TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Anti Corruption Committee (ACC) Sulawesi, menilai tuntutan enam tahun penjara ke terdakwa kasus dugaan suap dan gratifikasi Gubernur Sulsel non aktif, Nurdin Abdullah sangat ringan.
"Apabila melihat ancaman pidana pada pasal yang didakwakan yaitu minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun. Tuntutan 6 tahun hanya 1/3 dari ancaman pidananya," tulis ACC dalam keterangan resminya yang dikirim peneliti, Anggareksa, Senin (15/11/2021) malam.
Terlebih jika dibandingkan dengan beberapa kasus-kasus suap dan gratifikasi yang melibatkan gubernur sebelumnya.
Seperti mantan Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, dengan tuntutan 10 tahun (denda Rp 500 juta, dan subsider 6 bulan kurungan).
Mantan gubernur Bengkulu, Ridwan Mukti, dengan tuntutan 10 tahun (denda Rp400 juta atau subsider 4 bulan kurungan),
Mantan Gubernur Jambi, Zumi Zola dengan tuntutan 8 tahun penjara (denda 1 miliar subsider 6 bulan kurungan).
"Tuntutan terhadap Nurdin Abdullah sangat ringan," tulisnya.
Ringannya tuntutan terhadap Nurdin Abdullah, menunjukan KPK tidak melihat konteks tindak pidana korupsi yang melibatkan Nurdin Abdullah sebagai rangkaian dari korupsi yang hidup akibat sistem politik (political corruption).
Dimana hal itu dianggap memiliki relasi dengan pembiayaan politik, pra dan pasca Pilgub Sulsel tahun 2018.
Salah satunya dengan mengambil keuntungan (gratifikasi dan suap) dalam pembiayaan sejumlah proyek infrastruktur yang dikerjakan oleh swasta.
Swasta itu juga dianggap merupakan bagian dari oligarki lokal dimana Nurdin sebagai ‘intelektual dader’ nya.
Korupsi politik mempunyai dampak besar karena selain merusak tatanan sosial, ekonomi juga merusak sistem politik.
Pembiayaan politik yang mahal secara continu melahirkan dampak korupsi politik dalam skala massif.
"Khusus Sulsel sendiri, kasus ini mestinya menjadi momen baik untuk mengevaluasi pembiayaan dan pengerjaan proyek infrastruktur yang transparan dan akuntabel, sekaligus mendorong partisipasi masyarakat dalam pengawasannya," tulisnya.
Sebelumnya diberitakan, Terdakwa penerima suap dan gratifikasi sekaligus Gubernur Sulsel nonaktif, Nurdin Abdullah dituntut 6 tahun penjara.
JPU KPK, Zainal Abidin membacakan surat tuntutan.
"Kami penuntut umum menuntut agar majelis hakim menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Nurdin Abdullah dengan pidana penjara selama 6 tahun dan pidana denda Rp500 juta," katanya dalam sidang.
"Dengan ketentuan, apabila denda tersebut tidak dibayar, akan diganti pidana kurungan selama 6 bulan," sambung Zaenal Abidin.
Lalu, masa kurungan dikurangi seluruhnya masa tahanan. Dan meminta terdakwa tetap di dalam tahanan.
Tidak sampai di situ, KPK juga menuntut Nurdin abdullah dengan pidana tambahan.
"Membayar uang pengganti sebanyak Rp3,187 miliar dan 350 ribu SGD," kata Zainal.
"Dengan ketentuan, bila tidak membayar uang penganti selama 1 bulan setelah keputusan memperoleh kekuatan hukum tetap, maka harta bendanya dapat disita kejaksaan dan dilelang untuk memenuhi uang pengganti," jelasnya.
Bila harta benda terdakwa tidak mencukupi membayar uang penganti.
"Maka dijatuhi pidana selama 1 tahun," ujar Zainal.
Masih ada lagi hukuman tambahan.
"Pencabutan hak dipilih, dalam jabatan publik selama 5 tahun. Terhitung sejak terdakwa menjalani pidana," sambungnya.
"Lalu barang bukti nomor 1 sampai barang bukti nomor 253 dikembalikan kepada JPU untuk dipergunakan perkara lain atas nama Edy Rahmat," jelasnya.
Dan terakhir Terdakwa NA, dibebani membayar biaya perkara Rp7.500.(TRIBUN-TIMUR/MUSLIMIN EMBA).