Hasto Tersangka KPK
Dituntut 7 Tahun Penjara, Hasto Terus Usap Dagu hingga Tatap Jaksa KPK
JPU KPK menilai Hasto telah terbukti melakukan tindak pidana suap dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku.
TRIBUN-TIMUR.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Hasto Kristiyanto menjalani sidang pembacaan tuntutan dalam perkara dugaan suap Harun Masiku dan perintangan penyidikan di Pengadilan Tipikor, Jakarta pada Kamis (3/7/2025).
Hasto tampak mengenakan pakaian setelan jas hitam duduk di kursi terdakwa di tengah ruang persidangan.
Persidangan dimulai dengan pembacaan tuntutan yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK setebal 1.300 halaman.
Pantauan Tribun, Hasto tampak menyimak jaksa KPK yang membacakan surat tuntutan terhadap dirinya.
Dia tampak sesekali terlihat mencopot dan mengusap kacamata yang dikenakannya. Hasto juga beberapa kali menghadap ke atap ruang sidang sekira satu menit.
Meski begitu, Politikus asal Yogyakarta ini tetap memperhatikan dan menyimak JPU KPK yang tengah membacakan tuntutan.
Baca juga: Mengenal Wawan Yunarwanto Jaksa KPK Tuntut Hasto 7 Tahun Penjara, Punya Motor Harga Rp1,5 Juta
Eskpresi Hasto juga terlihat mengusap-usap dagu serta mulutnya beberapa kali.
Lalu, kembali memperhatikan JPU KPK.
Dia juga terlihat menahan dagunya dengan tangan kirim sambil melihat ke arah para hakim di ruang sidang.
Sekjen PDIP ini terlihat mengusap-usap matanya dengan tangan kanannya.
Sesekali ia juga terlihat tertunduk kemudian menegakkan kepalanya kembali.
Hasto juga beberapa kali membenahi posisi duduknya selama pembacaan tuntutan berlangsung.
Terlihat, hal itu dilakukan Hasto berulang kali selama pembacaan tuntutan.
Dalam persidangan kali ini, Hasto tampak didampingi oleh sang istri Maria Ekowati serta keluarga besar.
Sejumlah elite PDI Perjuangan juga terlihat hadir di ruang sidang, diantaranya Ganjar Pranowo, Andreas Hugo, Ribka Tjiptaning, Panda Nababan, anggota DPR RI fraksi PDIP periode 2019–2024 Komjen Pol (Purn) Muhammad Nurdin, Guntur Romli.
Dalam kasus tersebut, Hasto didakwa bersama-sama dengan orang kepercayaanya yakni Donny Tri Istiqomah, Saeful Bahri dan Harun Masiku memberikan uang sejumlah 57.350 ribu Dollar Singapura (SGD) kepada mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Uang tersebut diberikan kepada Wahyu agar KPU bisa mengupayakan menyetujui pergantian calon anggota legislatif terpilih dari daerah pemilihan Sumatera Selatan 1 atas nama Riezky Aprilia kepada Harun Masiku.
"Yang bertentangan dengan kewajiban Wahyu Setiawan selaku anggota KPU RI yang termasuk penyelenggara negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme," ucap Jaksa.
Jaksa mengatakan, peristiwa itu bermula pada 22 Juni 2019 dilaksanakan rapat pleno DPP PDIP untuk membahas perolehan suara Nazarudin Kiemas calon anggota legislatif dapil Sumatera Selatan 1 yang telah meninggal dunia.
Adapun dalam pemilu 2019, Nazarudin dinyatakan memperoleh 34.276 suara, disusul Riezky Aprilia 44.402 suara, Darmadi Djufri 26.103 suara, Doddy Julianto Siahaan 19.776 suara, Diana Oktasari 13.310 suara.
Kemudian di urutan kelima ada Harun Masiku dengan perolehan suara 5.878 suara, Suharti 5.669 suara dan Irwan Tongari 4.240 suara. Lalu berdasarkan hasil rapat pleno tersebut, Hasto selaku Sekjen memerintahkan Tim Hukum PDIP, Donny Tri Istiqomah menjadi pengacara partai untuk menggugat materi Pasal 54 ayat (5) huruf k tentang peraturan KPU nomor 3 tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).
Setelah itu Hasto memanggil Donny dan Saeful Bahri ke rumah aspirasi di Jakarta Pusat untuk memberi perintah agar membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR RI.
"Dan melaporkan setiap perkembangan, baik mengenai komitmen penyerahan uang dan segala hal terkait pengurusan Harun Masiku kepada Terdakwa," ujar Jaksa.
Selang satu bulan yakni Juli 2019, DPP PDIP kembali menggelar rapat pleno dengan keputusan menetapkan Harun Masiku sebagai caleg mengganti posisi Nazarudin Kiemas.
Atas keputusan itu Hasto pun memberitahu kepada Donny Tri untuk mengajukan surat permohonan kepada KPU.
Kemudian DPP PDIP bersurat kepada KPU yang pada pokoknya meminta agar perolehan suara Nazarudin Kiemas dialihkan kepada Harun Masiku.
"Menindaklanjuti surat dari DPP PDIP tersebut yang pada pokoknya KPU RI tidak dapat memenuhi permohonan DPP PDI-P karena tidak sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku," sebutnya.
Setelah tidak bisa memenuhi permintaan DPP PDIP, KPU pun menetapkan Riezky Aprilia sebagai calon anggota DPR RI terpilih berdasarkan rapat pleno terbuka pada 31 Agustus 2019.
Akan tetapi operasi pengajuan Hasto sebagai anggota DPR masih berlanjut.
Dimana Hasto meminta fatwa dari MA hingga menyuap Wahyu Setiawan sebesar 57.350 SGD atau setara Rp 600 juta.
Atas perbuatan tersebut, Hasto didakwa dengan Pasal 5 Ayat (1) huruf a Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto dituntut dengan pidana 7 tahun penjara dan denda sebesar Rp600 juta subsidair 6 bulan kurungan penjara.
Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK) menilai Hasto telah terbukti melakukan tindak pidana suap dan perintangan penyidikan perkara Harun Masiku.
"Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Hasto Kristiyanto dengan pidana penjara selama 7 tahun dan pidana denda sebesar Rp600 juta subsider 6 bulan kurungan," ujar Jaksa KPK Wawan Yunarwanto saat membacakan amar tuntutan pidana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Kamis (3/7).
Dana Rp 400 Juta
Jaksa KPK juga mengungkapkan terdakwa Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto bersedia talangi biayai pengurusan PAW DPR Harun Masiku di KPU sebesar Rp 1,5 miliar.
Di persidangan dikatakan uang senilai Rp400 juta telah tersalurkan.
"Berdasarkan percakapan antara Saeful Bahri dengan nomor kontak Saeful dan kepada terdakwa dengan nama kontak Mas Hasto New. Pada tanggal 13 Desember 2019, masih pada hari yang sama saksi Saeful Bahri dan saksi Donny Tri Istiqomah melakukan percakapan melalui telepon," kata jaksa di persidangan.
Lanjut penuntut umum dalam percakapan itu disampaikan dana operasional untuk pengurusan Harun Masiku akan ditalangi oleh terdakwa secara penuh sebesar Rp 1,5 milar.
"Karena Harun Masiku belum bisa menyediakan dana yang dibutuhkan dan tidak ada donatur yang bersedia. Untuk membantu menyediakan kebutuhan dana operasional pengurusan Harun Masiku di KPU," ujarnya.
Sehingga, kata jaksa kebutuhan dana operasional tersebut akan ditalangi oleh terdakwa terlebih dahulu sebesar Rp 1,5 miliar.
"Dengan percakapan, 'saya bilang udah ini,' 'oh iya-iya, sekjen sudah wa' 'sudah wa saya juga. Katanya, mau ditalangin, gitu'. 'Jadi Mas Hasto yang nalangin, full 1,5' 'Yaudah,' 'Kapan katanya sekjen?' 'Hari ini,' 'Kata Harun hari Minggu, dia narik dari SS,'" jelas jaksa.
Dijelaskan jaksa hal itu berdasarkan rekaman percakapan yang telah diputar di persidangan, sebagaimana terlampir dalam surat tuntutan.
"Bahwa pada tanggal 16 Desember 2019, bertempat di DPP PDIP, saksi Kusnadi menemui saksi Donny Tri Istiqomah. Pada saat itu, saksi Kusnadi buru-buru menyerahkan uang sebesar Rp 400 juta yang dibungkus amplop warna cokelat di dalam tas ransel warna hitam kepada saksi Donny Tri Istiqomah dengan mengatakan 'Ini ada uang 400 untuk urusan Harun'," kata jaksa di persidangan.
Penuntut umum melanjutkan bahwa kemudian, pada pukul 18.12 WIB sampai dengan 18.31 WIB, saksi Donny Tri Istiqomah mengirim pesan WhatsApp kepada saksi Saeful Bahri. Memberitahukan terdawa Hasto Kristiyanto sudah memberi uang sebesar Rp 400 juta dan sisanya Harun Masiku sebesar Rp 600 juta.
"Dengan pesan Mas Hasto ngasih 400 nih, yang 600 Harun katanya, dan duitnya sudah dipegang oleh saksi Donny Tri Istiqomah," jelas jaksa.
Pada percakapan WhatsApp itu, saksi Donny Tri Istiqomah kata jaksa juga menyampaikan pesan, 'Sisanya katanya di Harun, kata MHK,'" imbuh jaksa. Selanjutnya, saksi Saeful Bahri kata jaksa membalas pesan dengan menyampaikan, 'Barusan MHK call, itu dulu katanya,'. Dan dijawab saksi Donny Tri Istiqomah 'oke,' dengan percakapan pesan lengkap WhatsApp dianggap dibacakan terlampir dalam surat tuntutan. (tribun network/mat/yud/wly)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.