Makassar Mulia

Penataan Pasar Cidu Makassar Butuh Regulasi, Pedagang Pakai Badan Jalan untuk Jualan

SITI AMINAH/TRIBUN TIMUR
Legislator DPRD Makassar Ray Suryadi Arsyad diwawancara usai Rapat Paripurna DPRD Makassar, di Kantor DPRD Makassar Jl Ap Pettarani, Selasa (30/4/2024) 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Keberadaan pusat kuliner di kawasan Pasar Cidu, Jalan Tinumbu, Kota Makassar, membutuhkan penguatan regulasi agar aktivitas usaha masyarakat tidak lagi melanggar aturan.

Anggota DPRD Kota Makassar, Ray Suryadi Arsyad, mendorong Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar untuk segera mengambil alih pengelolaan pusat kuliner tersebut.

Tujuannya agar para pelaku UMKM dapat berjualan secara legal dan tertib.

“Selama ini, aktivitas mereka masih ilegal karena menggunakan badan jalan serta fasilitas umum dan sosial untuk berjualan,” kata Ray, Jumat (25/7/2025).

Menurut Ray, kondisi ini kerap menyebabkan kemacetan karena ruas jalan yang semestinya digunakan untuk kendaraan terhalang lapak-lapak pedagang.

Meski demikian, ia melihat potensi ekonomi yang cukup besar dari keberadaan pusat kuliner tersebut.

Berdasarkan data yang diterima, terdapat sekitar 160 UMKM berjualan di lokasi itu.

Setiap pedagang bisa memperoleh omzet antara Rp500 ribu hingga Rp1 juta per malam.

“Bayangkan jika rata-rata omzetnya Rp500 ribu, itu bisa sangat membantu kesejahteraan warga setempat,” ucapnya.

Ray menyebut para pedagang juga bersedia membayar retribusi kepada Pemkot, asalkan mereka diberi legalitas untuk berjualan di lokasi itu.

Ia juga menyoroti praktik penyewaan lapak yang memanfaatkan fasilitas umum di depan rumah atau ruko warga, yang menurutnya melanggar aturan.

“Fasum dan fasos itu tidak boleh disewakan, dan pedagang juga siap untuk dibina oleh pemerintah,” ujarnya.

Terkait fungsi jalan, Ketua Fraksi Mulia DPRD Makassar itu mengusulkan agar Pemkot mengatur jam operasional Pasar Kuliner Cidu guna mengurangi dampak kemacetan.

Ia menilai lokasi tersebut bukan jalan utama sehingga masyarakat masih bisa mencari jalur alternatif.

“Waktu operasional harus disepakati dulu. Kami usulkan agar Pemkot membuat legalitasnya,” tegas Ray.

Sementara itu, Plt Direktur Utama Perumda Pasar Makassar Raya, Ali Gauli Arief, mengatakan bahwa saat ini proses penataan tengah berlangsung.

Ia mengakui bahwa lebar jalan yang hanya 6–7 meter tidak sebanding dengan padatnya aktivitas.

Untuk itu, beberapa solusi ditawarkan, di antaranya penerapan sistem ganjil-genap pada malam hari, serta pengaturan jadwal berjualan antara pedagang di sisi kiri dan kanan jalan.

“Konsepnya ganjil-genap dan bergiliran kiri-kanan. Jadi kalau malam ganjil, pedagang di kiri yang berjualan, besoknya di kanan. Dengan begitu, arus lalu lintas bisa terurai,” jelas Ali Gauli.

Pihaknya juga menemukan adanya indikasi penyewaan fasum-fasos oleh oknum tertentu kepada pedagang.

Aktivitas ini disebut melanggar aturan dan akan segera ditertibkan.

Di tempat terpisah, Camat Bontoala, Andi Akhmad Muhajir, menyatakan penataan Pasar Cidu merupakan kebutuhan mendesak untuk menciptakan pasar yang lebih tertib, bersih, dan nyaman.

Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah kecamatan, Perumda Pasar, dan para pedagang.

Rencananya, akan disusun zonasi dagangan untuk memperindah tampilan pasar dan mempermudah pengunjung.

“Diharapkan, Pasar Cidu bisa menjadi ikon kuliner baru di Kecamatan Bontoala, bahkan di Makassar,” ujarnya.(*)