Makassar Mulia

Pemkot Tak Pernah Dilibatkan dalam Penentuan Tarif Ojol di Makassar

TRIBUN TIMUR
HEADLINE TRIBUN TIMUR – Tangkapan layar halaman utama Tribun Timur edisi Selasa, 1 Juli 2025. Berita utama mengangkat soal rencana kenaikan tarif ojek online hingga 15 persen. 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Pemerintah pusat tengah menyiapkan formula baru untuk tarif layanan transportasi ojek online (ojol).

Rencana kenaikan tarif ojol disebut-sebut berada di angka 8 hingga 15 persen, tergantung wilayah operasional.

Saat ini, tarif ojol dibagi dalam tiga zona, berdasarkan Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 564/2022.

Zona I mencakup Sumatra, Jawa (kecuali Jabodetabek), dan Bali, dengan tarif Rp1.850–Rp2.300 per kilometer.

Zona II meliputi Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi, tarifnya Rp2.600–Rp2.700 per kilometer.

Zona III mencakup Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku, dan Papua, dengan tarif Rp2.100–Rp2.600 per kilometer.

Baca juga: Tarif Ojol Naik hingga 15 Persen

Kepala Bidang Angkutan Dinas Perhubungan Kota Makassar, Jusman, mengatakan penentuan tarif sepenuhnya menjadi kewenangan Kementerian Perhubungan.

Secara regulasi, pemerintah daerah belum diberi kewenangan untuk mengawasi atau mengatur transportasi online.

Menurutnya, seluruh pengawasan operasional, perlindungan konsumen, hingga penetapan tarif hanya dilakukan di tingkat provinsi, tanpa melibatkan pemerintah kota sebagai pemilik wilayah.

Saat ini, tarif dasar ojol di Makassar masih mengacu pada SK Gubernur Sulsel Nomor 2559/XII/2022. 

SK tersebut berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 118 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Angkutan Sewa Khusus.

Dalam SK itu, tarif batas atas ditetapkan sebesar Rp7.485,84 per kilometer, dan tarif batas bawah Rp5.444,24 per kilometer. 

Tarif batas atas berlaku untuk dua kilometer pertama, sementara tarif bawah berlaku untuk kilometer selanjutnya.

“Saat ini kami belum punya peran. Peran itu ada di provinsi. Secara regulasi, kami tidak bisa melakukan pengawasan atau membahas penentuan tarif,” ucap Jusman kepada Tribun-Timur.com, Selasa (1/7/2025).

Terkait rencana kenaikan tarif, Jusman menilai kenaikan untuk zona III cukup besar. 

Menurutnya, kebijakan ini berpotensi memicu protes masyarakat karena dinilai membebani.

“Kalau tarif naik, masyarakat akan menanggung beban biaya transportasi yang lebih tinggi. Ini juga bisa berdampak pada daya beli mereka,” ujarnya.

Jusman menilai, penentuan tarif tanpa melibatkan pemerintah daerah mencerminkan kurangnya transparansi.

Ia juga mengkritik pihak aplikator ojol yang dinilai bebas menentukan tarif. 

Bahkan dalam kondisi tertentu seperti hujan dan kemacetan, tarif bisa meningkat drastis.

“Itu bisa merugikan masyarakat. Kami tidak bisa berbuat apa-apa. Diminta data saja tidak bisa, menentukan harga pun kami tidak pernah dilibatkan,” ungkapnya.

Salah satu pengguna ojol, Syamsi Fadilah, menyebut rencana kenaikan tarif sangat membebani masyarakat. 

Ia mengaku harus menyiapkan anggaran lebih besar untuk kebutuhan transportasi.

“Kehadiran ojol memang memudahkan, tapi kalau tarifnya makin tinggi, masyarakat akan resah,” ujarnya.

“Isu kenaikan tarif ini sangat berat bagi kami. Bisa-bisa kami harus keluarkan Rp50 ribu lebih per hari hanya untuk ongkos ojol,” keluhnya. (*)