TRIBUNWAJO.COM, SENGKANG - Polemik lahan transmigrasi seluas 1.500 ha di Desa Paselloreng, Kecamatan Gilireng, Kabupaten Wajo terus berlanjut.
Polemik itu bermula ketika sejumlah warga mengklaim lahan tersebut. Padahal, lahan transmigrasi akan segera dibagikan ke sejumlah warga transmigrasi, baik dari Pulau Jawa maupun warga lokal yang dipindahkan dari proyek pembangunan Bendungan Paselloreng.
Pemerintah Kabupaten Wajo pun menggelar rapat koordinasi sekaitan polemik itu, Kamis (27/8/2020).
Menurut salah satu tokoh masyarakat Desa Paselloreng, Andi Rusdi, yang turut hadir pada rapat koordinasi itu menyebutkan, jika sebaiknya pemerintah tidak melakukan diskriminasi terhadap warga.
"Transmigrasi lokal sebanyak 170 kk juga mempunyai permasalahan sendiri, warga tersebut berasal dari penggusuran akibat pembangunan Bendungan Paseloreng dan sampai saat ini belum terbayarkan ganti ruginya," katanya.
Andi Rusdi menegaskan, pemerintah sebaiknya tidak menambah permasalahan dengan membedakan antara transmigran dari Pulau Jawa dengan transmigran lokal karena mempunyai kesepakatan MoU yang sama.
Sementara, Kepala Dinas Transmigarasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Wajo, Syahran menyebutkan jika ada 120 kk transmigran Pulau Jawa yang mendiami lahan transmigrasi itu cuma 40 kk saja.
Selain itu, Syahran menekankan jika lahan yang diklaim warga itu tidak memiliki dasar hukum.
"Tidak mungkin tanah tersebut adalah milik masyarakat dikarenakan sekitar 1.500 ha adalah lahan hutan produksi dan PTPN, untuk itu pertama kali yang harus dilakukan adalah inventarisasi warga di luar Paselloreng yang mengklaim lahan transmigrasi," katanya.
Menindaklanjuti rapat koordinasi itu, Dinas Transmigrasi dan Tenaga Kerja Kabupaten Wajo akan melakukan pengukuran ulang pada Senin (31/8/2020) mendatang.