Tribun Wiki

Mengenal Komunitas Masyarakat Rampi, Masih Beraktivitas Dibawah Hukum Adat Tradisional

Penulis: Chalik Mawardi
Editor: Hasriyani Latif
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Suaib Mansur (kiri) main takraw dengan warga Desa Tedeboe, Kecamatan Rampi

TRIBUNLUTRA.COM, RAMPI - Rampi merupakan sebuah kecamatan terpencil di pegunungan Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan.

Kecamatan Rampi terdiri dari enam desa.

Desa Dodolo, Desa Leboni, Desa Onondowa, Desa Rampi, Desa Sulaku, dan Desa Tedeboe.

Sampai saat ini, komunitas masyarakat Rampi masih beraktivitas di bawah hukum adat tradisional Rampi atau Ada’ Woi’ Rampi, yang berarti adat budaya Tanah Rampi.

Seperti yang dijelaskan pada buku Rumah Peradaban Seko dan Rampi diterbitkan Balai Arkeologi Sulsel Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dikutip TribunLutra.com, Kamis (3/6/2021).

Aturan tentang aktivitas kehidupan masih sangat dipegang teguh oleh para ketua adat dan diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.

Beberapa data sejarah menyebutkan bahwa komunitas adat ini memiliki aturan tentang kepemilikan dan batas-batas wilayah.

Disertai dengan jenis pelanggaran dan dendanya, aturan tentang pemanfaatan hasil hutan, aturan tentang tata cara bercocok tanam, panen, dan waktu pelaksanaannya.

Aturan tentang pembukaan lahan baru pertanian, aturan tentang perkawinan dan perceraian, aturan dan denda terhadap pelanggaran.

Tentang kekerasan dan perkelahian, pembunuhan, pemerkosaan, pencurian, perjudian, fitnah dan hasut, aturan tentang hak waris, aturan tentang kelahiran dan kematian.

Serta aturan tentang seni dan budaya (termasuk di dalamnya alat musik, tari-tarian, seni bela diri), aturan-aturan adat ini masih dipertahankan sampai saat ini.

Adapun pemimpin yang dipercayakan sebagai ketua adat adalah salah seorang keturunan langsung dan masih memiliki darah murni.

Ketua adat yang dalam bahasa budaya Rampi disebut sebagai Tekei Tongko berperan menjalankan dan menerapkan aturan adat ini.

Seorang Tekei Tongko dibantu oleh sebelas orang dewan adat yang masing-masing memiliki peran dan wewenang tersendiri dalam menerapkan aturan adat ini.

Penggunaan wewenang ini tentunya dengan restu dan izin dari Tekei Tongko sebagai Ketua Adat Wilayah Rampi.

Susunan dewan adat Rampi:

1. Tekei Bola : Ketua Adat masing-masing Desa di Rampi

2. Balolae’ : Pengawal Tekei

3. Kabilaha : Hakim yang memutuskan sanksi adat

4. Tadulako : Panglima Perang

5. Peko Alo : Pemberi Informasi (berita)

6. Towolia : Tabib (Dukun)

7. Toponolulu’ : Pemimpin Religi

8. Pantua : Bendahara Adat

9. Pongkalu : Kepala Kelompok Tani

10. Pobeloi : Ketua adat Kehutanan

11. Timoko’ : Ketua adat Peternakan

Bentuk seni tradisional yang masih dipertahankan oleh komunitas adat ini antara lain Dengki’, Dulua, dan Raigo.

Bentuk kesenian tradisonal ini masih dilaksanakan sampai saat ini dan dilaksanakan pada waktu-waktu tertentu berkaitan dengan upacara adat yang dilaksanakan.

Puncak perkembangan sejarah kebudayaan Rampi tampaknya berada pada masa pendirian bangunan megalitik dan pemujaan arwah leluhur.

Hal ini terlihat dari ditemukannya sebaran peninggalan budaya megalitik di sepanjang wilayah budaya Rampi.

Selain temuan berupa arca menhir, pada beberapa situs juga ditemukan sebaran fragmen gerabah bahkan ditemukan pula sebaran artefak batu dan manik-manik di beberapa situs yang disurvei.

Hal penting yang menjadi perhatian adalah masih ditemukannya beberapa tradisi berlanjut yang masih dilakukan oleh masyarakat, sebagai contoh yaitu pembuatan pakaian dari kulit kayu yang menggunakan peralatan dari alat batu (batu ike).(*)

Berita Terkini