Penganiayaan Guru di Sidrap

Nestapa Sudarta Guru SMK Di Sidrap, Tak Hanya Dipukul Orang Tua Siswa Tapi juga Dilapor ke Polisi

Penulis: Ari Maryadi
Editor: Sukmawati Ibrahim
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kasat Reskrim AKP Arham Gusdiar

TRIBUN-TIMUR.COM, SIDRAP - Sudarta guru SMKN 5 Sidrap menghadapi kasus baru.

Setelah jadi korban penganiayaan orang tua siswa, ia kini dilaporkan balik ke Polres Sidrap.

Ia dilaporkan kasus dugaan penganiayaan anak di bawah umur terhadap salah satu siswanya.

"Terlapor Sudarta tentang dugaan terjadinya tindak pidana penganiayaan anak di bawah umur," demikian bunyi salinan surat Polres Sidrap yang diterima Tribun Timur Jumat (4/2/2022).

Surat ditandatangani oleh Kasat Reskrim AKP Arham Gusdiar.

Pelapornya disebutkan bernama Syawal Aidil Musakkir.

Tribun Timur mencoba mengonfirmasi kebenaran surat itu kepada Polres Sidrap. Namun polisi beralasan baru mau mengeceknya.

"Saya cek dulu ya Pak," kata AKP Arham saat dihubungi Tribun Timur Jumat (4/2/2022).

Sebelumnya diberitakan, Sudarta mengungkapkan dikeroyok oleh sejumlah orang tua siswa, pada Selasa (25/1/2022) lalu. 

Bahkan, menurut korban, orang tua siswa itu membawa senjata tajam parang ke sekolah.

Sudarta telah melaporkan kasusnya ke Polres Sidrap di hari tersebut.

Ia menceritakan, kejadiannya bermula saat tiga orang tua siswa ingin bertemu dengan kepala sekolah. Tapi saat itu, ketiganya diminta untuk menunggu lantaran kepala sekolah sedang ada aktivitas. 

Tak lama kemudian, orang tua lainnya datang dan langsung meneriaki Sudarta. 

"Ini mi guru yang pukul anakku," kata Sudarta menirukan pernyataan salah seorang orang tua siswa saat itu. 

Bersamaan dengan itu, Sudarta pun langsung menerima sejumlah pukulan dari ketiga orang tua siswa. Sudarta hanya bisa menahan pukulan demi pukulan yang dilayangkan oleh ketiga orang tua siswa. 

"Orang tua siswa itu merasa, saya pernah memukul anaknya. Padahal, saya tidak pernah pukul anaknya ataupun siswa lain. Kalaupun saya beri sanksi, tapi masih dalam koridor mendidik," jelas Sudarta. Ia berharap, pihak kepolisian yang menangani kasus ini untuk bertindak secara profesional dan lebih progresif. 

"Ini bukan soal saya pribadi, tapi tentang marwah pendidikan dan pendidik. Saya cuma tidak mau kalau ada guru di luar sana yang diperlakukan seperti ini lagi," pungkasnya.

Kronologi Versi Polisi

Dalam press rilis Polres Sidrap, pelaku disebutkan menganiaya Sudarta dengan tangan kosong.

Pelaku disebutkan menarik baju serta memukul kepalan tangan.

"Terduga pelaku langsung memukul korban di bagian kepala sebelah kanan menggunakan kepalan tangan," kata Kasat Reskrim Polres Sidrap, AKP Arham Gusdiar dalam press rilisnya.

Tidak sendiri, terduga pelaku dibantu temannya yang juga sudah menunggu di parkiran.

"Saat itu juga, teman terduga pelaku ini datang dari belakang dan memukul kepala bagian belakang korban," ujarnya.

Motifnya disebutkan Johan tersulut emosi karena anaknya dianiaya oleh Sudarta.

PGRI Sulsel Serukan Perlindungan Hukum Guru

Ketua Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulsel, Prof Dr Hasnawi Haris MHum mengatakan, perlindungan hukum bagi guru belum berjalan optimal hingga ke daerah-daerah.

Guru-guru yang melakukan pendidikan karakter terhadap siswanya kadangkala berujung pada kasus hukum.

Prof Hasnawi itu mengingatkan penandatanganan naskah kerja sama (MoU) antara Kapolri Jenderal Tito Karnawan dengan PGRI pada tahun 2017 lalu.

Naskah kerja sama itu berisi tentang perlindungan hukum bagi para guru.

"Saya lihat ini yang tidak berjalan," kata Prof Hasnawi di Redaksi Tribun Timur, Jumat (28/2/2020).

"MoU itu diharapkan diikuti ke tingkat Kapolda dan PGRI Provinsi. Yang jadi masalah MoU itu berhenti sampai di situ," sambungnya.

Prof Hasnawi menyampaikan, pihaknya telah menggodok Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) menindaklanjuti perlunya perlindungan hukum bagi guru."Baru-baru ini kami diberi amanah menggodok Ranperda. Naskah akademiknya sudah jalan, Perda perlindungan guru dan siswa," terangnya.

Prof Hasnawi turut memasukkan perlindungan bagi siswa. Sebab, ia menilai ada pola pikir masyarakat yang keliru selama ini.

Menurutnya, seakan-akan kalau ada perlindungan guru, seakan-akan siswa tidak.

"Perda ini coba meramu. Yang menjadi problem masuknya muatan UU anak, tidak bisa ketemu dengan guru," paparnya.

Ia melanjutkan, perda tersebut dibuat karena Mou perlindungan hukum guru antara Kapolri dan PGRI dinilai belum efektif selama ini.

"Jadi kami mencoba masukkan perlindungan guru dan siswa," terang pria asal Soppeng tersebut.

Prof Hasnawi melanjutkan, PGRI Sulsel ke depan akan berupaya memberi edukasi kepada masyarakat.

Perda perlindungan guru dan siswa nantinya akan melibatkan banyak pihak.

Antara lain kepolisian, jaksa, tokoh masyarakat, maupun berbagai unsur lainnya.

Ia memberi perumpamaan Gakkumdu dalam tindak pidana pelanggaran Pemilu.

Perlindungan hukum guru dan siswa nantinya dibahas oleh lembaga itu.

"Seperti gakumdu, di lembaga ini dulu diselesaikan. Target kita kalau ini jadi, bisa mengedukasi masyarakat," tandasnya. (*)

 
 
 

Berita Terkini