Catatan Di Kaki Langit: Zakat, Habis Dimakan atau Tumbuh dan Berkembang,
Oleh: Qasim Mathar
Pendiri Pesantren Matahari
TRIBUN-TIMUR.COM - Dalam bahasa Arab, zakat semakna dengan tumbuh. Az-Zakah ialah An-Numuw, yang berarti "tumbuh" dan "berkembang", selain berarti "bersih" dan "suci".
Dalam kenyataannya, makna utama zakat yaitu " tumbuh dan berkembang " kurang mendapat perhatian.
Sehingga pelaksanaan zakat selama ini menjadi tidak produktif (berefek pertumbuhan dan perkembangan).
Hanya habis secara komsumtif, setelah dibagikan.
Akibatnya lebih jauh, umat Muslim tidak tumbuh dan berkembang menjadi umat yang kuat dan mandiri.
Berdasarkan kerangka berpikir di atas dan setelah membaca ayat 60 dari surah At-Taubah yang menyebut ada 8 pihak yang berhak menerima zakat, yaitu: fakir, miskin, amil, mualaf, riqab, gharimin, fisabilillah, dan ibnussabil, dan ayat 103, serta ayat 110 surah Albaqarah, saya berpendapat bahwa pembangunan fasilitas/infrastruktur umat yang masih terbengkalai, karena ketiadaan biaya, seperti masjid, sekolah/pesantren, dan lembaga-lembaga potensial lainnya, adalah berhak menerima zakat mal (harta).
Di atas, selain masjid dan pesantren, saya menyebut juga lembaga-lembaga umat yang potensial.
Yang saya maksud adalah lembaga-lembaga yang sudah berjalan yang prospektif, strategis, dan berkategori sehat dari segi manajemen dan organisasi, dan masih bekerja dengan baik, tetapi pekerjaannya belum maksimal karena masih berkategori fakir, miskin, amil zakat, muallaf qulub, arriqab, gharimin, fisabilillah, dan ibnussabil, sebagai yang disebut oleh ayat 60 surah At-Taubah.
Jika diuraikan lebih lanjut, kedelapan pihak yang dimaksud dijelaskan sebagai berikut.
Pihak yang berkategori "fakir" ialah tidak memiliki harta dan cenderung untuk meminta tanpa memperdulikan harga dirinya.
Sedang "miskin", adalah yang memiliki harta, namun tidak cukup untuk membiayai pembiayaan pokok dan utama, lagi menjaga harga dirinya.
Adapun amil zakat, boleh pengorganisasi pengumpulan dan penyaluran zakat. Boleh dan bagus kalau pemerintah.
Yang berkategori " gharimin ", adalah yang memiliki hutang, namun tidak mampu untuk membayar atau melunasinya segera. Termasuk gharimin adalah lembaga yang terkait dengan menyicil hutang, yang jika dibantu dengan zakat, lembaga itu sanggup survive dan tumbuh berkembang lebih kompetetif, pesat dan unggul.
Pihak yang berkategori "fi sabilillah" semisal lembaga yang bergerak, beraktivitas, dan berjuang keras bagi proyek pemuliaan agama Allah dan kemaslahatan umum atau kemanusiaan.
Sedang yang berkategori ibnussabil adalah mereka yang sedang berjalan dan bergerak untuk menuju kebaikan, tapi perjalanan dan pergerakannya terhenti oleh kehabisan energi dan biaya.
Beragam pendapat ilmuan/ulama mengenai zakat. Sampai ada pendapat yang membolehkan non-Muslim menerima zakat.
Misalnya yang berkategori "miskin", "muallaf qulub", "riqab", dan " ibnussabil ". Memberi akses non-Muslim menerima zakat adalah bukti bahwa Islam itu agama universal, agama kemanusiaan.
Penyaluran zakat, terkhusus zakat mal (harta) selama ini belum menunjukkan orientasinya bagi terbangunnya keunggulan umat.
Terutama keunggulan di sektor pendidikan dan ekonomi. Zakat masih lebih banyak menyasar kepada orang per orang. Sehingga, zakat dibagi, zakat dimakan, lalu habis tak berbekas.
Satu-satunya kepuasan mungkin adalah, perasaan "suci" dan "bersih" pada pemberi/wajib zakat. Makna hakiki zakat sebagai "tumbuh" dan "berkembang", tidak tercapai.
Dalam pendapat saya, dengan zakat, kaum Muslimin tumbuh dan berkembang dari aspek ekonomi, pendidikan, dan sosial.
Karena itu, pemerintah atau amil/pelaksana zakat sudah seharusnya menyusun pola penyaluran zakat untuk orang per orang sekian persen, dan untuk lembaga, menurut hemat saya, persentasenya lebih besar.
Tentang lembaga, mesti dipastikan yang kredibel, sehat secara manajerial dan organisasi, namun berkategori "fakir", "miskin", " gharimin ", "fi sabilillah", dan " ibnussabil ".
Pemerintah sebagai amil zakat boleh memantau sejauh mana lembaga yang telah menerima zakat itu bertumbuh dan berkembang.
Pantauan itu diperlukan guna menilai kalau lembaga itu tidak termasuk lagi dalam pihak-pihak yang berhak menerima zakat, menurut Alquran.
Sebagai amil zakat, pemerintah punya hak menerima sekian persen dari zakat yang terkumpul.
Dengan zakat, pemerintah mendapat kepastian bagian guna menumbuhkembangkan pemerintahan.
Catatan penting, sebagai amil, dan karena punya kuasa, pemerintah tidak menyalahgunakan amanah!
Zakat harta ditunaikan kapan saja. Tidak mesti di bulan Ramadan atau bulan tertentu lainnya.
Zakat menjadi wajib, berdosa kalau tidak ditunaikan, kalau syarat-syaratnya sudah terpenuhi tapi belum ditunaikan. Harta boleh di"zakat"kan dalam bentuk infaq dan sedekah, di luar kriteria syarat zakat.
Sekali lagi, berzakatlah, termasuk non-Muslim kalau rela.
Sebab, dengan zakat, kita bisa tumbuh dan berkembang bersama, sebagai umat dan bangsa yang beragama!(*)