Siswa Bunuh Diri Akibat Depresi Banyak Tugas, Nadiem Makarim Disebut Tak Punya Formulasi soal PJJ

Editor: Anita Kusuma Wardana
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Seorang siswi SMA di Kabupaten Gowa bunuh diri lantaran stres akibat banyaknya tugas daring. Ketua Umum Jaringan Sekolah Digital Indonesia, Muhammad Ramli Rahim menilai Nadiem Makarim tak punya formulasi tuntaskan masalah yang diakibatkan Pembelajaran Jarak Jauh

TRIBUN-TIMUR.COM-Kabar buruk untuk Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim.

Setelah bocah 8 tahun di Banten dibunuh orangtuanya gegara tak sanggup mengikuti belajar online, pembelajaran jarak jauh kembali menelan korban.

Seorang siswi SMA di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, tewas bunuh diri diduga karena stres banyaknya tugas daring.

Bahkan, korban yang berinisial MI (16) diduga sempat merekam aksi nekatnya dengan ponsel miliknya.

Video berdurasi 32 detik itu telah diamankan polisi. Sementara itu, siswi pelajar kelas 2 SMA tersebut ditemukan terbujur kaku di bawah tempat tidurnya pada Sabtu, (17/10/2020) 08.30 Wita, oleh sang adik, IR (8).

Setelah melihat korban, sang adik segera memanggil kedua orangtuanya yang tengah bekerja di kebun.

Pihak kepolisian pun segera datang dan mengamankan barang bukti berupa cangkir teh berisi cairan biru serta kemasan racun rumput tak jauh dari jasad korban dan telepon seluler milik korban.

Kasat Reskrim Polres Gowa AKP Jufri Natsir mengatakan, dari hasil penyelidikan, polisi menemukan dugaan bahwa MI nekat mengakhiri hidupnya lantaran depresi dengan beban tugas daring dari sekolahnya.

Selain itu, jaringan internet di kampung korban diketahui masih sulit untuk diakses.

"Penyebab korban bunuh diri akibat depresi dengan banyaknya tugas tugas daring dari sekolahnya dimana korban sering mengeluh kepada rekan rekan sekolahnya atas sulitnya akses internet di kediamannya yang menyebabkan tugas-tugas daringnya menumpuk" kata  Jufri Natsir.

Sementara itu, pihak keluarga menolak untuk dilakukan otopsi. Jasad korban pun segera dimakamkan di TPU setempat.

Kemdikbud Dinilai Tak Boleh Tutup Mata

M Ramli Rahim (TRIBUN TIMUR/AMIRUDDIN)

Ketua Umum Jaringan Sekolah Digital Indonesia, Muhammad Ramli Rahim menilai, stres yang dialami siswa akibat pembelajaran jarak jauh yang tidakamemiliki standar khusus..

Pembelajaran jarak jauh disebut  cenderung sangat memberatkan siswa dari sisi tugas-tugas dari guru telah mengakibatkan depresi terhadap siswa yang akhirnya dapat berujung pada kejadian bunuh diri seperti ini.

"Jumlah mata pelajaran yang sangat banyak ditambah dengan mudahnya guru memberikan tugas kepada siswa menjadi beban yang begitu berat bagi siswa, 14-16 mata pelajaran tentu bukan sesuatu yang mudah apalagi dengan dukungan jaringan internet yang tidak memadai,"katanya dalam rilis yang diterima tribun-timur.com.

Menurut Ramli, Ikatan Guru Indonesia sejak awal sudah meminta pemerintah pusat dan menyampaikan langsung ke mendikbud Nadiem Makarim bahwa beban mata pelajaran yang dialami oleh siswa sesungguhnya menjadi masalah utama rendahnya kualitas pendidikan.

Namun hingga saat ini upaya penyederhanaan kurikulum tampaknya masih mengalami jalan buntu.

Nadiem Makarim seolah tidak punya formulasi untuk menuntaskan masalah jumlah mata pelajaran yang sangat membebani anak didik ini.

Standar penugasan oleh guru juga tidak diatur, baik oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Dinas Pendidikan Provinsi maupun Dinas Pendidikan Kabupaten Kota.

"Memang guru sangat mudah memberikan tugas apalagi mereka saat ini dengan dukungan LMS tak perlu tampil di depan kelas lagi dan cukup memberikan tugas lewat LMS yang ada tetapi mereka tidak memperhitungkan secara komprehensif beban tugas yang diberikan ke siswa tersebut,"jelasnya.

Ramli menyampaikan, kejadian bunuh diri oleh siswa di kabupaten Gowa Ini seharusnya menjadi alarm yang sangat keras kepada pemerintah dan dengan tegas memperingatkan pemerintah bahwa masalah penugasan-penugasan ini adalah sesuatu yang sangat serius memberikan dampak depresi kepada siswa.

Seharusnya kepala sekolah dan para guru konseling mampu mengetahui dan mengukur beban yang dialami oleh siswa akibat banyaknya penugasan yang diberikan guru di suatu sekolah terhadap 1 siswa.

Sehingga bisa menjadi standar bagi guru-guru di sekolah tersebut untuk memberikan penugasan kepada siswanya.

"Setiap daerah seharusnya mempertimbangkan kemampuan jaringan internet di daerahnya ketersediaan alat baik berupa tablet smartphone maupun laptop dan komputer di daerah tersebut yang dimiliki oleh siswanya,"kata Ramli.

Selain itu, juga harus mempertimbangkan kemampuan ekonomi siswa di daerah-daerah tersebut sehingga pemerintah tidak berlepas tangan cukup dengan memberikan kuota data kepada siswa saja tetapi memahami secara penuh suasana dan kondisi pembelajaran di masa pandemi Covid-19.

"Semua itu seharusnya diatur dan dibuat standarnya oleh Kemdikbud,"jelas Ramli.(*)

Berita Terkini