Mukhtar Tompo Pertanyaan Alasan “Blok Karaengta” Mangkrak ke Dirut Pertamina

Penulis: Muh. Hasim Arfah
Editor: Suryana Anas
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mukhtar Tompo

Laporan Wartawan Tribun Timur, Hasim Arfah

TRIBUN-TIMUR.COM, JAKARTA- Anggota Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) Mukhtar Tompo mengklarifikasi tentang hilangnya proyek kilang minyak "Blok Karaengta" dalam pertemuan bersama Direktur Utama Pertamina.

Pertemuan yang digelar Gedung Utama Pertamina, Jl Merdeka Timur, Jakarta, Selasa (24/5/2016).

Pertemuan ini membahas tentang Tata Kelola Migas dalam Upaya Mendukung Ketahanan Energi Nasional.

“Dalam Reses yang lalu, saya bertemu dengan Bupati Jeneponto. Beliau meminta tolong untuk menelusuri persoalan proyek kilang minyak Blok Karaengta, yang dirintis sejak tahun 1980-an di kawasan Jeneponto Lama, Kecamatan Binamu, Jeneponto pada tahun 1986-1987. Berdasarkan informasi masyarakat, dulu banyak helikopter yang mondar-mandir ketika untuk persiapan proyek bahkan hampir produksi, namun tiba-tiba hilang tanpa jejak,” kata Anggota Fraksi Partai Hanura DPR RI ini dalam rilis yang diterima Tribun.

Melalui forum tersebut, Mukhtar mempertanyakan status “Blok Karaengta”.

“Betulkah pernah ada, dan mengapa dihentikan? Padahal, eksplorasi di kawasan tersebut dapat mendukung ketahanan energi nasional,” kata Mukhtar.

Selain mempertanyakan tentang Blok Karaengta, Mukhtar juga mempertanyakan gambaran posisi ketahanan energi nasional.

“Jika merujuk defenisi Dewan Energi Nasional, ketahanan energi sebagai suatu kondisi terjaminnya ketersediaan energi, akses masyarakat terhadap energi pada harga terjangkau dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan perlindungan terhadap lingkungan hidup. Lalu bagaimana Pertamina menjelaskan posisi ketahanan energi kita saat ini?” tanya Mukhtar.

Mukhtar mengatakan BUMN migas harus benar-benar mendukung upaya-upaya pemerintah dalam ketahanan energi.

Untuk itu, menurut UUD 1945 seharusnya BUMN diberi berbagai hak istimewa, memegang hak monopoli alamiah, menguasai cadangan terbukti migas nasional mendapat dukungan modal dari APBN dan dikelola sesuai prinsip tata kelola perusahaan yang baik.

Karena itu dalam konteks pembahasan RUU Migas, hak pengelolaan migas nasional harus berada di tangan BUMN tunggal, yakni Pertamina, tanpa adanya BUMN lain. (*)

Berita Terkini