TRIBUN-TIMUR.COM - Penyebab Menteri PUPR era Jokowi Basuki Hadimuljono marah soal banjir Jakarta, sifat Anies Baswedan diungkap.
Banjir tahunan kembali melanda Jakarta pada pekan ini.
Persoalan banjir di ibu kota negara belum mampu diatasi oleh siapa pun yang menjadi gubernur.
Bahkan, gubernur periode saat ini, Anies Baswedan yang sempat diandalkan untuk mampu mengatasi banjir di Jakarta sebagaimana janji kampanyenya, ternyata tak terbukti.
Ada apa dengan Anies Baswedan?
Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto mengungkap Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, Basuki Hadimuljono sempat marah-marah karena sulit bekerja sama dengan Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan untuk menangani banjir Jakarta.
"Pak Basuki, Menteri PU pun sampai marah-marah karena betapa sulitnya bekerja sama dengan pemimpin DKI tersebut,” ungkap Hasto mengatakan.
Hal itu disampaikannya sebelum memulai acara Program Gerakan Penghijauan dan Bersih-bersih Daerah Aliran Sungai (DAS), Cinta Ciliwung Bersih, di Waduk Cincin, Jakarta Utara, Minggu (21/2/2021).
Karena menurut Hasto, banjir sangat merugikan warga.
Dia pun bisa merasakan bagaimana kerugian warga yang terdampak banjir.
Pasalnya, kediaman Hasto di Villa Taman Kartini, Bekasi, Jawa Barat pun ikut kebanjiran.
Ini sudah tahun ketiga dia merasakan kebanjiran.
“Selain lumpur di mana-mana, barang rusak, yang paling membuat khawatir adalah ular sering terbawa. Selain itu kecoa ada dimana-mana. Tempat menjadi terasa kumuh dan tentu saja ancaman penyakit," ucap Hasto.
"Jadi saya bisa merasakan betapa susahnya warga Jakarta yang sering terdampak banjir," imbuhnya mengatakan.
Oleh karena itu, wajar jika dirinya mengkritik Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan soal penanganan banjir.
"Kalau saya mengkritik Pak Anies, itu karena bagian tanggung jawab pemimpin guna mengantisipasi banjir," tukasnya.
Sebelumnya, Hasto mengkritik Anies mengenai banjir Jakarta yang dinilai makin parah pada tahun ini.
"Kalau bicara banjir Jakarta, karena asumsi yang salah bahwa air itu akan masuk ke bumi," kata Hasto dalam diskusi virtual bertajuk Politik Hijau PDIP di akun YouTube PDIP, Sabtu (20/2/2021).
Asumsi itu pernah dikatakan oleh Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan saat kampanye Pilgub DKI lalu terkait penanganan banjir Jakarta.
Saat itu Anies mengatakan, penanganan banjir Jakarta harus dilakukan dengan memastikan air meresap ke dalam tanah, bukan mengalirkan air ke laut.
Menurut Hasto, penanganan banjir di Jakarta dikarenakan persoalan manajemen, tata ruang, dan keberanian mengambil keputusan.
Solusi hentikan banjir Jakarta
Banjir di Jakarta masih terjadi setiap tahun.
Baru-baru ini hujan yang mengguyur Jakarta cukup lama sejak Kamis (18/2/2021) malam hingga Jumat (19/2/2021) membuat banjir kembali terjadi.
Berbagai upaya telah dilakukan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
Akan tetapi bagaimana solusinya?
Akankah banjir di Jakarta bisa disudahi?
Ahli hidrologi Universitas Gadjah Mada ( UGM ) Pramono Hadi menjelaskan, permasalahan banjir Jakarta memang belum tuntas dan butuh proses.
Kendati demikian, ia mengapresiasi tindakan Pemprov DKI Jakarta terkait proyek sumur resapan atau sumur tampungan.
Karena di Jakarta karakteristik tanahnya kebanyakan clay, sehingga disebut sumur tampungan atau storage.
"Pemerintah provinsi mengadakan proyek sumur resapan ada sekian ribu yang dibangun. Itu sudah bagus," katanya kepada Kompas.com, Jumat (19/2/2021).
Lantaran hujan yang ekstrem dan jumlah sumurnya masih terbatas, hal itu menurutnya belum bisa dilihat hasilnya.
Pramono menegaskan perlunya koordinasi semua pihak untuk menyelesaikan banjir Jakarta.
"Edukasi kepada masyarakat perlu dilakukan. Seperti saat ada penggusuran, bukan semata-mata ganti rugi, tapi juga diedukasi supaya tidak terjadi banjir yang lebih parah atau lebih memakan banyak korban," katanya.
Edukasi merupakan hal hang penting menurut Pramono.
Contoh lainnya, edukasi perlu diberikan pada warga Jakarta yang rumahnya tidak terdampak banjir.
Meski rumah mereka tidak terdampak, bukan berarti mereka bisa mengabaikan banjir, karena rumah yang mereka bangun juga akan menghambat air meresap dan memperparah banjir.
Menurut Pramono mereka juga sebaiknya membangun sumur resapan atau sumur tampungan.
"Kalau ini akumulasi dari sekian juta orang atau sekian ribu rumah kan menjadi signifikan. Inilah yang penting," ungkapnya mengatakan.
1. Sumur resapan
Sumur resapan bisa dibangun mandiri oleh masyarakat maupun pemerintah.
Dia mengatakan bisa juga secara kolektif jika keberatan.
Misalnya untuk beberapa rumah dibangun satu sumur resapan dengan dana bersama.
Solusi lainnya sumur resapan dimasukkan dalam syarat pembuatan Izin Mendirikan Bangunan (IMB).
Jika instansi akan mengajukan bangunan, perlu membangun sumur resapan.
Pramono mengingatkan dalam pengawasan, pemerintah tidak boleh lengah. Sehingga mitigasi kebencanaan, lanjutnya, harus dilakukan paralel.
Tidak hanya fisik tapi juga edukasi penyadaran.
Dihubungi terpisah, Dosen Program Studi Kajian Pengembangan Perkotaan Universitas Indonesia (UI) Rudy Tambunan menjelaskan banjir akhir-akhir ini di Jakarta terkait dengan La Nina.
"Sebagaimana diperkirakan sejak pertengahan tahun lalu, bahwa pada kwartal III tahun 2020, bagian tengah dan timur Indonesia mengalami La Nina dengan curah hujan ekstrem," katanya kepada Kompas.com, Jumat (19/2/2021).
Menurut Rudy solusinya adalah dengan melakukan pendekatan stormwater management dan pertanian umur pendek.
"Seharusnya gejala ini bisa direspons, menekan dampak negatifnya dan mengoptimalkan dampak positifnya dengan pendekatan stormwater management dan pertanian umur pendek," tuturnya.
Dia menjelaskan stormwater adalah pengelolaan air permukaan, pertanian umur pendek yang dipanen sebelum puncak musim hujan.
Dalam hal itu tentunya dipandu oleh dinas pertanian kabupaten.
Lanjutnya, sementara itu BMKG membantu dengan menginformasikan prediksi cuaca tahunan, semester, triwulan yang perlu direspons oleh daerah.
2. Pengendalian beban air
Lalu terkait banjir Jakarta, bisa disistematisasi dengan:
a. melakukan delineasi wilayah ekosistem dalam hal ini DAS 13 sungai yang mengalir melalui Jakarta
b. dinamika rona lingkungan DAS sejak 1965 (Rencana Induk Jakarta yang sudah mensinyalir bencana banjir) sampai 2020.
c. mengidentifikai variabilitas curah hujan tahunan dan gejala El Nino dan La Nina.
d. dampak interaksi no 4, 3, 2 di area no 1.
e. respons terhadap dampak tersebut oleh pemerintah pusat, provinsi, kota, kecamatan dan kelurahan serta masyarakat.
Terpisah, pakar tata air dari Universitas Indonesia (UI) Firdaus Ali menjelaskan, banjir yang terjadi akhir-akhir ini disebabkan oleh curah hujan normal dengan durasi panjang.
"Penyebabnya adalah hujan khususnya curah hujan normal dengan durasi panjang yang tidak terkelola dengan baik sehingga menjadi air limpasan atau run off dan apa lagi curah hujan tinggi yang cenderung ekstrem," ujarnya pada Kompas.com, Jumat (19/2/2021).
Sementara itu solusinya menurutnya dengan mengendalikan beban air limpasan semaksimal mungkin dengan rekayasa teknis.(*)