TRIBUN-TIMUR.COM - Mantan anggota DPR asal Sulawesi Selatan, Akbar Faizal ikut bersuara atas polemik Rektor UI rangkap jabatan jadi Komisaris BUMN.
Politisi Nasdem ini mendesak agar akademisi memberikan contoh yang baik bagi masyarakat.
Dalam akun twitternya, Akbar Faizal meminta Prof Ari Kuncoro memilih jadi Rektor UI atau komisaris BUMN.
Yth: @univ_indonesia Prof Ari Kuncoro, lepaskan salah satunya: rektor atau komisaris BUMN. Bantu bangsa ini mengembalikan kewarasan bangsa yang seharsnya menjadi concern Anda. Soal PP yang jadi pijakan Anda, biar menjadi urusan yg menerbitkannya. #alumnitakmabukjabatan
Pada twit lainnya, Akbar juga menyindir UI dengan mencotohkan universitas terkemuka dunia yang banyak melahirkan tokoh dunia dan ratusa pemenang nobel yang tidak silau dengan jabatan pemerintah. Mereka gelisah hanya untuk menciptakan pengatur dunia.
Harvard disiplin pd keilmuan lahirkan 161 Nobel Prize dan 8 presiden USA plus tokoh dunia lainnya. MIT 95 Nobel, Stanford 17 Nobel, Oxford 72 Nobel, Cambridge 121 Nobel. Rektornya tak gelisah menjadi komisaris atau menteri. Mrk gelisah mencetak pengatur dunia.@univ_indonesia.
Sebelumnya, Kepala Badan Komunikasi Strategis DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra menilai, aturan revisi yang dilakukan Jokowi justru merusak kredibilitas UI.
"Kalau aturan bisa disesuaikan dengan selera penguasa, akan menjadi negeri apa kita? Kalau kampus seharusnya menjadi benteng terakhir terkait integritas dan kredibilitas, kali ini Universitas Indonesia malah seakan dirusak kredibilitasnya oleh aturan ini," kata Herzaky, kepada wartawan, Rabu (21/7/2021).
"Apakah ini disengaja? Agar masyarakat mencemooh Rektor UI dan institusi UI? Agar tiap peringatan moral, analisis kritis dari UI dan alumninya menjadi tumpul? Karena ternyata pemimpin tertinggi di kampusnya seakan maruk jabatan? Padahal, tiap komisaris dan direksi BUMN, seharusnya diseleksi ketat," imbuhnya.
Herzaky mempertanyakan bagaimana bisa ada seorang rektor menjadi komisaris BUMN.
Padahal, menurutnya Menteri BUMN Erick Thohir merupakan anggota Majelis Wali Amanat (MWA) Universitas Indonesia (UI).
"Segera Menteri BUMN untuk bersaran kepada presiden. Kecuali etika dan moral tak lagi penting di negeri ini," ucap Herzaky.
Selain itu, Partai Demokrat mempertanyakan mengapa Jokowi mengambil keputusan ini di tengah pandemi Covid-19.
Menurut Herzaky, lebih baik pemerintah fokus pada penanganan pandemi.
"Pertanyaan lanjutan, momen yang dipilih Presiden Jokowi dalam merevisi Statuta UI sehingga Rektor UI diperbolehkan rangkap jabatan. Mengapa di saat kegelisahan rakyat memuncak terkait situasi pandemi terkini? Apakah memang perubahan statuta UI ini menjadi prioritas?," pungkasnya.
Arteria Dahlan: Yang bersangkutan harusnya mundur aja jadi rektor
Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan menilai Rektor Univeristas Indonesia (UI) Ari Kuncoro semestinya mundur dari jabatannya karena rangkap jabatan sebagai wakil komisaris utama Bank Rakyat Indonesia (BRI).
Menurut Arteria, sebagai orang nomor satu di UI, Ari semestinya fokus pada jabatannya itu yang membutuhkan perhatian penuh tanpa diganggu oleh kesibukan di tempat lain.
"Yang bersangkutan harusnya mundur aja jadi rektor kalau punya keinginan lain. Ngurusin UI saja kalau benar-benar diurus itu waktunya sangat kurang, apalagi kalau harus berbagi perhatian walau jadi komisaris sekalipun," kata Arteria dalam keterangan tertulis, Rabu (21/7/2021).
Politikus PDI Perjuangan itu pun menilai tindakan Ari yang menerima rangkap jabatan sebagai komisaris Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai hal yang memalukan dan tidak sesuai dengan nilai-nilai UI.
"Masa iya sih dia itu Presiden Republik UI, posisi politik yang sangat tinggi, kok masih mau ambil jabatan komisaris BUMN yang notabene anak buah seorang menteri. Saya sih merasa terlecehkan," ujar dia.
Kritikan pertama datang dari Anggota DPR RI Fraksi PKS, Mardani Ali Sera.
Mardani mengatakan, aturan yang mengizinkan rangkap jabatan ini harus dikecam dan digugat.
"PP yang membolehkan selain direksi menurut saya satu transaksi kekuasaaan yang harus dikecam dan digugat," kata Mardani kepada Tribunnews, Rabu (21/7/2021).
Menurutnya, revisi statuta UI ini sangat menyedihkan.
Sebab, lanjut Mardani, sebuah lembaga negara institusi harus tunduk pada kepentingan pribadi.
"Ini sangat menyedihkan. Institusi harus tunduk pada kepentingan pribadi."
"Mengurus UI yang besar dan jadi tumpuan negara mencerdaskan kehidupan bangsa saja sudah amanah besar, perlu waktu sepenuhnya."
"Begitu juga mengurus BUMN dan BUMD dan lain-lain," ucap Mardani.
Sementara itu, kritikan keras juga dilontarkan oleh anggota DPR RI Fraksi Gerindra, yang juga lulusan UI.
Melalui akun Twitter-nya, @Fadlizon, Rabu (21/7/2021), ia menyebut revisi statuta UI ini sangat memalukan.
"Sungguh memalukan, statuta UI diubah untuk melegitimasi jabatan komisaris BUMN," tulis Fadli Zon.
Fadli Zon menilai, keputusan merevisi Statuta UI itu akan membabat habis kepercayaan masyarakat.
"Kepercayaan masyarakat rontok baik pada dunia akademik maupun kekuasaan," tulisnya.
"Saya masih berharap, P @jokowi tak sempat baca apa yang ditandatangani," ungkap Fadli Zon.
Diketahui sebelumnya, nama Rektor UI Ari Kuncoro sempat menjadi sorotan saat kasus pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Indonesia (BEM UI) yang mengunggah soal Jokowi: The King of Lip Service pada 27 Juni lalu.
Rektorat UI lalu memanggil pengurus BEM UI. Pemanggilan tersebut dinilai berlebihan.
Aktivis Indonesia Corruption Watch (ICW) Donal Fariz kemudian mengungkapkan, Arif Kuncoro ternyata rangkap jabatan sebagai Wakil Komisaris Bank BUMN, BRI.
"Rektor UI, Prof Ari Kuncoro itu Wakil Komisaris Utama BRI. Sebelumnya Komut BNI. Jadi paham kan kenapa pimpinan UI itu sangat sensitif dengan isu yg berkaitan dengan penguasa ? @BEMUI_Official tetaplah tegak #BEMUI," tulis Donal.
(Tribun Timur / Tribunnews.com )