TRIBUN-TIMUR.COM - Ketua DPR RI Puan Maharani kembali mematikan mikrofon anggota dewan yang sedang melakukan interupsi.
Putri Megawati tersebut mematikan mikrofon saat pimpin rapat paripurna DPR yang digelar pada Selasa (24/5/2022).
Aksi matikan mikrofon tersebut juga dilakukan Puan Maharani pada tahun 2020 lalu.
Hanya saja 'korban' Puan Maharani tahun 2020 dan tahun 2022 berbeda. Mereka juga berasal dsari fraksi berbeda.
Kini, Komisi VI DPR asal Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Amin AK yang dimatikan mikrofonnya saat instrupsi.
Sementara pada tahun 2020 lalu, Puan Maharani mematikan mikrofon (mic) saat politikus Partai Demokrat, Irwan atau Irwan Fecho, sedang interupsi.
Saat itu DPR RI Puan juga memimpin rapat paripurna pengesahan UU Cipta Kerja pada Oktober 2020 lalu.
Dalam sebuah tayangan menampilkan Puan dan Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin sempat berdiskusi singkat saat politikus Demokrat bicara:
"Menghilangkan hak-hak rakyat kecil. Kalau mau dihargai tolong ha.." Irwan belum sempat mengakhiri kalimatnya, Puan sudah mematikan mikrofon.
Mengomentari sikap mengabaikan interupsi itu, Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus menyebut bahwa sikap Puan justru merugikan, karena publik dapat menilai sikap tersebut sebagai otoriter.
"Ini memberikan pertunjukan langsung yang merugikan Puan sendiri. Dengan sikap cueknya, Puan dapat dianggap sulit mendengarkan orang lain dan otoriter," kata Lucius Karus yang dihubungi KOMPAS.TV, Senin (8/11/2021).
Menurut Lucius, aturan tata tertib DPR mengizinkan anggota dewan untuk menyampaikan interupsi pada saat rapat paripurna.
Oleh karena itu, sebenarnya tidak ada salahnya ketika anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Fahmi Alaydroes melakukan interupsi dalam sidang paripurna DPR tersebut.
Meski ternyata apa yang ingin disampaikan Fahmi, tidak terkait dengan agenda paripurna yang membahas pencalonan Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa, namun Lucius menyatakan, interupsi tersebut harus didengar terlebih dahulu.
Sebab, anggota DPR mempunyai hak untuk bersuara di dalam sidang.
"Meski tidak berhubungan dengan agenda sidang, tetapi dia harus didengarkan dulu," paparnya.
Lagipula, lanjutnya, pada saat sidang tersebut keadaannya masih kondusif serta tidak ada hujan interupsi.
Sehingga seharusnya, menurut Lucius, Puan dapat mendengarkan suara interupsi Fahmi dengan jelas.
"Apa salahnya Ketua DPR memberikan sedikit ruang. Itu yang tidak masuk akal," tutur Lucius.
Sikap mengabakan interupsi, sambung Lucius, menunjukan bahwa Puan menganggap jabatan Ketua DPR, bukan sekadar memimpin sidang atau juru bicara lembaga, tetapi sebagai kekuasaan.
"Dia merasa ini, jabatan yang hirarkis sehingga punya kemampuan untuk melakukan apa saja," jelas Lucius.
Terbaru, Puan Maharani mematikan mikrofon Amin AK.
Kejadian itu berawal saat Ketua DPR Puan Maharani hendak menutup rapat paripurna, karena telah melewati batas waktu yang ditentukan.
Selain itu juga telah memasuki waktu Salat Zuhur.
Kemudian, tiba-tiba Amin meminta waktu kepada Puan untuk menyampaikan interupsi.
"Interupsi, Pimpinan," ujar Amin.
Saat itu Puan menjawab waktu untuk rapat sudah habis, namun Amin terus meminta kesempatan untuk berbicara.
"Tolong Pak, tadi saya sudah sampaikan, sudah masuk (waktu) acara shalat zuhur," jawab Puan.
Puan lalu memberikan kesempatan bagi Amin untuk berbicara, dengan waktu maksimal satu menit.
Namun Amin berusaha menawar dan meminta waktu interupsi selama empat menit.
"(Rapat paripurna) ini sudah tiga jam," kata Puan.
Amin kemudian menyampaikan interupsinya, dan mempersoalkan tidak adanya aturan hukum yang mengatur larangan terhadap seks bebas, dan penyimpangan seksual.
Ia pun mendorong revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), yang mengatur ketentuan tindak pidana kesusilaan secara lengkap.
Namun, setelah sekitar 3 menit berbicara, suara Amin tiba-tiba menghilang.
Seketika, Puan kembali berbicara dan menutup rapat paripurna tersebut serta mengucapkan terima kasih kepada seluruh peserta rapat.
Ternyata, bukan hanya terjadi pada tahun 2020 dan 2022.
Peristiwa serupa kembali terjadi pada rapat paripurna terkait persetujuan Jenderal (TNI) Andika Perkasa sebagai panglima TNI, (8/11/2021).
Ketika itu, anggota Komisi X dari Fraksi PKS Fahmi Alaydroes menjadi 'korbannya'.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Interupsi Anggota DPR Kembali Terpotong Saat Puan Pimpin Rapat Paripurna"
Ketua DPR RI Puan Maharani kembali menajdi sorotan dalam rapat paripurna penyetujuan Jenderal Andika Perkasa sebagai Panglima TNI kemarin, Senin (8/11/2021).
Pada penghujung rapat tersebut, politisi PDIP itu terlihat mengabaikan interupsi peserta rapat.
Dalam repat yang ditayangkan secara virtual itu terdengar seorang anggota DPR mengajukan interupsi.
"Interupsi ketua," kata anggota DPR itu tanpa menyebutkan nama.
Namun Puan seolah tak mendengar suara interupsi yang menjadi hak anggota DPR itu.
Suara minta interupsi terdengar lebih dari satu kali, namun suara Puan makin kencang dan makin cepat untuk segera mengakhiri sidang hingga palu ditangannya diketukan tiga kali tanda sidang berakhir. (*)