TRIBUN-TIMUR.COM - Edisi Khazanah Islam kali ini akan membahas terkait ahli waris. Siapa sajakah ahli waris kita?
Pembagian harta warisan mendiang Lina Jubaedah jadi perbincangan hangat belakangan ini.
Pembagian harta warisan Lina Jubaedah menyeret nama Putri Delina dan Rizky Febian (anak Lina dari pernikahannya dengan Sule), serta Teddy Pardiyana (suami Lina) dan Bintang (anak Lina dari Teddy).
Dilansir TRIBUN-TIMUR.COM - Kuasa hukum Teddy Pardiyana, Ali Nurdin menyebut kliennya sudah melakukan pertemuan dengan Putri Delina dan Rizky Febian membahas ihwal harta warisan Lina Jubaedah.
Berdasarkan pertemuan itu, Teddy tak meminta harta warisan mendiang Lina Jubaedah.
Sebaliknya, Teddy hanya memperjuangkan hak waris anaknya, Bintang.
"Karena memang dari awal juga pada saat saudara Teddy memberi kuasa pada saya, dia hanya memikirkan bagaimana hak waris dari anaknya ke depan," kata Ali seperti dikutip Kompas.com dalam kanal YouTube KH INFOTAINMENT, Jumat (29/1/2021).
Ali Nurdin menyebut bahwa Teddy Pardiyana sebenarnya berhak mendapatkan harta warisan dari Lina Jubaedah.
Pasalnya, Teddy Pardiyana merupakan suami yang sah dari Lina Jubaedah.
“Menurut hukum, Teddy berhak mendapat warisan almarhum karena dia adalah sebagai suami yang sah," ujar Ali.
Namun, Teddy tak menginginkannya lantaran masih bekerja dan niatnya hanya memperjuangkan hak anak.
Teddy dikatakan sempat mengungkapkan kepada Ali Nurdin bahwa tidak mengingingkan harta mendiang Lina Jubaedah.
Pasalnya, Teddy Pardiyana masih bisa bekerja untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
“Saya sudah jelaskan juga pada saudara Teddy. Saya bilang, ‘Kang Teddy apakah Anda sudah yakin mau melepaskan hak Anda sebagai pewaris istri Anda?' "
"Dia menyatakan bahwa dia juga laki-laki, masih mau bekerja," tutur Ali Nurdin.
Ahli Waris dalam Islam
Lantas, siapa saja sebenarnya yang menjadi ahli waris dalam Islam?
Berikut TRIBUN-TIMUR.COM bahas terkait ahli waris dari buku berjudul Siapa Ahli Waris Kita?:
A. Ahli Waris I
Dilihat dari jenis kelamin atau gender, pembagian ahli waris terbagi menjadi dua, laki-laki dan perempuan. Nah, secara umum, semuanya terdiri dari 25 pihak. Dengan konfigurasi 15 laki-laki, dan 10 sisanya perempuan. Lalu siapa saja? berikut detailnya
1. Laki-laki
Ahli waris dari pihak laki-laki merupakan ahli waris terbanyak dilihat dari sisi kuantitasnya. Karena dari total 25 ahli waris, 15 diantaraya laki-laki.
- Pertama, anak laki-laki (الابن). Tentu yang dimaksud di sini adalah anak laki-laki kandung, bukan yang lain.
- Kedua, cucu laki-laki (ابن الابن), perlu digaris bawahi bahwa cucu laki-laki di sini adalah yang berasal dari anak-laki-laki, bukan anak perempuan.
- Ketiga, ayah (الأب) di sini pun yang dimaksud ayah adalah ayah kandung dan bukan yang lain.
- Keempat, kakek (الجد), kakek di sini adalah orang tua laki-laki ayah kita, bukan ibu kita. Karena kakek dari pihak ibu bukan termasuk ahli waris.
- Kelima, saudara kandung (الأخ الشقيق)
- Keenam, saudara sebapak (الأخ للأب) entah si ayah memiliki istri lebih dari satu atau bercerai kemudian menikah lagi dan memiliki anak.
- Ketujuh, saudara seibu (الأخ للأم) ini berarti si ibu bercerai dengan suaminya (cerai hidup/mati), kemudian menikah lagi dan punya anak.
- Kedelapan, keponakan laki-laki kandung (ابن الأخ الشقيق), maksudnya adalah si anak merupakan anak dari saudara kandung kita.
- Kesembilan, keponakan laki-laki sebapak (ابن الأخ للأب) ini berarti, kita dan bapak si anak berstatus saudara sebapak.
- Kesepuluh, paman kandung (العم الشقيق). Dalam bahasa arab, istilah penyebutan paman ada dua, ada yang disebut ‘am (عم) ada yang disebut khal (خال). Makanya diantara kita yang punya teman keturunan arab, mungkin pernah mendengar dia mengucapkan kata “ami” yang berarti om atau paman. Tapi keduanya apa?
Bedanya adalah, kata ‘am menunjukkan bahwa si paman tersebut merupakan adik atau kakak dari ayah, sedangkan khal merupakan paman dari pihak ibu.
Nah, berarti paman kandung di sini adalah paman dari pihak ayah, baik adik atau kakanya yang berasal dari orang tua (kakek-nenek) yang sama.
- Kesebelas, paman sebapak (العم للأب) ini berarti, si paman berstatus anak kakek namun dari nenek yang bukan ibu dari ayah kita.
- Kedua belas, sepupu kandung (ابن العم الشقيق), yang berstatus kandung di sini adalah orang tuanya dengan orang tua kita.
- Ketiga belas, sepupu sebapak (ابن العم للأب) yang dimaksud adalah anak dari paman kita yang mana paman dan ayah kita berstatus saudara sebapak.
- Keempat belas, suami (الزوج)
- Kelima belas, tuan yang memerdekakan (المعتق), maksudnya adalah seseorang yang memiliki budak, kemudian dia merdekakan budaknya tersebut
2. Perempuan
Adapun dari pihak perempuan, maka yang termasuk ahli waris ada 10 orang, detailnya sebagai berikut :
- Pertama, anak perempuan (البنت). Tentu yang dimaksud di sini adalah anak perempuan kandung, bukan yang lain.
- Kedua, cucu perempuan (بنت الابن), perlu digaris bawahi bahwa cucu perempuan yang dimaksud adalah anak yang berasal dari anak-laki-laki, bukan anak perempuan.
- Ketiga, ibu (الأم) di sini pun yang dimaksud ibu adalah ibu kandung dan bukan yang lain.
- Keempat, nenek (الجدة), yang dimaksud adalah ibunya ibu.
- Kelima, nenek (الجدة) yang dimaksud ibunya bapak.
Nah, kalau kita perhatikan ternyata ibu dari orang tua kita, baik dari pihak bapak atau ibu, semuanya termasuk ahli waris.
Berbeda dengan kakek, kalau kakek, yang dianggap sebagai ahli waris adalah bapaknya bapak kita, alias dari pihak bapak. Sedangkan Bapaknya ibu kita sekalipun status sama, yaitu kakek kita juga, tapi dia bukan termasuk ahli waris.
- Keenam, Saudari kandung (الأخت الشقيقة)
- Ketujuh, saudari sebapak (الأخ للأب) entah si ayah memiliki istri lebih dari satu atau bercerai kemudian menikah lagi dan memiliki anak.
- Kedelapan, saudari seibu (الأخت للأم) ini berarti si ibu bercerai dengan suaminya (cerai hidup/mati), kemudian menikah lagi dan punya anak.
- Kesembilan, istri (الزوجة)
- Kesepuluh, tuan yang memerdekakan (المعتقة), maksudnya adalah seseorang (wanita) yang memiliki budak, kemudian dia merdekakan budaknya tersebut.
B. Ahli Waris II
Kalau sebelumnya kita membahas semua anggota keluarga yang menjadi ahli waris kita dilihat dari jennis kelamin. Pada ahli waris II ini akan dibahas siapa saja ahli waris dari 23 di atas yang sudah dipastikan mendapatkan warisan dan siapa-siapa saja yang hanya memiliki potensi atau kemungkinan, mungkin dapat, mungkin tidak.
(Kenapa menjadi 23 padahal seluruhnya ada 25? Ini karena di zaman sekarang sudah tidak ada lagi konsep tuan-budak. Oleh karena itu, dari jumlah yang 25 menyusut menjadi 23).
1. Internal
Yang dimaksud internal di sini adalah ahli waris yang sudah dipastikan akan mendapatkan warisan. Artinya, mereka-mereka yang terdaftar dalam ahli waris internal ini adalah mereka-mereka yang tidak bisa dihalangi oleh siapa pun untuk mendapatkan bagian warisannya.
Lalu siapa saja mereka?
Mereka adalah sebagai berikut :
- Pertama, anak laki-laki (الابن). Tentu yang dimaksud di sini adalah anak laki-laki kandung, bukan yang lain
- Kedua, anak perempuan (البنت). Tentu yang dimaksud di sini adalah anak perempuan kandung, bukan yang lain.
- Ketiga, ayah (الأب) di sini pun yang dimaksud ayah adalah ayah kandung dan bukan yang lain.
- Keempat, ibu (الأم) begitu juga yang dimaksud ibu adalah ibu kandung dan bukan yang lain.
- Kelima, suami (الزوج)
- Keenam, istri (الزوجة)
Memang, meskipun di atas sudah dijelaskan bahwa ahli waris internal ini bisa dikatan sudah pasti dapat dan tidak ada seorang pun dari ahli waris
lainnya yang bisa menghalangi mereka, namun pada kasus-kasus tertentu ternya mereka para ahli waris internal ini bisa hilang atau gugur haknya untuk mendapatkan warisan.
Nah, faktor yang bisa menggugurkan atau mengeliminasi hak mereka itu ada tiga; pertama berstatus sebagai pembunuh.
Maksudnya adalah kalau salah seorang dari ahli waris internal ini melakukan tindak kriminal pembunuhan terhadap ahli waris internal lainnya, maka hak untuk mendapatkan warisannya gugur, dia sudah blacklisted.
Yang kedua berstatus beda agama. Artinya jika ada diantara ahli waris internal yang berbeda agama, khususnya antara orang tua dan anak, maka hak masing-masing untuk mendapatkan warisan gugur, sudah tidak dianggap lagi. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits sahih
عَنْ أُسَامَةَ بْنِ زَيْدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا : أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : لاَ يَرِثُ المُسْلِمُ الكَافِرَ وَلاَ الكَافِرُ المُسْلِمَ
“Dari Usamah ibn Zaid radiyallah anhuma, bahwa Nabi SAW bersabda : Seorang muslim tidak mewariskan hartanya kepada kafir, dan (begitu pula) seorang kafir tidak mewariskan hartanya kepada muslim.”10
Dan yang terakhir, ketiga berstatus budak.
Sebagai contoh, di era awal kedatangan islam, di mana konsep perbudakan masih berlaku jika ada kabilah atau suku yang berperang, kemudian salah satunya memenangkan peperangan tersebut, maka pihak yang kalah menjadi tawanan atau budak pihak yang menang.
Dalam kasus seperti ini, seandainya ada salah seorang ayah yang ikut berperang dan ternyata berada dipihak yang kalah lalu kemudian di tawan, maka apabila sang anak meninggal, maka sang ayah yang statusnya budak tidak berhak mendapatkan bagian warisannya.
2. Eksternal
Istilahnya saja eksternal alias pihak luar, bukan inti atau keluarga utama, maka hak untuk mendapatkan warisan pun belum menjadi suatu kepastian. Ada kalanya mendapat bagian warisan, ada kalanya tidak, tergantung konfigurasi dan komposisi ahli waris yang ada.
Ketika semua ahli waris internal lengkap atau beberapa diantaranya ada, maka ahli waris eksternal bias dipastikan tidak memiliki sedikit pun hak untuk mendapatkan bagian warisan. Karena keberadaan ahli waris internal menghijab atau menjadi penghalang bagi ahli waris eksternal.
Adapun berapa jumlah ahli waris eksternal, jawabannya yang tinggal dihitung atau dilihat saja siapa-siapa yang tidak termasuk ahli waris internal.
maka secara otomatis mereka masuk ke dalam list ahli waris eksternal. Jadi total yang tersisa adalah 17 pihak. Nah, mereka itulah yang disebut ahli waris eksternal.
C. Ahli Waris III
Yang terakhir pembagian ahli waris jika dilihat dari besarnya bagian yang diterima. Dalam hal ini, ada ahli waris yang bagiannya sudah ditentukan besarnya dan ada pula yang tidak ditentukan besarnya, alias hanya menunggu sisa. Namanya sisa, ya bias jadi masih banyak, atau justru sebaliknya, tinggal sedikit
1. Ashhab al-Furudh
Ashhab al-furudh adalah mereka para hali waris yang besaran bagian warisannya sudah ditentukan. Dalam ilmu waris atau faraidh, kita akan menemukan 6 pecahan yang Allah SWT sebutkan. Masing-masing pecahan menjadi ukuran seberapa banyak harta warisan yang akan di terima oleh ahli waris
- Pertama ½, artinya ahli waris yang disebutkan dibawah ini akan mendapatkan setengah atau 50% dari harta peninggalan. Siapa saja?
1. Anak perempuan tunggal
2. Cucu perempuan tunggal
3. Saudari kandung tunggal
4. Saudari sebapak tunggal
5. Suami, ketika si istri yang meninggal tidak memiliki anak
§ Kedua ¼, bararti ahli waris berikut hanya
berhak mendapatkan seperempat dari harta warisan yang ditinggalkan. Siapa saja?
- Suami, apabila ketika istrinya meninggal, ia memiliki anak.
Istri, ketika suaminya meninggal ia tidak memiliki anak.
Entah jumlah istrinya hanya satu atau lebih. Artinya ya ¼ ini untuk wanita yang statusnya istri, satu orang dapat ¼, dua orang juga ¼ atau bahkan 4 orang pun ¼.
Jadi bukan masing-masing istri mendapat ¼, melainkan ¼ tadi menjadi milik bersama apabila memiliki istri lebih dari satu
- Ketiga 1/8, bagiannya hanya 1/8, tidak lebih, tidak kurang. Lalu siapa ahli waris ini. Cuma satu orang yaitu istri, Dia mendapatkan 1/8 apabila si suami yang meninggal memiliki anak. Dan lagi, 1/8 ini menjadi milik Bersama apabila si almarhum memiliki istri lebih dari satu.
- Keempat 2/3, Siapa saja ahli waris yang mendapatkan 2/3 bagian dari harta peninggalan?
1. Anak perempuan, minimal 2 orang
2. Cucu perempuan, minimal 2 orang
3. Saudari kandung, minimal 2 orang
4. Saudari sebapak, minimal 2 orang
- Kelima 1/3, Ahli waris yang mendapatkan harta warisan sebanyak 1/3 bagian adalah sebagai berikut :
1. Ibu
2. Saudara/i seibu, minimal 2 orang. Bisa laki-laki atau perempuan semuanya, bias campur alias laki-laki dan perempuan
- Keenam 1/6, yang terakhir adalah 1/6, dan yang termasuk ahli warisnya yaitu :
1. Ayah, jika si anak yang meninggal memiliki keturunan
2. Ibu, hal yang sama juga berlaku pada ibu, yaitu jika si anak yang meninggal memiliki keturunan
3. Kakek
4. Nenek
5. Cucu perempuan
6. Saudari sebapak, satu atau lebih jumlahnya
7. Saudara/i seibu tunggal
2. Ashabah
Kalau tadi ashhab al-furudh berarti ahli waris yang sudah ditentukan besaran bagiannya, maka ashabah adalah lawanannya, Yaitu ahli waris yang besarannya belum ditentukan.
Atau bahasa lainnya, besaran bagian yang didapatkannya menunggu sisa. Ini berlaku kalau masih ada ashhab al-furudh dalam komposisi ahli waris, kalau tidak ada, maka hartayang ada menjadi milik ashabah semuanya.
Nah, kalau begitu, dengan melihat daftar ashahb al-furudh, maka yang menjadi ashabah adalah kebanyakkan mereka-mereka yang termasuk
kedalam ahli waris dari jenis kelamin laki-laki. Meskibegitu ada juga yang dari pihak perempuan. Karena nantinya ashabah ini terbagi menjadi tiga.
- Pertama, ashabah bi an-nafsi, mereka yang termasuk asahabh ini berjumlah 12, yaitu :
1. Anak laki-laki
2. Cucu laki-laki
3. Ayah
4. Kakek
5. Saudara kandung
6. Saudara sebapak
7. Paman kandung
8. Paman sebapak
9. Sepupu kandung
10. Sepupu sebapak
11. Keponakan kandung
12. Keponakan sebapak
- Kedua, ashabah bi al-ghair, mereka ini terdiri dari ahli waris perempuan dan laki-laki, artinya berpasangan, siapa saja?
1. Anak laki-laki & anak perempuan
2. Cucu laki-laki & cucu perempuan
3. Saudara kandung & saudari kandung
4. Saudara sebapak & saudari sebapak
Maksudnya adalah, kalau masing-masing pasangan ini utuh, ada, berapa pun jumlahnya, maka sisa harta warisan menjadi milik mereka masing-masing dengan pasangannya dengan ketentuan laki-laki mendapatkan 2x bagian perempuan.
- Ketiga, ashabah ma’a al-ghair, pasangan mereka adalah sebagai berikut :
1. Anak perempuan & saudari kandung
2. Anak perempuan & saudari sebapak
3. Cucu perempuan & saudari kandung
4. Cucu perempuan & saudari sebapak
Nah, mereka yang berstatus sebagai saudari kandung/sebapak mendapatkan sisa harta warisan setelah bagian anak atau cucu perempuan telah diberikan.
Namun ya lagi-lagi, namanya ashabah yang hanya berhak mendapat sisa, bisa dibilang nasibnya tidak menentu. Bisa dapat, bisa tidak. Ketika dapat, bisa banyak, bisa sedikit. (*)
Tulisan ini dikutip dari buku berjudul Siapa Ahli Waris Kita? yang ditulis oleh Luky Nugroho, Lc, terbitan Rumah Fiqih Publishing, Cetakan Pertama 27 Nopember 2018
Profil Luky Nugroho, Lc
Saat ini penulis tergabung di dalam tim asatidz Rumah Fiqih Indonesia (www.rumahfiqih.com), sebuah institusi nirlaba yang bertujuan melahirkan para kader ulama di masa mendatang, dengan misi mengkaji Ilmu Fiqih perbandingan yang original, mendalam, serta seimbang antara mazhab-mazhab yang ada.
Selain menulis, kegiatan saat ini adalah menghadiri undangan dari berbagai majelis taklim baik di masjid, perkantoran di Jakarta dan sekitarnya. Penulis juga bisa dihubungi pada nomor 0856-8900-157 dan email luqaljawi@gmail.com.
Tentang RUMAH FIQIH
RUMAH FIQIH adalah sebuah institusi non-profit yang bergerak di bidang dakwah, pendidikan dan pelayanan konsultasi hukum-hukum agama Islam. Didirikan dan bernaung di bawah Yayasan Daarul-Uluum Al-Islamiyah yang berkedudukan di Jakarta, Indonesia.
RUMAH FIQIH adalah ladang amal shalih untuk mendapatkan keridhaan Allah SWT. Rumah Fiqih Indonesia bisa diakses di rumahfiqih.com. (TRIBUN-TIMUR.COM/ Sakinah Sudin)