SEJAK proses angket bergulir di DPRD Sulsel, sosok Kadir Halid termasuk yang paling disorot.
Ini tak terlepas dari posisinya sebagai Ketua Pansus Hak Angket DPRD Sulsel.
Tak hanya itu, sempat beredar isu yang menuduh hak angket ini tak lain upaya balas dendam politik politikus Golkar ini.
Juga muncul isu adanya oknum tertentu yang menunggangi proses hak angket ini.
Benarkah?
Dua jurnalis Tribun Timur yakni Abdul Azis Alimuddin dan Hasan Basri menemui Kadir Halid untuk meminta penjelasan terkaIt dinamika hak angket beserta isu-isu yang menyelimutinya.
Wawancara dilakukan di lantai 3 Hotel Myko, Jl Boulevard, Kota Makassar, Rabu (14/8/2019).
Bagaimana perkembangan terbaru perjalanan hak angket?
Ini sudah memasuki akhir dari pada tugas pansus hak angket. Kita sementara finalisasi. Insya Allah, Kamis sore (hari ini) kita rapat untuk merampungkan daripada seluruh kesimpulan dan rekomendasi yang masuk.
Jadi nanti dirapat finalisasi terakhir sebelum dilaporkan ke pimpinan DPRD. Kemudian kita minta ketua DPRD melakukan paripurna.
Sejauh ini, apa kendala dalam proses hak angket?
Sejauh ini belum ada kendala. Hanya berita-berita soal keuangan dan segala macamnya dan itu biasa-biasa saja.
Di luar PKS dan PDIP, semuanya solid soal hak angket. Berdasarkan sidang hak angket, pelanggaran jelas. Di antaranya pelanggaran UU No 23 tahun 2014 tentang Peraturan Daerah.
Juga ada UU Nomor 5 tahun 2014 tentang ASN (aparatur sipil negara) dan UU Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan.
Beberapa waktu lalu ada pertemuan Wapres Jusuf Kalla bersama sejumlah pimpinan parpol, pimpinan DPRD Sulsel, ketua fraksi dan beberapa anggota pansus angket. Menurut Anda, apa makna pertemuan itu?
Biasa saja karena itu bagian dari silaturrahmi.
Kita menghargai langkah-langkah yang dilakukan Pak JK sebagai tokoh nasional dan tokoh Sulsel untuk bagaimana Sulsel kedepannya lebih baik.
Apakah ada masukan untuk pansus angket dari pertemuan tersebut?
Tidak ada masukan dari Pak JK soal hak angket. Beliau hanya meminta agar Sulsel damai-lah.
Kita memaknai permintaan beliau agar komunikasi ini harus berjalan dengan baik.
Yang selama ini tidak bagus komunikasinya harus diperbaiki, khususnya dari pemerintah provinsi.
Sempat beredar isu, hak angket bermotif ketidakpuasan dan beraroma dendam politik. Benarkah seperti itu?
Sama sekali tidak ada dendam politik. Tidak benar itu.
Betul itu ditujukan kepada saya karena saya adiknya Nurdin Halid sebagai mantan calon gubernur. Tapi terus terang saya tidak pernah laporkan apa-apa ke Pak Nurdin.
Jadi kapan Anda laporkan perkembangan hak angket ke Ketua DPD I yang digulirkan legislator Golkar?
Nanti saya sampaikan kalau sudah paripurna. Selama ini tidak pernah.
Boleh tanyakan kepada seluruh Pengurus Harian Golkar: apakah Kadir pernah menyampaikan soal hak angket ke Pak Nurdin?
Sama sekali tidak pernah. Jangankan Pak NH, pengurus inti Golkar saja tidak pernah saya tanyakan.
Jadi orang-orang saja yang menghubung-hubungkan saja.
Benarkah Anda dibalik skenario hak angket?
Sama sekali tidak benar. Kalau mau gagalkan hak angket mudah sekali. Jangan dibuat kourum.
Kurang dari 64 anggota DPRD sudah selesai, sudah tidak kourum.
Tapi karena kebersamaan di DPRD yang mau melihat ada masalah di provinsi ini sehingga mereka mau hadir di paripurna lalu, sehingga paripurna kourum.
Ada isu, katanya Anda ingin menjatuhkan Gubernur Sulsel?
Tidak ada yang ingin menjatuhkan gubernur. Itu tidak ada. Awalnya kita kan ini melihat ada dualisme kepemimpinan.
Kemudian ada ketidakharmonisan dengan gubernur dan wakilnya, termasuk DPRD. Selama ini kita panggil gubernur dia tidak mau hadir.
Padahal ini paripurna. Cuma diwakili oleh wakilnya terus, oleh sekdanya terus dan segala macam.
Ini karena tak ada komunikasi. Jadi tidak benar itu.
Ada tokoh besar di balik hak angket. Apa benar begitu?
Tidak benar itu juga ada tokoh yang menunggangi ini hak angket. Proses hak angket ini murni niat kita adalah mau melihat Sulawesi Selatan tetap maju.
Jangan seperti sekarang OPD merasa tidak nyaman kerja karena setiap saat diancam untuk dicopot dan segala macamnya.
Setiap OPD harus lapor ke TGUPP dan sebagainya. Ini mekanisme perpanjangan yang merusak.
Selama proses hak angket bergulir, apakah Anda pernah diteror dan merasa was-was karena khawatir ada oknum ingin mencelakai Anda?
Sama sekali tidak pernah diteror. Ada beberapa teman-teman saya di pansus hak angket ditelepon.
Kalau saya sendiri tidak pernah ada yang menghubungi, menelpon dan lain-lain. Saya tidak perlu sebut namanya.
Anggota Fraksi Golkar saja ada yang pernah dihubungi. Terornya katakanlah diiming-imingi materi dan segala macam.
Apakah pernah ada pihak tertentu membujuk atau anggota pansus lainnya agar proses angket ini tak sampai ‘menelanjangi’ para terperiksa?
Kalau secara pribadi tidak pernah saya dibujuk.
Tetapi saya tidak tahu kalau partai yang tidak mendukung hak angket ya, karena ini juga ada fraksi di DPRD bukan angket. Katakanlah PKS dan PDIP itu tidak masuk.
Saya tidak tahu kalau mereka, selama ini tidak ada yang dimasu-ki kalau anggota hak angket.
Bagaimana menurut Anda dengan isu kekhawatiran jangan sampai ada uang besar beredar untuk memakzulkan Gubernur dan Wagub Sulsel?
Uang besar dari mana yah? Siapa yang berikan uang itu untuk kegiatan hak angket?
Terus terang saja kami sangat hati-hati soal ini. Saya tidak tahu kalau partai yang tidak mendukung hak angket karena ini juga ada fraksi di DPRD bukan angket.
Anda merasa banyak yang mendukung langkah Anda atau lebih banyak yang mencela Anda dan pansus hak angket?
Lebih banyak yang mendukung karena mereka mau melihat Sulawesi Selatan tetap maju dan tidak dikuasai oleh segelintir orang saja.
Bisa dilihat kan dua fraksi saja yang tidak masuk hak angket.
Hubungan Anda dengan Nurdin Abdullah dan Andi Sudirman Sulaiman?
Saya dengan Pak Nurdin Abdullah dan Andi Sudirman Sulaiman baik-baik saja.
Pertemuan secara resmi sebagai anggota DPRD saya ketemu beberapa kali saja.
Sebagai ketua fraksi dan ketua komisi juga pernah, secara resmi semuanya ya. Setelah itu tidak pernah lagi.
Apa makna penting di balik proses hak angket ini?
Proses hak angket ini terjadi karena kita ingin melihat Sulsel tetap maju.
Kita tidak ingin ada OPD bekerja tidak nyaman karena sering diancam untuk dicopot.
Setiap OPD harus lapor ke TGUPP dan sebagainya, jujur ini mekanisme yang sangat-sangat merusak. (zan/zis)