Gerak Buruh Unjuk Rasa di Disnaker Makassar, Ini Tuntutannya

Penulis: Fahrizal Syam
Editor: Ardy Muchlis
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sekelompok massa yang menamakan diri Aliansi Gerakan Rakyat untuk Buruh (Gerak Buruh) menggelar unjuk rasa di depan Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Makassar, Jl AP Pettarani, Makassar, Selasa (7/11/2017).

Laporan Wartawan Tribun Timur, Fahrizal Syam

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Sekelompok massa yang menamakan diri Aliansi Gerakan Rakyat untuk Buruh (Gerak Buruh) menggelar unjuk rasa di depan Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Makassar, Jl AP Pettarani, Makassar, Selasa (7/11/2017).

Gerak buruh merupakan gabungan dari bebeberapa serikat seperti GSBN, FPBN, Komunal, PMII Rayon PAI UMI, FOSIS UMI, Srikandi, dan lain-lain.

Para demomstran berunjuk rasa menuntut beberapa hal yakni meminta pemerintah memberlakukan upah sundulan tahun 2018, cabut PP No 78 tahun 2015, dan tolak revisi UU No 13 tahun 2013 tentang ketenagakerjaan.

Baca: Horeee, Gaji Naik Lagi. UMP 2018 Diumumkan Serentak 1 November 2017. Ini Rinciannya

Demonstran dalam orasinya mengatakan, upah yang diterima buruh dari tahun ke tahun pada kenyataannya tidak pernah mencukupi untuk pencapaian hidup layak, dan tidak mensejahterakan penghidupan buruh dan keluarganya.

"Angka-angka upah buruh sejauh ini tidak lebih dari sekedar nilai upah yang orientasinya sebatas hanya pada buruh mampu melanjutkan hidup, dan sekadar untuk dapat bekerja kembali keesokannya tanpa mampu menaikan dan mengembangkan kualitas hidupnya lebih jauh," kata demonstran.

Ia melanjutkan, terjadi perubahan angka upah, tetapi hakikatnya tidak mengalami kenaikan nilai yang diterima oleh buruh.

"Di tengah negara tidak mampu mengontrol dan mengendalikan harga-harga, di tengah kebutuhan dasar rakyat pekerja tidak di jamin negara dan serba mahal, kenaikan upah yang tidak seberapa, dari tahun ke tahun sejatinya tidak ada kenaikan upah, hal ini merupakan potret riil kaum buruh yang selalu menerima upah minimum dan murah hingga saat ini," keluhnya.

"Diberlakukannya PP Nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan, justru membuat kehidupan kaum Buruh makin tertekan dalam hal perolehan Upah. Karena lewat PP No 78 tahun 2015 Upah tidak lagi mengacu kepada pencapaian Kehidupan Hidup Layak (KHL) buruh tetapi pemerintah telah menentukan formula penetapan upah dengan mengacuh pada produk domestik bruto dan inflasi nasional," tambahnya.

Menurutnya, PP No 78 tahun 2015 sangatlah bertentangan dengan UU No 13 tahun 2003 dan ditolak oleh pekerja atau buruh, namun kemudian dipaksakan berlaku oleh Pemerintah. (*)

Berita Terkini