmonisan, saling memahami, bertoleransi dalam agama, bahkan antaragama, bahkan di luar,” tutur Kiai Abbas.
Kiai Abbas mengajak umat untuk tetap menjaga kesopanan, tidak menggunjing umat yang berbeda hari pelaksanaan Iduladhanya.
Ini karena kita hidup di negara Indonesia, sebagai negara yang beradab, beretika, dan bermartabat.
“Undang-undang ‘kan juga menjamin warga untuk meyakini dan melaksanakan ibadah sesuai dengan pemahaman masing-masing,” tutup Kiai Abbas. (cr2)