TRIBUN-TIMUR.COM - Terduga dalang kerusuhan Papua Benny Wenda pasang 6 syarat untuk ketemu Jokowi, Wiranto ungkap bahayanya.
Tokoh yang selama ini berada di balik kerusuhan di Papua, Benny Wenda memberi tawaran kepada pemerintah.
Ketua Gerakan Persatuan Pembebasan Papua Barat ( ULMWP ) Benny Wenda berharap dapat bertemu Presiden Joko Widodo untuk berdiskusi tentang persoalan di Tanah Papua.
"Saya berharap dia (Jokowi) berkenan untuk duduk bersama saya dan mendiskusikan masa depan Papua Barat," kata Benny Wenda melalui keterangan tertulis, Selasa (8/10/2019).
Benny Wenda adalah aktivis separatis asal Papua yang disebut polisi sebagai dalang kerusuhan di Papua dan Papua Barat.
Benny Wenda kini diketahui menetap di Oxford, Inggris.
Seiring dengan harapannya bertemu Presiden Jokowi, Benny sekaligus mengajukan sejumlah syarat.
Pertama, referendum Papua harus masuk di dalam pertemuan itu.
Kedua, Benny Wenda meminta pertemuan itu difasilitasi oleh pihak ketiga, misalnya Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) atau negara ketiga yang disepakati bersama.
Ketiga, ia meminta Pemerintah Indonesia mengizinkan Komisaris Tinggi HAM PBB (OHCHR) berkunjung ke Papua.
Keempat, Pemerintah Indonesia harus segera menarik TNI-Polri dari Papua.
"Seluruh tambahan 16.000 personel TNI-Polri yang diturunkan sejak Agustus 2019, segera ditarik," ujar Benny.
Kelima, kepolisian harus melepaskan seluruh tahanan politik.
Mereka yaitu Wakil Ketua II ULMWP Buchtar Tabuni, Ketua Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Agus Kossay, Bazoka Logo, Steven Itlay, Surya Anta dan seluruh mahasiswa yang diamankan sejak situasi memanas di Papua.
Keenam, Pemerintah Indonesia didorong mencabut pembatasan akses bagi media dan lembaga swadaya masyarakat (LSM) ke Papua Barat.
Kata Jokowi, Moeldoko dan Wiranto
Mengenai pertemuan dengan tokoh kemerdekaan Papua, Presiden Joko Widodo sendiri sudah menyatakan, siap untuk bertemu.
Menurut dia, siapa pun yang ingin bertemu dengan dirinya akan difasilitasi.
"Enggak ada masalah, bertemu saja. Dengan siapa pun, akan saya temui kalau memang ingin bertemu," kata Jokowi di Istana Bogor, Senin (30/9/2019).
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko juga mengatakan siap bertemu Benny Wenda.
Pernyataan itu disampaikan mantan Panglima TNI itu sebagai jawaban atas permintaan DPRD se-Papua supaya pemerintah berdialog dengan tokoh yang berseberangan.
Moeldoko pun berkomitmen mengajak Benny mencari solusi bersama untuk penanganan masalah di Papua.
"Sama Benny Wenda saya siap bertemu. Kita bicara, sama-sama mencari solusi. Kita juga tidak menginginkan sedikit pun ada korban," kata Moeldoko di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta, Rabu (25/9/2019).
Meski demikian, penolakan atas pertemuan justru datang dari Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto.
Ia mengungkap bahaya jika pertemuan dilakukan secara formal.
Wiranto menegaskan, pertemuan formal berarti negara mengakui ULMWP sebagai sebuah organisasi.
Padahal, organisasi itu bertujuan untuk memecah kedaulatan NKRI di tanah Papua.
"Dalam bentuk perjanjian, pertemuan formal di antara pemerintah dengan pemberontak tentu tidak bisa," kata Wiranto dalam konferensi pers di Gedung Kemenko Polhukam, Selasa (24/9/2019).
"Dengan cara lain bisa, tetapi bukan pertemuan formal. Karena, itu berarti kita mengakui," ujar dia.
Wiranto sekaligus menekankan bahwa pemerintah tak pernah menutup komunikasi dengan pihak manapun, selama porsi komunikasi tersebut bersifat wajar.
Namun, khusus untuk kelompok pemberontak, pemerintah mempunyai batasan tertentu.
"Jangan sampai ada pengakuan sejajar di antara pemerintah yang sah dengan pemberontak, kan enggak bisa," kata Wiranto.
Benny Wenda Tak Bisa Ditangkap
Sebelumnya, dalam kesempatan terpisah, Wiranto mengatakan, Benny Wenda yang kini bermukim di Inggris tak bisa ditangkap lataran dianggap sebagai penjahat politik, bukan penjahat perang.
Benny Wenda telah menanggalkan status WNI-nya.
"(Benny Wenda) itu bukan penjahat perang, tapi penjahat politik," ucap Wiranto saat jumpa pers di kantor Kemenko Polhukam, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (4/9/2019).
Pernyataan Wiranto itu merujuk bagaimana langkah-langkah pemerintah yang telah melakukan langkah counter narasi di ranah Internasional atas tuduhan yang disampaikan Benny Wenda.
"Ya langkah-langkah itu ada, intersepsi ada, pencegahan ada, counter narasi ada, langkah-langkah counter provokasi di PBB sana ada, di kedutaan-kedutaan besar ada," kata Wiranto.
Wiranto juga mengatakan, Kementerian Luar Negeri juga sudah menyiapkan counter narasi untuk mengimbangi tuduhan Benny Wenda soal penanganan konflik Papua oleh pemerintah Indonesia.
"Narasi dari Kemenlu sudah disiapkan. Kita sendiri sudah menghubungi teman-teman di negara Pasifik Selatan. Sudah, ya, ada selalu. Kita tidak diam," katanya menjelaskan.
Wiranto menegaskan bakal menangkap Benny Wenda, bila yang bersangkutan berada di Indonesia.
Namun, saat ini Benny Wenda tinggal di London, Inggris.
"Kalau masuk ke Indonesia, saya tangkap atau kita tangkap. Kita proses," kata Wiranto.
Kata Wiranto, pemerintah menemui kendala untuk menghadapi Benny Wenda karena kerap mendapat perlindungan dari negara lain atau pihak tertentu.
"Tetapi, ini kan bagian dari satu yang nyata, yang kita hadapi. Bukan hanya Indonesia, negara-negara lain pun ada pihak-pihak tertentu yang selalu ngerecokin," tutur Wiranto.
"Dan tatkala mereka sudah bukan warga negara Indonesia dan juga sudah ada perlindungan suaka dari negara-negara lain, prosesnya kan tidak sesederhana yang kita pikirkan," katanya lebih lanjut.
Sebelumnya, Wiranto mengonfirmasi jika Benny Wenda termasuk dalam konspirasi yang mengakibatkan kerusuhan di sejumlah wilayah Papua.
"Saya kira benar bahwa Benny Wenda memang bagian dari konspirasi untuk masalah ini," ujar Wiranto, di Ruang Media Center Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Senin (2/9/2019).
Wiranto menjelaskan, Benny Wenda sejak dahulu diketahui memiliki aktivitas yang sangat tinggi dalam memberikan informasi palsu.
Yang bersangkutan juga disebut kerap kali keluar dan masuk ke Indonesia.
Mantan Panglima TNI itu pun mengaku pihaknya sudah mengetahui Benny Wenda selalu melakukan provokasi ke luar negeri, terkait keseriusan Pemerintah Indonesia dalam menangani Papua.
"Dan kita sudah tahu memang mereka selalu melakukan provokasi ke luar negeri, seakan-akan Indonesia enggak ngurus Papua dan Papua Barat. Seakan-akan kita menelantarkan di sana, seakan-akan banyak pelanggaran HAM setiap hari, penyiksaan, pembunuhan, tetapi semua itu kan tidak benar," ucapnya.
Wiranto pun menegaskan provokasi tersebut hanya dapat dilawan dengan kebenaran, fakta, serta informasi yang aktual dan rasional.
"Tetapi kita harus lawan dengan kebenaran. Kita lawan dengan fakta, dan biasanya provokasi yang tidak benar, informasi yang menyesatkan, dapat dibantah dengan fakta-fakta yang ada," tuturnya.
Pernah Dipenjara
Benny Wenda merupakan bekas narapidana yang dihukum 25 tahun penjara terkait dengan perjuangannnya untuk memerdekakan Papua.
Pada 6 Juni 2002, dia dijebloskan ke sel tahanan di Jayapura.
Namun, selang 4 bulan kemudian, dia melarikan diri dari ketatnya penjara Indonesia pada 27 Oktober 2002.
Selama di tahanan, Benny Wenda mengaku mendapatkan penyiksaan serius.
Dia dituduh berbagai macam kasus, salah satunya disebut melakukan pengerahan massa untuk membakar kantor polis hingga harus dihukum 25 tahun penjara.
Kasus itu kemudian masuk persidangan pada 24 September 2002.
Benny Wenda dan tim pembelanya menilai persidangan ini cacat hukum.
Pengadilan terus berjalan, sampai pada akhirnya Benny Wenda dikabarkan dari tahanan pada 27 Oktober 2002.
Dibantu aktivis kemerdekaan Papua Barat, Benny Wenda diselundupkan melintasi perbatasan ke Papua Nugini dan kemudian dibantu oleh sekelompok LSM Eropa untuk melakukan perjalanan ke Inggris di mana ia diberikan suaka politik.
Sejak tahun 2003, Benny Wenda dan istrinya Maria serta anak-anaknya memilih menetap di Inggris.(*)