Video Detik-detik Prof Hukum Debat dengan Polantas di Jalanan karena Rambu, Ternyata Dia Juga Mantan

Editor: Edi Sumardi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Video detik-detik profesor hukum debat dengan polantas di jalanan karena rambu, ternyata dia juga mantan polisi.

TRIBUN-TIMUR.COM - Video detik-detik profesor hukum debat dengan polantas di jalanan karena rambu, ternyata dia juga mantan polisi.

Viral, video profesor hukum vs polisi lalu lintas.

Jadi, siapa kalah debat?

Video pendek yang menunjukkan pria berambut putih menyebut diri sebagai professor hukum mendebat polisi soal rambu-rambu menjadi viral di media sosial.

Peristiwa dalam video berdurasi 2 menit 16 detik itu terjadi di persimpangan Jalan Raya Jemursari, Wonocolo, Surabaya, Jawa Timur.

Pria itu diketahui bernama Prof Dr Sadjijono kelahiran Yogyakarta tahun 1953, mantan anggota Resmob Polda Jatim yang kemudian merintis karir akademik hingga jadi Pjs Rektor Universitas Bhayangkara Surabaya (Ubhara) pada tahun 2006.

Menurut Kasat Lantas Polrestabes Surabaya, AKBP Eva Guna Pandia, insiden itu direkam pada April 2019.

"Itu sebelum bulan puasa," kata Eva Guna Pandia di kantornya, Kamis (18/7/2019).

Eva menyebutkan, polisi lalu lintas dalam video itu diketahui bernama Aiptu Muhtashor.

Ia sengaja tidak melaporkan insiden tersebut kepada Kanit Lantas Polsek Wonocolo, tempatnya bertugas.

"Anggota tersebut memang tidak melaporkan karena saat itu Kanit Lantas sedang umrah," katanya.

"Dia juga tidak melaporkan kepada kami," ujarnya.

Informasi mengenai waktu dan tanggal yang sesungguhnya dari insiden tersebut juga dibenarkan asisten Sadjijono yang bernama Abdul Halim.

Saat dihubungi melalui sambungan telepon, Halim membenarkan kejadiannya sudah lama.

Seingat dia, rekaman video tersebut dibuatnya sekitar Maret 2019.

"Itu kan lama, sejak bulan Maret, nah rambu-rambunya sekarang sudah diganti itu," kata dia. 

Pokok Perdebatan

Sebagaimana terlihat dalam video di atas, Prof Dr Sadjijono mempertanyakan maksud rambu-rambu pada pemisah jalan di tengah persimpangan Jalan Raya Jemursari, Wonocolo.

Foto di bawah ini adalah rambu-rambu yang sudah direvisi setelah kasus di atas.

Rambu-rambu pada pemisah jalan di tengah persimpangan Jalan Raya Jemursari, Wonocolo, Surabaya. (SURYA/LUHUR PAMBUDI)

Sebelum direvisi, rambu-rambu itu menimbulkan dua tafsir berbeda.

Tafsir versi polisi, hanya sepeda motor yang boleh berputar arah, kendaraan lain tidak boleh.

Tafsir versi Prof Dr Sadjijono, tidak ada larangan berputar untuk kendaraan apapun. Mobil, misalnya, boleh langsung putar balik tanpa menunggu isyarat lampu. Sedangkan motor boleh putar balik tapi harus menunggu isyarat lampu.

“Yang mana tidak boleh roda empat putar? Hayo, apa dasar hukumnya? Saya professor hukum,” kata Prof Dr Sadjijono dalam video itu.

“Ini tidak sembarangan, walaupun anda penegak hukum, tapi harus tahu artinya. Ayo, apa artinya coba,” katanya.

“Mana yang melarang roda empat putar itu? Boleh (putar balik) roda empat itu, tidak ikuti isyarat lampu. Renungkan. Hayo jelaskan itu,” lanjutnya mengatakan.

Kembali dicecar serentetan pertanyaan semacam itu, petugas polisi itu tampak diam dan tak menanggapi.

“Kalau nilang, kamu tak gugat, kamu pasti kalah, yakin aku,” katanya.

Ia kembali menegaskan bahwa plakat rambu tersebut bukanlah berisi larangan pengendara roda empat untuk putar balik.

“Ini bukan larangan,” kata dia.

Kemudian, petugas polisi tersebut kembali menanggapi cecaran pria paruh baya itu.

“Ya nanti kami akan,” kata polisi itu dengan suara yang terdengar semakin tidak jelas.

Selain terdengar lirih, suara petugas polisi itu makin tak jelas terdengar dalam rekaman video tersebut, lantaran langsung dipotong dengan pertanyaan susulan dari pria paruh baya itu.

“Karena ada korban, kasihanlah masyarakat, saya pakar hukum,” tandasnya.

Tanggapan Polda Jatim

Kabid Humas Polda Jatim, Kombes Pol Frans Barung Mangera, menyatakan tidak akan memperpanjang permasalahan tersebut.

"Tidaklah, koreksi itu biasa," katanya di ruang kerjanya, Kamis (18/7/2019).

Bagi Barung, kejadian yang menimpa anggotanya itu terbilang biasa dan risiko dalam bertugas.

"Risiko kan banyak, ada risiko anggota yang tertabrak, ada risiko anggota yang terbunuh, ada risiko anggota yang dimaki-maki, itu kan wajar," ujarnya.

Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Frans Barung (TRIBUNJATIM.COM)

Barung mengakui, rambu-rambu itu menimbulkan multitafsir.

Sehingga, muncullah perdebatan antara kedua belah pihak sebagaimana dalam video tersebut.

"Rambu itu mungkin kurang jelas sehingga kami perbaiki," katanya.

Barung menambahkan, kewenangan rambu-rambu di persimpangan jalan tersebut tidak hanya terletak pada kepolisian.

"Beberapa institusi dalam traffic board itu, salah satunya adalah kepolisian, Dinas Perhubungan, dan pemerintah daerah," kata mantan Kabdi Humas Polda Sulsel ini.(*)

Berita Terkini