TRIBUNLUTRA.COM, MASAMBA - Banjir bandang menerjang beberapa titik di Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan, Senin (13/7/2020) malam.
Berkaitan dengan bencana ini, muncul isu menyebutkan banjir bandang dipicu longsoran akibat gempa tektonik.
Menanggapi isu tersebut, Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) angkat bicara.
BMKG memberikan analisisnya terkait getaran gempa bumi yang dirasakan masyarakat sekitar dan juga kejadian banjir bandang.
Kepala Pusat Gempabumi dan Tsunami BMKG Rahmat Triyono membenarkan bahwa, beberapa kali wilayah Luwu Utara merasakah getaran gempa.
Namun hal itu menurutnya tidak berkaitan dengan banjir bandang.
Menurut dia, getaran gempa di Luwu Utara terjadi pada 25 Agustus 2017 (Magnitudo M 4,3) dirasakan dengan skala intensitas III MMI.
Lalu pada 8 April 2020 (M 5,0) dirasakan dengan skala intensitas II MMI, 11 April 2020 (M 4,2) dirasakan dengan skala intensitas II MMI, dan pada 13 Juni 2020 (M 4,2) dirasakan dengan skala intensitas II MMI.
Dijelaskannya, skala intensitas II-III MMI masih dalam kategori getaran ringan.
Dirasakan oleh beberapa orang hingga dirasakan seperti truk berlalu.
"Getaran gempa semacam ini belum mampu memicu terjadinya longsoran," kata Rahmat dalam keterangan tertulis yang diterima TribunLutra.com, Jumat (24/7/2020).
Berdasarkan hasil monitoring BMKG, tidak ada catatan adanya aktivitas gempa tektonik di wilayah Luwu Utara menjelang terjadinya banjir bandang.
"Sehingga peristiwa banjir bandang yang terjadi tidak ada kaitannya dengan kejadian longsoran yang diakibatkan gempa," terang dia.
Menurutnya, banjir bandang disebabkan curah hujan tinggi
Kendati saat ini 64 persen zona musim di wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau.
Namun, sejumlah wilayah lainnya justru harus tetap mewaspadai curah hujan yang bisa terjadi dengan intensitas tinggi hingga sangat tinggi.
Berdasarkan pengukuran hujan sampai ke bumi dan estimasi dari satelit cuaca, memperlihatkan bahwa salah satu penyebab terjadinya banjir bandang adalah akumulasi curah hujan yang terjadi dalam beberapa hari sebelumnya.
"Dengan intensitas sedang hingga lebat yang turun di wilayah Masamba dan sekitarnya, terutama di wilayah perbukitan sebelah utara dan timur laut," imbuh Daryono, Kepala Bidang Mitigasi Gempabumi dan Tsunami BMKG dalam siaran resminya.
BMKG menyebutkan, untuk mengetahui penyebab banjir bandang yang sesungguhnya diperlukan kajian yang komprehensif berdasarkan data lapangan.
Khususnya kondisi daerah aliran sungai dan kondisi lahan di wilayah hulu.
"Apakah terjadi penggundulan hutan atau konversi lahan yang dapat memicu terjadinya peningkatan aliran permukaan (run off), sehingga memicu terjadinya banjir bandang," tuturnya.
Banjir bandang Luwu Utara telah menewaskan 38 orang, sekitar 15 ribu warga mengungsi dan kerugian ditaksir mencapai Rp 50 miliar.