TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Eks Sekretaris Dinas PUPR Sulsel, Edy Rahmat, mengungkapkan jika dia pernah menyerahkan uang kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Hal ini diungkapkannya saat menjadi saksi pada sidang pemeriksaan saksi keempat kasus Agung Sucipto, di Ruang Sidang Utama, Prof Harifin A. Tumpa, Pengadilan Negeri Makassar, Kamis (17/6/2021).
Salah satu pengacara Agung Sucipto, Nursal bertanya kepada Edy, terkait uang Rp 330 juta.
"Apakah uang itu untuk Nurdin Abdullah, atau keperluan pribadi sendiri," kata Nursal kepada Edy.
Edy pun membantah, dan mengatakan uang itu untuk BPK.
Mendengar hal itu, Hakim Ketua, Ibrahim Palino mempertegas pernyataan tersebut.
"Uang Rp 330 juta diberikan untuk pegawai BPK atas nama Nilam," ungkap Edy.
Lanjut Edy, ia mengaku tidak mungkin berani bertindak tanpa ada perintah dari pimpinan.
"Demi Allah dunia akhirat, saya tidak mungkin melakukan kalau tidak disuruh pimpinan (Nurdin Abdullah)," pungkasnya.
Diketahui, ada 7 saksi yang seharusnya hadir dalam sidang kali ini.
Namun, hanya 6 yang hadir, yaitu Sekertaris Dinas PUPR Provinsi Sulsel, Edy Rahmat, juga merupakan tersangka kasus suap NA, yang hadir melalui zoom di Rutan K4, Kuningan Gedung KPK
Sementara enam saksi lainnya, yaitu Harry Syamsuddin selaku Komisari PT Karya Nugraha, Abd. Rahman selaku Direktur PT Karya Nugraha, Irfandi selaku sopir Edy Rahmat, Hikmawati selaku istri Edy Rahmat, Mega Putra Pratama pekerja swasta.
Sementara sopir Agung Sucipto atas nama Nuryadi tidak hadir dalam sidang ini.
Sidang dipimpin oleh Hakin Ketua Ibrahim Palino, didampingi dua Hakim Anggota, yaitu M. Yusuf Karim, dan Arif Agus Nindito.
Sementara ada tiga JPU yang hadir, yaitu Zainal Abidin, Ronald Worontikan, Andri Lesmana.
Agung Sucipto sendiri hadir melalui Zoom di Lapas Klas I Makassar, dengan di dampingi tiga penasehat hukumnya, yaitu, M. Nursal, Denny Kaliwang, dan Bambang.
Agung Sucipto di dakwa pasal berlapis, sebab dianggap telah melanggar pasal 5 ayat (1) huruf a UU Tipikor atau Pasal 5 ayat (1) huruf b.
Kemudian dilapis atau dialternatifkan dengan pasal 13 UU Tipikor Jo Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHPidana jo Pasal 64 ayat (1) KUHPidana.
Sementara, Nurdin Abdullah dan Edy Rahmat selaku Sekertaris PUPR Provinsi Sulsel, diduga menerima suap dan gratifikasi dengan nilai total Rp 5,4 miliar.
Alasannya, agar Agung Sucipto dipilih untuk menggarap proyek di Sulsel untuk tahun anggaran 2021.
Atas perbuatannya, Nurdin dan Edy dijerat Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.