Literasi Ulama

Warisan AGH Muh As’ad, Pencetak Ulama Besar di Sulsel

Editor: Jumadi Mappanganro
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar Dr Firdaus Muhammad

Oleh: Dr Firdaus Muhammad
Pembina Pesantren An-Nahdlah dan Pengurus MUI Sulsel

MUKTAMAR As’adiyah XIV digelar Pengurus Besar As’adiyah pada 11-13 November 2017 di Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur. Wakil Presiden Jusuf Kalla dijadwalkan membuka muktamar tersebut. Lalu akan ditutup Menteri Agama.

AGH Dr Hamzah Harun selaku ketua steering committee (SC) memastikan ribuan peserta bakal hadir mewakili ratusan cabang As’adiyah selaku pengurus, guru, dan alumni serta penggembira yang tersebar di seluruh tanah air.

Pondok Pesantren As’adiyah merupakan warisan Anregurutta Al-allamah Al-Syaikh Anregurutta Haji (AGH) Muhammad As’ad yang terjaga hingga kini. Bahkan mengalami perkembangan cukup pesat.

Keberadaan Pesantren As’adiyah melalui ketokohan AGH Muh As’ad menjadi simpul jaringan ulama di Sulsel

Bahkan perkembangan pendidikan agama di Sulsel, boleh dikata tidak terlepas dari kontribusi AGH Muh As’ad melalui Mahad al-Madrasah al-‘Arabiyyah al-Islamiyyah (MAI).

Kini bernama Pesantren As’adiyah yang mengabadikan namanya. Berada di Sengkang, Kabupaten Wajo.

Kharisma keulamaan dan kemasyhuran keilmuannya menjadi pemantik para santri untuk mengaji kitab kuning langsung kepada beliau yang kelak menjadi mata rantai keulamaan di Sulsel.

Beliau lahir di Mekkah dan mengaji pada sejumlah ulama hingga dipercaya menjadi Imam Masjidil Haram Mekkah, sebelum ke Wajo.

Para ulama yang berguru kepada AGH Muh As’ad di antaranya AGH Abdurrahman Ambo Dalle (pendiri Pesantren DDI), AGH Daud Ismail (pendiri Pesantren Yastrib Soppeng) dan AGH Muh Yunus Maratan (pimpinan PB As’adiyah).

Juga tercatat AGH Abdul Malik Muhammad (pimpinan PB As’adiyah), AGH Abduh Pabbaja (pendiri Pesantren Al-Furqan Parepare) dan AGH Muin Yusuf (pendiri Pesantren Urwatul Wutsqa Sidrap).

Selain itu, ada nama AGH Ahmad Marzuki Hasan (pendiri Pesantren Darul Istiqamah Maros), AGH Abdul Kadir Khalid MA (pendiri MDIA Makassar), AGH Muh Ramli (salah satu pendiri NU Sulsel) dan sejumlah ulama termasyhur lainnya.

Menjejaki simpul jaringan keilmuan ulama Sulsel sejak AGH Muh As’ad tidak terputus.

Bahkan ternyata ulama-ulama Sulsel sebagian besar berguru pada beliau yang disimpulkan bahwa mereka satu guru yakni Hadratus Syekh AGH Muh As’ad.

Ia lahir di Mekkah pada hari Senin 12 Rabi’ul Akhir 1326 H/1907 M dari pasangan Syekh H Abd Rasyid.

Muh As’ad berpulang ke rahmatullah pada Senin 12 Rabiul Akhir 1372 H/29 Desember 1952 M dalam usia 45 tahun.

Kemudian kepemimpinan Pengurus Besar Pesantren As’adiyah Sengkang dilanjutkan oleh AGH Daud Ismail, AGH. Yunus Maratan, AGH. Abdul Malik Muhammad, dan Prof Dr AGH Rafi’i Yunus Maratan.

Pada 1999, Presiden RI telah menganugerahkan tanda kehormatan Bintang Mahaputra Naraya kepada AGH Muh As’ad karena jasa-jasanya dalam pengembangan pendidikan dan dakwah di Sulawesi Selatan.

Muktamar As’adiyah di Balikpapan tersebut untuk membahas kepemimpinan dan pengembangan Pesantren As’adiyah sebagai ikhtiar merawat warisan AGH Muh As’ad. (*)

Catatan: Tulisan ini telah terbit di koran Tribun Timur edisi print Jumat, 10 Nov 2017 dengan judul Warisan AGH Muh As’ad.

Berita Terkini