Wamenaker OTT
2 Loyalis Jokowi Berkasus Era Prabowo
Noel Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker). Silfester Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet), organisasi relawan Jokowi sejak 2013.
TRIBUN-TIMUR.COM - Dua loyalis Jokowi mantan Presiden RI kini berkasus.
Pendukung berat Jokowi itu adalah Silfester Matutina dan Immanuel Ebenezer alias Noel.
Noel Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker).
Silfester Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (Solmet), organisasi relawan pendukung Presiden Jokowi sejak 2013.
Ia juga penanggung jawab Gerakan Tegak Lurus Jokowi.
Keduanya terlibat kasus berbeda.
Kini berurusan penegak hukum era Presiden Prabowo Subianto.
Terbaru, Noel terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Rabu (20/8/2025) malam.
“Benar,” kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto saat dikonfirmasi Kompas.com, Kamis (21/8/2025).
Meski demikian, Fitroh belum menyampaikan kasus korupsi yang menjerat Noel.
“Nanti akan disampaikan,” ujar dia.
Immanuel Ebenezer adalah orang kepercayaan Presiden Prabowo Subianto.
Pria yang dikenal sebagai Ketua Relawan Jokowi Mania (Joman) ini mendampingi Yassierli yang menjadi Menteri dalam Kabinet Merah Putih.
Lantas, siapa dan bagaimana rekam jejak Immanuel Ebenezer?
Noel ini mulai dikenal luas setelah menjadi pendukung militan pasangan calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo (Jokowi)-Ma’ruf Amin pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019.
Ketika itu, dia dikenal sebagai bagian dari relawan Joman.
Hingga akhirnya, menjabat sebagai Ketua Umum Relawan Joman.
Kemudian, pada Pilpres 2024, Noel awalnya melontarkan dukungan Jokowi Mania untuk Ganjar Pranowo sebagai bakal calon presiden (capres).
Bahkan, dukungan tersebut memunculkan relawan Ganjar Mania.
Padahal, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) belum mengumumkan bakal capres yang akan diusung pada Pilpres 2024.
Akibatnya, sempat terjadi ketegangan antara Relawan Jokowi Mania dengan sejumlah politikus PDI-P.
Namun, secara tiba-tiba, dukungan Jokowi Mania beralih kepada Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto sebagai bakal capres.
Apalagi, setelah putra sulung Presiden Jokowi, Gibran Rakabuming Raka secara resmi mendampingi Prabowo sebagai bakal calon wakil presiden (cawapres).
Hingga akhirnya, Noel membubarkan relawan Ganjar Mania dan membentuk relawan Prabowo Mania 08.
Sejak saat itu, pria kelahiran 22 Juli 1975 ini turut berjuang memenangkan pasangan Prabowo-Gibran pada Pilpres 2024.
Pada saat yang sama, Noel bergabung dengan Partai Gerindra. Bahkan, dia maju sebagai calon anggota legislatif (caleg) pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2024.
Maju sebagai caleg dari daerah pemilihan (dapil) Kalimantan Utara, Noel meraup 29.786 suara. Tetapi, dia tidak berhasil lolos sebagai wakil rakyat di Senayan.
Nasib Silfester Matutina
Ahli hukum pidana Universitas Pelita Harapan Prof Jamin Ginting menyoroti kasus dugaan fitnah terhadap Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla yang melibatkan Ketua Umum Solidaritas Merah Putih (SOLMET) Silfester Matutina.
Silfester menjadi sorotan lantaran dirinya belum juga dihukum padahal sudah dijatuhi vonis 1,5 tahun penjara di tingkat kasasi oleh Mahkamah Agung (MA) pada 2019 atau sekitar enam tahun lalu terkait kasus fitnah terhadap JK, sapaan akrab Jusuf Kalla.
Namun, ia mengajukan PK atau Peninjauan Kembali ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan pada Selasa (5/8/2025) lalu.
Adapun peninjauan kembali merupakan upaya hukum yang dapat ditempuh oleh terpidana (orang yang dikenai hukuman) dalam suatu kasus hukum terhadap putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap dalam sistem peradilan di Indonesia.
Permohonan PK dapat dilakukan dalam kasus perdata maupun pidana.
Sidang PK Silfester Matutina dijadwalkan digelar di PN Jakarta Selatan pada Rabu (20/8/2025) kemarin.
Akan tetapi, sidang tersebut belum dapat berjalan lantaran Silfester sakit dan tak bisa hadir, sehingga sidang ditunda dan baru akan dilaksanakan pada Rabu (27/8/2025) pekan depan.
Humas Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Rio Barten menyampaikan, Silfester Matutina menderita sakit dada hingga membutuhkan waktu istirahat selama 5 hari.
"Bahwa yang bersangkutan menderita sakit chest pain (sakit dada) dan membutuhkan waktu istirahat selama 5 hari," kata Rio, saat ditemui seusai persidangan, Rabu kemarin.
Silfester Matutina adalah seorang pengacara kelahiran Ende, Nusa Tenggara Timur (NTT) 19 Juni 1971 dan dikenal sebagai pendukung garis keras Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) sejak 2014.
Ia pernah menjadi yang pernah menjadi Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto–Gibran Rakabuming Raka pada Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Pakar Hukum: Ada Kelalaian Kejaksaan
Mengenai Silfester Matutina yang belum juga dieksekusi padahal sudah divonis 1,5 tahun penjara, Jamin Ginting menilai ada kelalaian kejaksaan dan hakim pengawas pelaksanaan putusan.
Sebab, jika putusan sudah inkrah, maka eksekutor wajib menjalankan putusan tersebut.
Hal ini disampaikan Jamin dalam tayangan ZOOMCAST & 101 yang diunggah di kanal YouTube KompasTV, Selasa (19/8/2025).
"Dalam suatu proses hukum acara pidana, kalau suatu putusan sudah mempunyai kekuatan hukum tetap dan dinyatakan pelaku tindak pidananya dipenjara, maka kewajiban eksekutor, dalam hal ini jaksa eksekusi, melaksanakan isi putusan, yang nantinya juga akan diawasi oleh hakim yang mempunyai tugas pengawasan untuk memastikan pelaksanaan putusan itu dijalankan," jelas Jamin.
"Jadi, menurut saya kalau sampai saat ini putusan tersebut tidak dilaksanakan, orangnya belum masuk ke penjara, berarti ada kelalaian kejaksaan dan kelalaian pengawasan oleh hakim pengawas dalam melaksanakan putusannya," tambahnya.
Bahkan, menurut Jamin, seharusnya Silfester dijemput paksa untuk dimasukkan ke penjara.
"Kalau seperti ini, sudah sepantasnya, seyogyanya, jaksa eksekutor memanggil secara paksa. Kalau tidak bisa dan tidak mau hadir, maka bisa dijemput untuk dijebloskan atau untuk dimasukkan ke dalam penjara. Nah, itu ketentuannya," katanya.
Kemudian, Jamin menyebut, pengajuan PK tidak berarti eksekusinya tidak jadi dilaksanakan.
"Permohonan PK itu tidak menghambat putusan tersebut. Jadi dengan adanya PK ini, bukan secara otomatis maka eksekusinya menjadi tidak bisa dilaksanakan. atau tidak mungkin dilaksanakan? Tidak. Justru kalau orang yang sudah dalam konteks pidana, PK itu upaya hukumnya tetap berjalan dan eksekusi terhadap putusan itu harus dilaksanakan," tegas Jamin.
Jamin juga menilai, seharusnya jaksa langsung melakukan eksekusi terhadap Silfester ketika salinan putusan disampaikan oleh MA dan ditembuskan kepada jaksa penuntut umum.
Sehingga, seharusnnya upaya hukum untuk menjerat Silfester dilakukan pada 2019 lalu.
Namun, ketika jaksa saja tidak melakukan upaya untuk menyeret Silfester ke penjara, maka itu memang tidak ada itikadnya.
Jamin pun menyebut bisa jadi ada unsur kesengajaan dengan membiarkan Silfester Matutina tidak segera dieksekusi.
"Kalau terkait dengan orang yang tidak ada atau DPO (daftar pencarian orang), maka dia [jaksa] bisa meminta bantuan kepolisian. Pertanyaannya, apakah ada permohonan untuk meminta bantuan terkait dengan pencarian orang untuk melaksanakan eksekusi?
Kalau tidak ada, berarti memang tidak ada itikad atau keinginan dari sendiri sebenarnya untuk melakukan itu," papar Jamin.
"Menurut saya, upaya hukum seperti itu sudah dilakukan sejak tahun 2019, 2020. Tapi kalau tidak dilakukan, maka kemungkinan besarnya, saya duga, ada unsur-unsur sengaja untuk membiarkan ini tidak dapat dieksekusi," tandasnya.
Duduk Perkara Kasus Silfester Matutina vs Jusuf Kalla
Silfester Matutina telah dilaporkan ke Bareskrim Polri oleh tim kuasa hukum Jusuf Kalla pada 29 Mei 2017 lalu, terkait kasus dugaan pencemaran nama baik/fitnah.
Laporan ini dipicu oleh orasi Silfester pada 15 Mei 2017 di depan Mabes Polri.
Saat itu, ia menuding Jusuf Kalla menggunakan isu SARA untuk memenangkan pasangan Anies Baswedan–Sandiaga Uno pada Pilkada DKI Jakarta 2017.
Selain itu, Silfester disinyalir telah menyebut keluarga Kalla sebagai penyebab kemiskinan akibat dugaan korupsi dan nepotisme.
Tak lama setelah orasi ini, Silfester bersikukuh tidak bermaksud untuk memfitnah Jusuf Kalla.
"Saya merasa tidak memfitnah JK, tapi adalah bentuk anak bangsa menyikapi masalah bangsa kita," ujarnya, dikutip dari Kompas.com, Senin (29/5/2017).
Pada 2019, kasus pun bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dan ia dijatuhi vonis 1 tahun penjara oleh majelis hakim.
Lalu, Silfester mengajukan banding.
Namun, hasil putusan banding hingga kasasi menyatakan Silfester bersalah, sehingga, masih pada 2019, masa hukumannya ditambah menjadi 1,5 tahun.
Vonis dijatuhkan Mahkamah Agung pada 20 Mei 2019 melalui putusan kasasi nomor 287 K/Pid/2019, dan menyatakan Silfester bersalah melanggar Pasal 310 dan 311 KUHP.
Akan tetapi, meski vonis tersebut sudah inkrah, hingga Agustus 2025 ini atau lebih dari lima tahun berselang, Silfester belum pernah ditahan.
Pernyataan Silfester: Sudah Damai dengan Jusuf Kalla
Di sisi lain, Silfester Matutina belum lama ini juga mengaku dirinya sudah bertemu langsung dengan Jusuf Kalla sebanyak dua hingga tiga kali.
Ia mengklaim, perkara antara dirinya dengan Mantan Wakil Presiden RI yang pernah mendampingi Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dan Jokowi tersebut sudah selesai dan berakhir damai.
"Saya mau jawab juga mengenai urusan hukum saya dengan Pak Jusuf Kalla, itu sudah selesai dengan ada perdamaian," kata Silfester, seusai diperiksa terkait laporan Jokowi soal tudingan ijazah palsu di Polda Metro Jaya, Senin (4/8/2025), dikutip dari tayangan KompasTV Live.
"Bahkan saya beberapa kali, ada dua kali, tiga kali bertemu dengan Pak Jusuf Kalla dan hubungan kami sangat baik," tambahnya.
Silfester juga mengaku, dirinya telah menjalani proses hukum dengan baik.
Lebih lanjut, ia menyebut penyelesaian proses hukum antara dirinya dengan Jusuf Kalla memang tidak dipublikasikan.
"Dan sebenarnya urusan proses hukum itu sudah saya jalani dengan baik. Memang waktu itu tidak ada diberitakan, karena waktu itu baik saya maupun pihak Pak Jusuf Kalla tidak pernah memberitakan di media," jelas Silfester. (*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.