TRIBUN-TIMUR.COM - Dalam upaya mencari solusi untuk menangani penyebaran virus corona, Badan Penelitian Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian (Balitbangran Kementan) melakukan MOU dengan Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
Penandatangan MOU bertujuan untuk kolaborasi penelitian lanjutan tanaman obat sebagai kandidat anti-virus dan obat.
Dalam kesempatan ini, Menteri Pertanian (Mentan) Syharul Yasin Limpo mengungkapkan bahwa kerjasama ini menandakan bahwa hasil penelitian Litbang Kementan ini akan dilanjutkan IDI untuk dilakukan uji klinis dan riset-riset lainnya sesuai dengan prosedur yang ada.
Melalui Balitbangtan, Kementan telah melakukan penelitian dan pengembangan awal untuk melahirkan varian dari produk eucalyptus sebagai jawaban terhadap kondisi bergelutnya masyarakat dengan wabah Covid-19.
"Sudah lima bulan negara kita diliputi oleh tekanan akibat kebaradaan virus. Oleh karena itu kita tidak diam, apapun akan kita lakukan demi bangsa dan negara," ujar Syahrul saat menyaksikan penandatanganan kerjasama tersebut di Kantor Kementerian Pertanian (Kementan), Jakarta, Rabu (8/7).
Syahrul menegaskan pihaknya memiliki balai penelitian yang menangani komoditas tanaman obat. Kementan juga memiliki Balai Besar Pascapanen.
Selain itu kementan juga memiliki Balai Besar Veteriner yang memiliki fasilitas laboratorium yang memedai untuk meneliti virus.
Fasilitas ini, kata dia, bisa dimanfaatkan oleh IDI untuk melakukan pengembangan riset dan uji klinis.
"Kami memiliki 300 an profesor dan peneliti yang berkompeten, bahkan kami pernah berkontribusi dalam penanganan wabah flu burung. Tidak ada alasan untuk kita tidak membantu negara," katanya.
Untuk itu, Syahrul berharap kerjasama ini dapat mempercepat penelitian tanaman eucalyptus agar bisa dimanfaatkan masyarakat luas dan membantu negara dalam menanggulangi wabah pandemi covid19.
Penandatangan Nota Kesepahaman antara Badan Litbang Pertanian dengan Ikatan Dokter Indonesia yang dilakukan ini merupakan sinergitas lintas sektoral mendukung konsep One-Health, kesehatan manusia, hewan, dan lingkungan bagi masyarakat.
“Kerjasama antara Kementan dan Ikatan Dokter Indonesia kali ini dilakukan, harapannya terdapat tahapan riset lanjutan yang dilakukan secara bersinergi sesuai dengan kompetensinya," tegasnya.
“Litbang kami ini di dalamnya punya laboratorium untuk meneliti, lalu ada tanamannya, dan penelitinya juga ada. Kalau tidak bergerak potensi ini akan percuma. Protokol kesehatan tetap dipakai, dan ini ada pencegahan virusnya, kita perlu uji lanjutan bersama IDI," tambah Syahrul.
Sementara itu, Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia, Daeng M Faqih menyampaikan dukungannya terhadap penelitian dan pengembangan tanaman Eucalyptus yang telah dilakukan oleh para peneliti Kementan.
“Kawan-kawan peneliti dari Kementerian Pertanian sudah melakukan penelitian awal, dan hasilnya menunjukan baik. Kalau mau dipakai untuk pengobatan untuk manusia dari hasil penelitiannya harus dilanjutkan. Ini yang dikerjasamakan, kita akan support” demikian ungkap Daeng di sela-sela Penandatangan Nota Kesepahaman antara Badan Litbang Pertanian dengan Ikatan Dokter Indonesia.
Lebih lanjut Daeng menegaskan, kerjasama yang dilakukan merupakan awal kebangkitan kemandirian dengan penggalian potensi alam yang dimiliki bangsa Indonesia, mengingat bahan obat dan yang digunakan oleh masyarakat saat ini mayoritas masih berasal dari impor, sehingga apabila dapat diproduksi sendiri akan lebih baik.
“Ini murni berangkat dari kekayaan alam Indonesia, ini yang strategis, ini yang perlu didorong untuk menjawab kemandirian kita, dan IDI menganggap itu penting. Tonggak awal komitmen dan kemampuan, supaya kemandirian industri kesehatan tergerak, kita nggak masalah munculnya dari mana. Kebetulan munculnya dari Kementerian Pertanian” jelas Daeng.
Pada kesempatan yang sama, Sekertaris Badan Litbang Pertanian, Haris Sihabudin memberikan penjelasan terjadap varian produk eucalyptus yang telah dikembangkan oleh Balitbangtan.
“Ada empat varian produk yang telah didaftarkan sebagai paten di Kemenhukum HAM, Formula Aromatik Antivirus, Inhaler, Serbuk, dan minyak atsiri eucalyptus.” Papar Haris.
Sebagai informasi, Formula Aromatik Antivirus Berbasis Minyak Eucalyptus dengan nomor pendaftaran paten P00202003578, Ramuan Inhaler Antivirus Berbasis Eucalyptus dan Proses Pembuatannya dengan nomor pendaftaran paten P00202003574.
Ramuan Serbuk Nanoenkapsulat Antivirus Berbasis Eucalyptus dengan nomor pendaftaran paten P00202003580, dan Minyak atsiri eucalyptus citridora sebagai antivirus terhadap virus avian influenza subtipe H5N1, gammacorona virus, dan betacoronavirus.
Dapat Menekan Impor Obat
Daeng Muhammad Faqih, menilai penelitian Balitbang Kementan pada tanaman eucalyptus dapat mengurangi ketergantungan impor pada bahan obat. Oleh karena itu, ia menilai kerjasama ini akan menciptakan suatu terobosan yang memberikan harapan dan dorongan terhadap Indonesia dalam memerangi wabah virus.
"Temuan kandungan pada tanaman eucalyptus oleh Balitbangtan Kementan telah menyadarkan kita bahwa kita kurang memanfaatkan produk dalam negeri yang kita olah sendiri," katanya.
Menurut Faqih, selama ini alat kesehatan dan obat-obatan di Indonesia hampir seluruh produknya diimpor dari berbagai negara. Impor terbayak dilakukan dari negara China dan India. Padahal, selama ini Indonesia merupakan negara agraris yang kaya akan tumbuhanya.
Oleh sebab itu, Daeng berharap tanaman obat yang ada di Indonesia bisa dibudidayakan untuk penelitian dam riset lebih mendalam dan memastikan kesehatan masyarakat agar tidak melulu bergantung pada bahan impor.
"Ini menjadi tantangan kita apakah ingin tetap bergantung pada impor ataukah ingin memberi peluang pada obat hasil dari dalam negeri. Saya sudah bicara dengan Pak Mentan untuk mendorong kemandirian bangsa di bidang industri kesehatan dan di bidang pelayanan kesehatan. Mudah-mudahan kemandirian bangsa di bidang obat-obatan di Indonesia dapat dibantu dengan kontribusi sektor pertanian," terangnya.
Lebih lanjut Daeng menrkankan dunia kesehatan sebenarnya banyak menggunakan bahan dari Indonesia. Namun sampai sekarang memang belum dibudidayakan untuk dilakukan riset.
"Untuk itu kami siap menggali potensi bangsa supaya betul-betul dimanfaatkan di dalam industri kesehatan maupun dalam pelayanan kesehatan," cetusnya.
Menurut Daeng, ada dua hal penting yang ingin dilakukan. Pertama berkomitmen untuk mendorong semua inovasi yang berbasis riset anak bangsa dan harus didorong dan diteliti dengan baik.
Kedua supaya memberikan manfaat dsri hasil riset kepada bangsa dan memanfaatkan sebesar-besarnya tantangan dan peluang yang sedang dihadapi.
"Barangkali sekarang inilah saatnya peluang kita bisa menggali dan dorong penelitian dalam negeri supaya nantinya bisa dimanfaatkan oleh bayak masyarakat," tutupnya.