TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Podcast Sulsel Youngpreneur edisi 2 menghadirkan Ingrid Mattualy.
Ingrid bukan anak muda sembarangan.
Di usianya yang masih sangat muda, ia sudah punya empat usaha. Termasuk dua sekolah. Wow!
Host Sulsel Youngpreneur, Uji Nurdin, pun takjub.
Kesuksesan Ingrid tentu tidak datang begitu saja.
Ternyata jalan berliku sudah dilalui.
Ingrid bercerita tentang dirinya membangun usahanya hingga berbagi tips jadi entrepreneur.
Cerita itu disampaikan di Sulsel Youngpreneur Tribun Timur, Jumat (21/8/2020) malam.
Acara yang dipandu oleh Uji Nurdin tersebut disiarkan langsung di YouTube Tribun Timur.
Berikut transkip hasil wawancara Sulsel Youngpreneur oleh Uji Nurdin bersama Ingrid Mattualy:
1. Kelas 4 SD Sudah Cari Uang, Dimulai Komik
Ingrid sudah 4 punya usaha namun berbeda, mungkin bisa diceritakan dulu?
Saya ini sejak kecil jiwanya entrepreneur kali yah.
Dari kelas 4 SD mulai nyewa-nyewain komik ke teman-teman, jual-jualan apa.
Sudah mulai kepikiran apa yang dilakukan untuk mencari uang gitu dengan apa yang kita punya.
Kuliahnya di bidang entrepreneurship. Memang diajarin gimana cara walaupun misalnya kita nga punya modal sendiri, kita bisa berkolaborasi dengan orang yang punya modal dan kita yang punya ide.
Susah tidak, menjalankan usaha di 2 bidang yang berbeda?
Sebenarnya mulai dari makanan dulu.
Mulainya warkop, dimulai hanya 5 karyawan bermodal meja kursi dan tidak ada dekor yang spesial, memanfaatkan gedung yang tua itu di Jalan Lombok. Dengan 5 orang karyawan itu, ya lumayan struggling (berjuang) banget. Sehari cuman 200 ribu dari pagi sampai malam.
2. Survei dari Warkop LaKopi
Apa yang membedakan La Kopi dengan yang lain?
Sebenarnya kenapa kita mulai dengan Warkop, karena kita ingin mencari usaha dengan modal kecil. Bermodal kopi, ubi goreng, pisang goreng kita sudah mulai. Kalau cafe kan harus 1 set menu yang lebih besar. Dengan apa yang kita punya, jalan aja dulu. Awalnya itu 2016.
Ada yang membedakan La Kopi dengan kopi-kopi yang lain?
Iya, kita mengumpulkan kopi dari beberapa jenis dan kita campur sendiri.
Apakah orang kesana (La Kopi) karena kopinya atau tempatnya asik atau bagaimana?
Mungkin kita jangan menganggap saingan yah, sekarang bukan zamannya saingan, zamannya kolaborasi.
Waktu kita lihat tetangga-tetangga, jual mie, kita jangan jual mie, jual yang berbeda.
3. Bertahan di Tengah Covid-19
Selama pandemi Covid-19 La Kopi tertanggu tidak?
Lumayan tertanggu juga. Kami juga mayan terdampak. Nda sampai tutup, masih berusaha mempertahankan karyawan kita. Kita tingkatkan take away, biar nda di sana bisa pesan.
Suka minum kopi?
Minum aja. Kalau suami tiap hari harus minum. Jadi ada orang harus minum, kalau nda sakit kepala.
Kalau kita mau usaha itu tidak harus kita suka dengan apa yang kita mau jual atau bagaimana?
Ngak. Kayaknya lebih ke melihat kesempatan dan apa yang kita punya aja, kebetulan dapat kopi yang cocok dan dapat tempat yang kita pikir ready, ya udah kita mulai aja dulu. Walaupun menunya belum banyak, nga apa-apa mulai aja dulu. Jangan harus tunggu nanti, tunggu nanti, siapnya kapan?
Mulai dari 5 karyawan, kita sudah punya 70 karyawan di La Kopi dan Markobar. Kurang lebih 4 tahun bisa bertambah 70 karyawan. Dan selama Covid tidak ada pengurangan.
4. Buka Sekolah Internasional di Makassar
Ing bukan dari background sekolah pendidikan, tapi dari entrepreneurship tapi bisa bangun sekolah, bisa diceritakan bagaimana ceritanya?
Jadi awalnya setelah La Kopi, satu dua tahun ya, terus kebetulan lagi mencari sekolah untuk anak sih, saya melihat, kita sebagai entrepreneur selain mencari uang, kita ingin berkontribusi sosial, nilai sosial.
Jadi selain Warkop saya kepikiran ada kesempatan dimana sudah ada brand, kurikulum dan managemen yang sudah pengalaman 20 tahun.
Jadi saya pikir Makassar butuh seperti ini.
Kita juga udah zamannya kita nda mau anak-anak kita kecil-kecil sudah dikirim di luar negeri, kita generasi yang mengerti seberapa pentingnya hubungan erat ibu dan anak.
Ing terbilang nekat karena buka sekolah internasional di Makassar, hasilnya?
Sebenarnya sih awalnya sempat mikir sih, maju nga yah.
Karena agak beresiko.
Tadinya saya mencari brand yang internasional banget tapi dengan melihat uang sekolah dan marketing Makassar, saya rasa jangan dulu deh.
Minimal ada ada standar internasional tapi dengan uang sekolah yang terjangkau.
Di Jakarta aja sekolah lokal sudah 5 jutaan, kita internasional 2 jutaan. Teman tanya, kamu untung apa?
5. Kisah Join dengan Putra Presiden Gibran
Bagaimana ceritanya bisa join atau kerja sama bareng dengan anak Presiden Republik Indonesia?
Sebenarnya ada yang kira saya teman sekolah sama dia.
Cuman sebenarnya sama sekali tidak kenal.
Awalnya Markobar masuk Manado nih, hubungi yuk.
Cobain di Makassar, ya udah kita coba email aja. Waktu itu, kita bikin proposal lengkap jadi nda ada pertanyaan yang dia bisa ajukan lagi.
Setelah berapa hari email itu, saya di WhatsApp langsung oleh mas Gibran dan bilang kami mau ke Makassar 3 hari lagi.
Panikan kita, kedatangan anak presiden, perlu dijemput atau bagaimana. Orangnya humble banget, nda bawa Panpanpres kami ketemuan di Jalan Lombok.
Setelah itu, kami cuman nego, malam itu juga dan kami deal kerjasama.
6. Bagaimana Cara Memulai Usaha
Bagaimana ceritanya memulai usahanya?
Awalnya jualan-jualannya banyak, jualan bunga dan cokelat, bikin kaos, desain kaos.
Nda malu, malah seneng, jalan sama teman-teman, makan bareng.
Ini juga tipsnya, jadi pada saat enterpreneur memulai sesuatu, ngak bilang harus the best, tapi harus ada keunikan tersendiri. Jadi kalau mau dibilang best itu kan tergantung selera.
Lebih ke spesialisasi, apa sih yang bikin beda saya dengan orang lain. Dan konsistensi, jangan hari ini saya datang rasanya gini, besok saya datang beda lagi.
Konsistensi juga.
Inovasi terus lah. Brand besar pun tiap bulan tertentu pasti ada, menu spesial bulan ini apa. Itu kan untuk menarik.
Marketing juga perlu.
7. Dulu Jatuh Tapi Bangkit Lagi
Cerita paling buruk yang pernah dirasakan Ingrid apa sih?
Jadi sebelum ke Makassar, pernah buka usaha di Singapura selama 5 tahun.
Usahanya itu furniture. Kami tutup karena ngak kuat.
Banyak kenangan pahit.
Bahkan saya sebagai pemilik pernah juga sebagai salesnya.
Pelajaran apa yang bisa diambil dari kejadian itu?
Pelajaran yang bisa diambil, jatuh, bangkit lagi. Jangan merasa, aduh gagal nih, nda tepat deh jadi entrepreneur, ya udah deh kita bangkit lagi, coba lagi.
Tips-tips menjadi entrepreneur yang baik itu seperti apa?
Satu, kalau jatuh jangan kecewa, mesti bangkit lagi.
Masih bisa lagi, coba lagi.
Kedua, itu nda harus perfect dulu baru mulai.
Karena zaman sekarang ini sebenarnya justru dengan adanya teknologi sekarang bisa memulai usaha mulai dari kecil, online, tanpa modal tempat dan toko pun sudah bisa jualan.
Manfaatkanlah teknologi yang sudah ada, karena kita tidak akan tahu apa yang kita bisa lakukan tanpa memulai dari awal. Satu juga, jangan dianggap gagal, tapi dianggap belajar.
Simak video lengkapnya:
(RUDI SALAM)