Laporan Wartawan Tribun Timur, Desi Triana Aswan
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Berawal dari Febriansa (25) yang pada saat itu masih berstatus mahasiswa jurusan pendidikan Universitas Negeri Makassar mengajak mahasiswa lainnya untuk membentuk Komunitas Rumah Dedikasi Indonesia yang berdiri pada 2013.
Kegiatan dari komunitas tersebut adalah membagikan makanan gratis setiap Jumat kepada para anak-anak jalanan atau lansia.
Berjalannya waktu, komunitas yang digarap Andi sapaan akrab dari Febriansa ini menghantarkannya pada tempat dimana anak-anak pemulung di Jl Hertasning, Makassar kumpul dan bermain.
"Adik-adik disini kakak bawa makanan ke kalian," kata Andi menceritakan sejarah awal sekolah impian kepada Tribun Timur, di Flash Coffee Jl Urip Sumaharjo Makassar, Kamis (3/1/2018).
Melihat, anak-anak yang banyak dan berprofesi sebagai pemulung, Febri kemudian mulai memakai insting sosialnya.
"Saya bertanya kepada orang tuanya, kenapa mereka tidak sekolah? jawabannya rata-rata karena tidak ada biaya," tuturnya.
Berangkat dari hal itulah, Febri bersama sahabatnya Dian Hardianti Ilyas (24) yang juga memiliki satu misi bersama Febri berencana mendirikan sekolah untuk anak-anak tersebut.
DianĀ tidak percaya dengan langkah yang akan diambil Febri untuk mendidik anak-anak pemulung tersebut.
"Saya tidak yakin, karena ini semua kita mulai dari nol," tutur Dian.
Hanya saja, melihat keyakinan Febri dan tekad yang begitu kuat, menjadikan Dian juga yakin akan bekerja sama membangun sekolah.
"Kalau dia tidak berani, saya juga tidak. Tapi saya liat optimisnya kuat, jadi saya ikut yakin, dan kami akan kerjakan," katanya.
Febry berfikir untuk menyediakan jasa les privat sebagai dana awal dan yang akan menopang segala aktivitas para siswanya nanti.
Hasil dari les private tersebut, sebagiannya akan disumbangkan untuk biaya pemanfaatan fasilitas sekolah.
"Jadi, kami buat itu sebagai modal awal untuk membangun sekolah. Meski sederhana asal bisa menampung anak-anak," katanya.
Febri dan Dian pun, melakukan promosi melalui media sosial masing-masing.
"Alhamdulillah, banyak yang mau kami ajar," katanya.
Mereka kemudian membangun rumah panggung, dengan bahan bambu. Setidaknya kokoh untuk menampung puluhan anak-anak pemulung untuk belajar.
Rumah bambu tersebut dibangun dari hasil para donatur, yang berlokasi di Jl Inspeksi Kanal II Kelurahan Bangkala Kecamatan Manggala, Hertasning, Makassar.
Akhirnya, pada tanggal 8 Agustus 2017 mereka meresmikan sekolah tersebut dengan nama Sekolah Impian.
Menurut Febri, nama tersebut diambil dari impian-impian anak-anak tersebut dengan nampak polos mau menceritakan apa yang menjadi cita-citanya.
Para orang tua murid pun tidak merasa keberakatan, anak-anaknya mengikuti kegiatan belajar mengajar di Sekolah Impian.
Diakui oleh, Febri mereka melakukan pendekatan khusus untuk menyemangati anak-anak pemulung ini untuk tetap belajar.
"Alhamdulillah, berjalannya waktu mereka perlahan mulai mengerti. Bahkan ada yang tidak mau memulung lagi dan fokus belajar untuk menjadi pintar," jelasnya.
Rumah yang jarang dinding ini, terkadang membuat anak-anak yang penuh semangat dalam belajar kepanasan dan terkadang kedinginan saat hujan.
"Panas kena hujan juga kena," kata Dian.
Namun, tidak masalah mereka tetap bertahan dengan semangat meski dalam keterbatasan.
Febri dan Dian semakin semangat menjalani hari-hari mereka untuk mengajar anak-anak yang haus akan ilmu ini.
Berbagai mata pelajaran diajarkan, mulai dari pengetahuan di sekolah pada umumnya hingga belajar mengaji.
Saat ini sekolah yang tadinya digabung dari umur 4 hingga 17 tahun itu, telah dipilah-pilah sesuai dengan tingkatan kelas.
Dengan jenjang pendidikan dari Paud hingga SMP kelas satu.
Untuk TK sudah terdaftar secara resmi di dikti, dan telah mengeluarkan delapan orang alumni.
Kemudian masih berlanjut di Sekolah Impian dan duduk di kelas satu SD.
Tidak ingin berhenti sampai disitu, Febri kemudian membentuk Yayasan Smart Home yang membawahi empat kegiatan yang dilakukannya, mulai dari les private, sekolah impian, dan komunitas rumah dedikasi Indonesia.
Dibangunnya yayasan tersebut, tidak lain, untuk memudahkan proses administrasi para donatur yang ingin menyumbang.
"Semuanya masih aktif sampai sekarang," katanya.
Sekolah Impian tentunya merupakan tombak awal tercetusnya segala niat sosial yang dilakukan Febry dan Dian.
Mereka juga mengerahkan 30 orang yang tergabung dalam yayasan tersebut untuk mengatur segala sesuatunya baik urusan yayasan, komunitas, les private, maupun sekolah.
Kini, Sekolah Impian juga sudah memiliki cabang dan mengajar anak-anak pemulung di Jl Adyaksa Baru lorong 5, Kelurahan Pandang, Kecamatan Panakukang, Makassar.
Tidak hanya itu, berkat dukungan para donatur, Sekolah Impian sedang menggarap gedung baru yang nantinya akan ditempati oleh anak-anak tersebut melakukan kegiatan belajar.
"Semoga secepatnya terealisasi," kata Febri.
Ia juga berharap, agar sekolah Impian ini dapat mencetuskan generasi-generasi bangsa yang tidak hanya baik secara akademis namun juga bagus akhlaknya.
Febry mengatakan, tahun 2045 itu merupakan masa keemasan Indonesia, dimana generasi-generasi penerusnya adalah anak-anak.
"Mereka nantinya juga akan menjadi pemimpin bangsa ini," jelas Febri.