Istri Polisi Selingkuh dengan TNI

Polisi Tembak Istri karena Selingkuh di Jeneponto, Begini Ulasan Sosiolog UNM

Penulis: Ari Maryadi
Editor: Imam Wahyudi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sosiolog Universitas Negeri Makassar, Muhammad Syukur.

TRIBUN-TIMUR.COM, JENEPONTO - Insiden penembakan terjadi di BTN Kolakolasa Kelurahan Empoang Kecamatan Binamu Kabupaten Jeneponto, Kamis (14/5/2020) malam.

Seorang anggota kepolisian menembaki istrinya yang kedapatan berduaan dengan pria lain di dalam rumah. 

Pelaku dilaporkan bernama Bripka Herman (47), seorang anggota Polrestabes Makassar.

Sementara kedua korban bernama Hasmiati (42) yang merupakan istri pelaku.

Satu korban lainnya bernama Serda Hasanuddin (46) anggota TNI Kodim Jeneponto.

"Benar ada kejadian penembakan. Korbannya dua orang. Satu istrinya satunya seorang pria," kata Kabid Humas Polda Sulsel, Kombes Pol Ibrahim Tompo, saat dihubungi wartawan, Jumat (15/5/2020).

Bripka Herman kini telah diamankan oleh Propam Polda Sulsel untuk mempertanggungjawabkan perbuatan yang ia lakukan.

Sementara kedua korban, Hasmiati dan Serda Hasanuddin menjalani perawatan di rumah sakit Kota Makassar.

Menanggapi hal tersebut, Sosiolog UNM Muhammad Syukur mengatakan, perilaku agresif seseorang muncul salah satunya bisa dipicu karena rasa sayang atau cinta berlebih terhadap sesuatu.

Syukur mengatakan, ketika sesuatu yang dicintai diambil atau direbut oleh orang lain, maka bisa menimbulkan perilaku agresif dari pihak yang mencintai.

"Tindakan agresif seseorang dalam bentuk kekerasan fisik dan verbal dianggap sesuatu yang berharga dalam rangka menyingkirkan seseorang yang merebut sesuatu yang dicintainya," katanya kepada Tribun, Jumat (15/5/2020).

Ia melanjutkan, pengkhinatan terhadap rasa sayang atau cinta yang diberikan kepada seseorang yang dicintainya, bisa memicu munculnya tindakan agresif.

"Baik dalam bentuk kekerasan fisik dan verbal terhadap seseorang yang berkhianat," terangnya.

 Budaya Siri dalam Masyarakat Bugis-Makassar

Selain itu, Muhammad Syukur juga menyampaikan masyarakat Bugis - Makassar memiliki budaya Siri na Pacce yang dianut selama ini.

Ia mengatakan, dalam perspektif budaya Bugis-Makassar, tidak ada yang lebih berharga selain menegakkan siri atau kehormatan

"Ketika siri seseorang diinjak-injak orang lain dengan tidur bersama istri, maka pihak suami merasa harga dirinya atah siri-nya di injak-injak," katanya.

Oleh karena itu, lanjutnya, untuk meneggakkan sirinya, seseorang rela mati atau mengorbankan orang yang telah melabrak sirinya.

Dosen Sosiologi Universitas Negeri Makassar ini menambahkan, Siri sudah membudaya dalam masyarakat Bugis-Makassar.

"Jadi meskipun ada aturan hukum formal, tapi budaya siri tetap hidup di tengah-tengah masyarakat," paparnya.

Makanya, kata Syukur, tidak perlu heran ketika ada aparat hukum yang bertindak di luar norma.

"Tetapi tindakannya tetap pada nilai-nilai budaya yang dianutnya," tandas Syukur. 

Berita Terkini