Makassar Mulia

Jukir Toko Agung Kritik Wacana Parkir Tahunan PD Parkir Makassar

Tribun-timur.com/kaswadi anwar
MASALAH PARKIRAN – Suasana parkiran kendaraan di Jalan DR Ratulangi, Kecamatan Mariso, Kota Makassar, Kamis (10/7/2025). Kebijakan parkir tahunan tuai sorotan. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Perusahaan Daerah (PD) Parkir Makassar Raya mewacanakan pembayaran parkir tahunan mulai 2027 mendatang.

Sistem ini akan mencantolkan pembayaran parkir dalam proses perpanjangan Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK).

Untuk kendaraan roda dua, tarifnya Rp 365 ribu per tahun, atau Rp 1.000 per hari.

Sedangkan roda empat dikenakan Rp730 ribu per tahun, setara Rp 2.000 per hari.

Selain itu, juru parkir (jukir) akan digaji sesuai upah minimum regional (UMR) Kota Makassar.

Wacana ini menuai tanggapan dari Koordinator Parkir Toko Agung, Afing Romel Maradona.

Ia menilai rencana tersebut harus dikaji secara mendalam, mengingat beberapa kebijakan perparkiran sebelumnya pernah gagal.

“Contohnya seperti parkir elektronik di Jalan Boulevard, Jalan Pengayoman, dan Jalan Somba Opu,” kata Afing saat ditemui di pelataran Toko Agung, Jalan DR Ratulangi, Kecamatan Mariso, Kota Makassar, Kamis (10/7/2025).

Menurutnya, sistem perparkiran di Makassar belum bisa menyamai kota-kota besar dunia karena keterbatasan sumber daya manusia dan infrastruktur yang belum tertata rapi.

“Satu hal yang harus diperhatikan, bedakan parkir toko menjadi hak Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) dan parkir hak PD Parkir Makassar Raya,” tegas pria yang akrab disapa Dona ini.

Ia menambahkan, di Toko Agung, jukir dibayar harian, bukan bulanan.

Bahkan, tidak ada unsur paksaan dalam pembayaran parkir.

“Kalau dibayar Rp 2.000, kami terima. Kalau Rp 1.000 juga tidak masalah. Bahkan kalau tidak dibayar, itu pun kami tidak permasalahkan. Karena arahan bos, jangan memaksa orang parkir,” jelasnya.

Terkait rencana jukir digaji UMR, Dona pesimis.

Menurutnya, program serupa pernah dijalankan Dirut PD Parkir sebelumnya, Arianto Dammar dan Sugali, namun gagal.

“Saat itu, jukir dijanjikan digaji Rp 3,2 juta per bulan, dijamin BPJS, bahkan akan dibantu cicilan dan subsidi jika ada tambahan pendapatan. Tapi nyatanya hanya janji kosong, tidak ada buktinya,” ujarnya.

Dona juga mengungkapkan, ketika ada masalah di parkiran, yang bertanggung jawab adalah jukir.

Di area parkir Toko Agung, ia bersama 10 jukir lainnya menjaga kendaraan, mengatur lalu lintas, dan bertanggung jawab atas barang milik pengunjung.

“Kalau ada helm hilang atau motor rusak, kami ganti rugi. Kalau ada masalah, jukir yang dicari, bukan pihak lain,” tegasnya.

Sementara itu, seorang warga Makassar bernama Rachmat menyampaikan keberatannya terhadap wacana ini.

Menurutnya, pembayaran parkir tahunan melalui pajak kendaraan akan menambah beban pengeluaran, terutama bagi warga yang jarang bepergian.

“Kalau saya tidak setuju, soalnya saya jarang keluar rumah,” ujarnya.

Ia juga mempertanyakan skema pembayaran untuk kendaraan dari luar Makassar atau luar Sulsel.

Rachmat berharap, pemerintah dan PD Parkir mengkaji dampak kebijakan tersebut dengan matang agar tidak menyulitkan masyarakat.

“Harus dilihat baik dan buruknya. Pemerintah maupun PD Parkir harus buat kebijakan yang efektif dan tidak menyulitkan masyarakat,” katanya. (*)