Sumanto Al Qurtuby

Sumanto Al Qurtuby: Aneka Ragam Puasa Mulai Hippocrates Hingga Benjamin Franklin

Editor: Mansur AM
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sumanto Al Qurtuby

TRIBUN-TIMUR.COM - Berikut tulisan Prof Sumanto Al Qurtuby, Ph.D menyambut 1 Ramadan.  

Profesor Antropologi Agama King Fahd University-Arab Saudi mengulas aneka ragam bentuk puasa dari zaman dahulu kala sebelum kewajiban puasa bagi Umat Muslim hingga metode pengobatan modern memakai puasa sebagai salah satu alternatif. 

Berikut tulisan lengkapnya:

Aneka Ragam Puasa

Puasa bukan hanya "ajaran normatif" eksklusif umat Islam saja. Puasa juga bukan hanya tradisi dan praktik eksklusif umat beragama saja.

Puasa sudah menjadi praktik berjamaah yang lumrah berbagai umat manusia, baik komunitas agama maupun non-agama, sejak ribuan tahun silam.

Meskipun puasa dipraktikan dan sudah menjadi tradisi berbagai umat agama dan non-agama, tetapi tidak semua umat tersebut memiliki maksud, tujuan, dan "aturan main" yang sama tentang puasa.

Ada yang berpuasa dari pagi sampai petang.

Ada lagi yang berpuasa dari siang sampai pagi.

Ada yang berpuasa tidak makan dan minum, ada yang tidak makan saja tapi boleh minum, yang lain tidak boleh makan, minum, udud atau ngrokok plus nggebleh. Pula, ada yang berpuasa untuk menjaga kesehatan tubuh, latihan olah spiritual, membangun relasi transendental dengan Tuhan, mengasah rasa kemanusiaan, atau bahkan untuk bertahan hidup.

Hippocrates yang disebut-sebut sebagai "Bapak Pengobatan Modern" yang hidup sekitar 400-an SM, misalnya, menganjurkan pasiennya untuk berpuasa karena puasa adalah metode pengobatan paling ampuh.

Ia pernah menulis "To eat when you are sick, is to feed your illness". Jadi, kalau kita makan saat sedang sakit itu sama dengan menyuapi si penyakit.

Pernyataan Hippocrates of Cos itu diamini, didukung, dan dipraktikkan oleh berbagai filsuf Yunani Kuno lainnya seperti Plutarch, Plato, Aristotle, dlsb. Karena kemampuan mengobati dari dalam, oleh mereka, puasa disebut sebagai "physician within".

Bukan hanya para ilmuwan dan filsuf agung Yunani Kuno saja, sejumlah filsuf, ahli medis, atau cendekiawan Barat juga mengakui keampuhan puasa.

Misalnya, Philip Paracelsus, pendiri toxicology dan sistem pengobatan Barat modern yang hidup di abad ke-16 M, pernah menulis "Fasting is the greatest remedy".

Pak Benjamin Franklin, salah satu Bapak Pendiri Amerika Serikat, juga menganggap puasa, selain istirahat, sebagai praktik pengobatan terbaik ("the best of all medicines is fasting and resting).

***

Bukan hanya untuk pengobatan saja, puasa juga dipraktikkan oleh sejumlah masyarakat suku dan non-suku yang berpola hidup nomadik (berpindah-pindah) sebagai strategi terbaik untuk bertahan hidup. Misalnya, puasa sudah lazim dilakukan oleh berbagai suku di Afrika (seperti Gabbra) untuk bertahan hidup khususnya di musim paceklik.

Konon, suku-suku Israel kuno (Israelites) juga menggunakan strategi puasa untuk bertahan hidup di saat dikejar-kejar musuh (misalnya Bangsa Mesir) dan bersembunyi di gua-gua.

Yang lain mempraktikkan puasa sebagai "olah spiritual".

Hampir semua komunitas agama besar di dunia (Yahudi, Kristen, Islam, Hindu, Buddha, Taoisme, Jainisme, Baha'i, dlsb) mempraktikkan puasa, secara teori, untuk tujuan menggapai dimensi spiritual-transendental ini, selain sejumlah tujuan sekunder. Yesus, Muhammad, Siddharta, Bahaullah, dlsb, mempraktikkan puasa.

Mungkin hanya Sikh yang tidak "mengajarkan" puasa sebagai "olah spiritual", kecuali untuk praktik pengobatan saja.

Bagi para guru Sikh, puasa tidak membawa manfaat dan dampak spiritual apapun, selain menyengsarakan diri.

Akhirul kalam, dari Jazirah Arabia, saya ingin mengucapkan selamat berpuasa kepada umat Islam Indonesia khususnya dan lebih khusus lagi teruntuk tetanggaku warga "negeri jiran" Kertanegara.

"Yang tidak berpuasa, hormatilah yang berpuasa; yang berpuasa, hormatilah yang tidak berpuasa." Demikian intisari hasil keputusan Ijtima' Bukan Ulama.

Jabal Dhahran, Jazirah Arabia

Prof. Sumanto Al Qurtuby, Ph.D. 

Profesor Antropologi Agama King Fahd University-Arab Saudi

Profil Sumanto Al Qurtuby

Sumanto Al Qurtuby salah satu cendekiawan Muslim Tanah Air yang mukim di luar negeri.

Beliau adalah kolumnis beberapa media Indonesia dan Internasional.

 Profesor Antropologi Budaya King Fahd University of Petroleum and Minerals telah menulis lebih dari 18 buku, dan puluhan artikel ilmiah, dan ratusan karya ilmiah populer (Bahasa Indonesia dan Inggris).

Di antara jurnal ilmiah yang memuat karya beliau, yaitu International Journal of Asian Studies, Asian Journal of Social Science, Islam and Christian–Muslim Relations, India Quarterly: A Journal of International Affairs, Southeast Asian Studies, Peace Research, International Journal on World Peace, Islamic Studies, Asian Perspective, dan lain-lain.

Buku terbarunya diterbitkan oleh Routledge (London & New York) dengan judul Religious Violence and Conciliation in Indonesia: Christians and Muslims in the Moluccas.

Prof Sumanto telah menyelesaikan sebuah buku manuskrip dengan judul Saudi Arabia and Indonesian Networks: Migration, Education and Islam.

Mantan Sekretaris Jenderal Komunitas NU Amerika dan Kanada ini sedang menangani beberapa penelitian, termasuk “Domestic Terrorism and Counterterrorism in Saudi Arabia” dan “Islamist Mobilization and the Prospects for Civil Islam in Indonesia.”

Pendidikan

S1-Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang

S2-MA in Conflict and Peace Studies from Eastern Mennonite University’s Center for Justice and Peacebuilding

S3-PhD in Cultural Anthropology from Boston University

Visiting Senior Research Fellow in the Middle East Institute of National University of Singapore, Professor Cultural Anthropology at King Fahd University of Petroleum and Minerals, Dhahran, Saudi Arabia.

Visiting professor and a research fellow at Kroc Institute for International Peace Studies, University of Notre Dame in Indiana, the United States.

Berita Terkini