TRIBUNBONE.COM, GILIRENG- Surianto(30) mengaku tak kehilangan barang berharga selama disandera kelompok militan Abu Sayyaf di Filipina.
"Tidak ada barang berharga kami diambil," kata Surianto kepada tribunwajo.com di kediamannya, Kelurahan Gilireng, Kecamatan Gilireng, Kabupaten Wajo, Sulsel, Rabu (4/5/2016) pagi.
Surianto bersama sembilan rekannya, warga negara Indonesia (WNI), juga tak pernah mendapat kekerasan (fisik) dari penyandera.
"Tidak ada. Kalau dari segi makanan, kadang makan satu kali satu hari karena orang di sana apa yang dia (penyandera) makan ya itu juga yang kita makan," katanya.
Tidur di Tanah
Saat ditemui tribunwajo.com, kemarin, Surianto menceritakan kisahnya selama menjadi sandera kelompok Abu Sayyaf di Kepulauan Sulu, Philipina.
"Saya disandera selama satu bulan lima hari. Saat pertama kali kami disandera di kapal kami langsung dibawa ke sebuah pulau, pertama kali kami ditanya apakah muslim atau tidak, saya tidak tahu siapa yang menyandera, baru dengar kelompok Abu Sayyaf dari media juga," kata Sugianto.
Selama di sana kami selalu didampingi penyandera yang selalu menggunakan topeng lengkap dengan senjata laras panjang. Kami dibawa ke sebuah pulau kemudian masuk ke hutan dan selalu berpindah-pindah di dalam hutan tersebut.
"Kadang kami tidur di tanah, penyandera pun demikian, kalau dapat rumah dalam perjalanan, baru tidur di rumah lagi, kami betul-betul diawasi, ketika kami ingin buang air kecil atau besar kami hanya menggunakan bahasa tubuh," lanjut pria kelahiran 1985 ini.
Selama dalam sanderaan kelompok tersebut, penyandera tidak pernah melakukan tindak kekerasan kepada sanderanya.
"Selama di sana tidak ada kekerasan, apa yang dia (penyandera) makan, ya itu yang kita makan, kita selalu didampingi sekitar 50 orang menggunakan senjata lengkap menggunakan topeng," tambahnya.
Proses Pembebasan Sandera
"Saat pertama kali kami mau dibebaskan, kami dibangunkan pagi-pagi sekali waktu Filipina, kami dibangunkan beberapa orang bersenjata lengkap, kemudian kami dibawa ke perahu terus kami dibawa ke Sulu dengan menggunakan mobil," tambahnya.
Para sandera tersebut kemudian dibawa ke dekat kediaman Gubernur Sulu menggunakan mobil. Para sandera ditinggalkan begitu saja di sebuah SPBU.
"Kami ditinggalkan begitu saja di pom bensin (SPBU), kami lalu bertanya dimana kediaman Gubernur Sulu tersebut ke warga sekitar, kami lalu jalan kaki sekitar setengah kilometer menuju kediaman gubernur,
kami lalu dijamu makanan dan diminta mengganti pakaiannya di kediaman gubernur
"Kami dipersilahkan masuk ke rumah gubernur, kita sampai rumah gubernur dikasih makan dan mandi, kita juga diminta mengganti baju kami,"ceritanya.
Saat sandera 10 WNI tersebut mandi, datanglah para tentara Filipina menjemput.
"Saat kami mandi, datang tentara Filipina, lalu kamu dibawa ke pangkalan tentara Filipina di Sulu untuk check up kesehatan."
Para sandera kemudian menuju Zamboanga City, Filipina dengan menumpangi dua helikopter.
"Setelah itu kami diminta tentara Filipina untuk naik helikopter, satu heli 5 orang? lalu menuju Zamboanga City, kemudian diminta cek fisik lagi," katanya.
"Setelah selesai cek fisik, perwakilan kami dibawa ke ruangan untuk interview dengan pejabat tinggi militer dan wartawan di sana, selesai interview langsung naik pesawat terbang ke Indonesia."
Kami kemudian dijemput Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi
"Kami dijemput ibu menteri dan mobil langsung ke Rumah Sakit Tentara untuk check kesehatan dan istirahat, langsung ke Gedung Pancasila, serah terima pembebasan sandera dari pihak terkait."
Setelah itu kami dipertemukan dengan keluarga di sebuah hotel yang telah disiapkan perusahaan.
Saat ditanya apakah mengetahui adanya uang tebusan atau tidak.
"Yang saya tahu tidak ada uang tebusan," katanya singkat.
Surianto tiba di rumahnya Senin (3/5/2016)7 pukul 09.00 pagi.
"Alhamdulillah saya sampai di rumah jam 9 pagi, saya sangat berterima kasih kepada presiden, perusahaan, dan semua yang terlibat pembebasan kami," ucap Surianto bersyukur. (*)