Teropong

Pil…….

Editor: Sudirman
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dosen Ilmu Komunikasi Unhas, Abdul Gafar

Abdul Gafar

Dosen Ilmu Komunikasi Unhas Makassar

Kata ini jika dilihat berdiri sendiri dapat member dampak bagi manusia yang mengonsumsinya.

Boleh jadi memberi manfaat positif atau sebaliknya negatif.

Orang yang menderita sakit dapat tersembuhkan akibat diberi pil oleh petugas kesehatan yang berkompeten.

Sementara orang yang ingin lepas dari penderitaan hidup yang menderanya, dapat menggunakan pil beracun.

Atau setidak-tidaknya pil penenang yang membuat hatinya riang gembira menghadapi kesusahan.

Gara-gara pil, orang dapat bertengkar satu dengan lainnya. Tidak saja bentrok fisik, tetapi malah sampai rela menyabung nyawa.

Ada cerita teman penulis yang berdagang pil (sabu-sabu) hingga menghasilkan uang dalam jumlah yang cukup menggiurkan. Cukup lama ia menikmati kesenangan itu. Namun nasib akhirnya berkata lain.

Karena perbuatannya itu, ia sempat mendekam di balik jeruji besi hingga bertahun-tahun. Ludes barang-barang yang pernah dimilikinya dari hasil dagang pil.

Dalam sebuah rumah tangga, terkadang dihantam badai perpecahan akibat kehadiran pil (pria idaman liar).

Sebagai biasanya muncul juga wil (wanita idaman liar).

Inilah dunia yang serba berpasangan-pasangan. Ada hitam, ada bukan hitam.

Ada siang, ada malam. Ada terang, ada gelap. Ada koruptor karena ada yang dapat dikorupsi. Hahaha….. lengkap kehidupan ini.

Untuk memberi terang benderang tentang pil, akan kita tambahkan beberapa huruf hingga terbentuklah pileg, pilkada , pilwalkot, pilgub, pilpres hingga pil-pil lainnya.

Semuanya ini akan memberi pengaruh dalam perjalanan bangsa dan negara ke depan.

Kesalahan dalam memilih dan menetapkan pilihan berimplikasi luas di dalam masyarakat bangsa ini.

Ketika yang terpilih telah ditetapkan berdasarkan peraturan dan perundang-undangan, biasanya mudah melupakan orang yang telah memilihnya.

Sebagai missal anggota parlemen apapun tingkatannya, mulai lupa janji yang pernah dikampanyekan. Komitmen mudah goyah demi memperjuangkan diri dan kelompoknya.

Begitu pula dengan bupati, walikota, gubernur bahkan hingga presiden terkadang mudah tergelincir dengan apa yang pernah dijanjikan. Jika orang Sulawesi Selatan tempo doeloe mengatakan sikap ‘taro ada, taro gau’.

‘Apa nakana, ia nagaukang’. Bukan lain di mulut lain di hati. Seorang pejabat yang dilantik biasanya berjanji atau bersumpah akan melaksanan tugas, tanggung jawab, dan kewajibannya sesuai undang-undang.

Eh, ternyata dalam perjalanan pengabdiannya terlibat kasus korupsi, kolusi dan nepotisme.

Jabatan memang penuh risiko dibarengi jaminan kesejahteraan yang setimpal.

Negara menanggung kebutuhan seorang pejabat, mulai dari ujung kaki hingga ujung rambut. Mulai dari bangun tidur hingga tidur dan bangun kembali. Enak kan ?

Karena itulah hingga banyak orang mengejarnya dengan cara apa pun. Segala daya, dana dan upaya dilakukan demi status sebagai pejabat.

Bahkan kata orang dengan “cara tipu-tipu” juga dihalalkan demi kemenangan.

Beberapa hari lalu, kampus terbesar di kawasan Timur Indonesia – Universitas Hasanuddin- dilakukan pemilihan jabatan 01 yakni rektor.

Rangkaian panjang dari 8 bakal calon hingga mengerucut 3 calon rektor Prof Jamaluddin, Prof. Budu, dan Prof. Farida berisi harapan dari civitas akademikanya.

Suara Majelis Wali Amanat (16) ditambah suara Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Indonesia (9) telah memilih Prof. Dr. Ir. Jamaluddin Jompa, MSc sebagai Rektor Unhas periode 2022-2026.

Prof. Jamaluddin (11 suara), disusul Prof. Budu (9 suara), dan Prof. Farida (5 suara).

Unhas akan mencatatkan dengan tinta emas pemilihan rektor pertama di Indonesia seandainya dilakukan secara terbuka.

Menteri dan anggota MWA menyampaikan secara langsung dan terbuka siapa yang didukungnya. Ini hanya seandainya. Sekali lagi hanya seandainya. Berani ? Ah, tidak !!!

Berita Terkini