TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Aksi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Indonesia mendapat perhatian publik.
Lewat postingannya di twitter, akun @bemui_official membuat meme gambar presiden Joko Widodo dengan memberi gelar Jokowi sebagai The King of Lip Service.
Postingan itu diunggah sebagai bentuk peringatan bahwa banyak janji-janji presiden yang tidak ditepati.
“Jokowi kerap kali mengumbar janji manisnya, tetapi realitanya sering kali juga tidak selaras.”
“Katanya begini, faktanya begitu. Mulai dari rindu didemo, revisi UU ITE, penguatan KPK, dan rentetan janji lainnya,” tulisnya di akun tersebut.
Bukan hanya sekali, aktivis mahasiswa di kampus kuning ini beberapa kali viral dengan gayanya menyampaikan aspirasi yang berbeda.
Misalnya, aksi yang dilakukan oleh Zadit Taqwa yang memberikan kartu kuning kepada Jokowi pada 2018 lalu.
Ditambah lagi dengan pelesetan DPR dari Dewan Perwakilan Rakyat jadi Dewan Penghianat Rakyat.
Sebelum kritikan BEM UI viral di jagat maya, BEM Universitas Gajah Mada (UGM) juga pernah mengkritik Jokowi di hari ulang tahunnya pada 21 Juni lalu
BEM UGM lewat instagramnya @bemkm_ugm engunggah poster bertuliskan "Sugeng Ambal Warsa (selamat ulang tahun) Bapak Presiden Orde (paling) baru," dikutip pada Selasa (29/6/2021).
Pola penyampaian aspirasi yang dilakukan oleh mahasiswa UI dan UGM ini unik dan beda dari yang lain.
Seperti disampaikan oleh Ketua BEM Universitas Hasanuddin Imam Mobilingo, mengatakan pola yang dilakukan BEM UI dan UGM sangat kreatif dengan memanfaatkan sosial media.
BEM Unhas juga acap kali menggunakan metode itu untuk menggaungkan isu agar sampai ke masyarakat dan juga pihak pemangku jabatan
Diekspresikan dengan banyak hal seperti poster unik, ataupun video.
"Dalam managemen aksi kita mengenal namanya propaganda, tentu tujuan dari Propaganda itu adalah bagaimana pesan yang ingin di sampaikan dapat tersampaikan kepada banyak orang," ucapnya.
Meski begitu, Imam mengaku akan mengunakan metode atau konsep yang berbeda dari UGM dan UI.
Sejauh ini aksi unjuk rasa turun ke jalan masih dilakukan oleh aktivis mahasiswa di Makassar, khususnya Unhas.
Turun ke jalan dengan membakar ban baginya adalah terakhir dalam berdemonstrasi, apalagi jika aspirasinya tidak didengar baik oleh sang pemangku jabatan.
“Untuk bertemu stakeholder apabila kesepakatan tidak terbangun pasti hasil akhirnya akan turun ke jalan,” ujarnya.
Terpisah, Presiden BEM Universitas Alauddin Makassar, Isra Abdi Syamsu, menilai, julukan 'The King of Lip Service' untuk Presiden Jokowi merepresentasikan ketidakpuasan masyarakat selama jokowi menjabat.
"Ini bukan bermaksud menghina bapak presiden tetapi sebagai pengingat bahwa rakyat tidak butuh janji tapi bukti," ujarnya.
Isra mengaku, belum membicarakan lebih jauh mengenai gaya pola kritik lain untuk pemerintah.
Artinya, eksekutif mahasiswa UINAM masih menggunakan pola lama (bakar ban) dalam menyampaikan aspirasi.
"Tetapi apa yang dilakukan oleh bem UI dan bem UGM menjadi referensi baru dalam mengkritik pemerintah melalui dunia maya,"
Sementara itu, Pengurus Besar (PB) Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Hasan Basri Baso mengatakan turun ke jalan dengan membakar baik menjadi pilihan terakhir dalam berdemonstrasi.
“Ada beberapa tahapan sebelumnya yang dilakukan mulai dari mengkonsumsi isu dengan baik, mewacanakan di media, mengirim surat dialog kepada pemangku jabatan,” ucapnya.
Hasan menjelaskan, aksi turun ke jalan dan bakar ban dalam titik tertentu memang harus dilakukan. Guna menegur pemerintah yang tidak mendengar aspirasi rakyatnya.
Namun miris juga melihat kondisi mahasiswa maupun gerakan mahasiswa lainnya yang tidak lagi gencar mengkritisi kebijakan pemerintah.
“Banyak teman-teman yang dibenturkan bahwa berdemonstrasi itu adalah hal yang tidak modern lagi,” sebutnya.
Era disrupsi ditambah lagi pandemi covid-19 menurutnya seakan mematikan gerakan mahasiswa, sehingga mereka tak lagi terbiasa untuk tajam terhadap kewenangan yang tak pro rakyat.
Ia mengaku, era disrupsi saat ini membuat mahasiswa terlena. Banyak kebijakan pemerintah yang lewat tanpa ada riak-riak atau gerakan perlawanan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun Tribun-timur.com, BEM Universitas di beberapa kampus di Makassar tak lagi aktif, seperti BEM UNM, BEM UMI, dan BEM UNIFA.
Lanjut Hasan, ia mengapresiasi keberanian yang dilakukan BEM UI. Menurutnya, ini moment langka dan menyita perhatian publik.
“Pola BEM UI bisa jadi stimulus bagi aktivis mahasiswa agar kembali melakukan tugas dan fungsinya sebagai corong masyarakat,” tuturnya. (*)