Haji 2025
Kisah Petugas Haji Rawat Jemaah Demensia Asal Sidrap dari Awal Kedatangan hingga Pulang ke Tanah Air
Jemaah lansia bernama Gedda (82) asal Sidrap Sulawesi Selatan tiba di Madinah pada Mei lalu dengan keluhan demensia.
TRIBUN-TIMUR.COM, JEDDAH - Kamalyanto Akhmad bersyukur dapat melayani dengan baik jemaah lansia penderita demensia dari sejak berada di Tanah Suci hingga kembali ke Tanah Air.
Kamalyanto awalnya tak pernah menyangka mendapat pasien seorang penderita demensia saat pertama kali bertugas menjadi petugas Tenaga Kesehatan Haji Daerah (TKHD).
Namun dia bersyukur semua bisa dilewatinya meski ini adalah pengalaman pertama menjadi petugas haji sekaligus pengalaman pertama merawat pasien demensia.
"Alhamdulillah kebetulan saya sebagai petugas kesehatan dari perawat dan alhamdulillah juga pertama kali saya mendaftar jadi petugas haji dan lulus juga tahun ini," kata Kamalyanto Akhmad, TKH di Kloter UPG 07, Minggu (15/6/2025) lalu.
Perawat muda ini bercerita awalnya jemaah lansia bernama Gedda (82) asal Sidrap Sulawesi Selatan tiba di Madinah pada Mei lalu dengan keluhan demensia.
Baca juga: Fenomena Naik Haji Usia Muda, Sosiolog UNM Idham Irwansyah: Ada Pergeseran Aktor Sosial
Padahal istithaah-nya bagus sehingga bisa berangkat ke Tanah Suci tanpa syarat.
"Tapi pas di Madinah ada keluhan. Kemudian pada saat di Madinah, kami berkoordinasi dengan pihak klinik, KKHI untuk pemberian obat dan diagnosa," kata Kamalyanto.
Pada awalnya kata Kamalyanto, sempat mengalami kesulitan menangani jemaah tersebut.Mereka berupaya bagaimana supaya jemaah tersebut bisa tertangani dengan baik.
Sempat pihak medis ingin merujuk Gedda ke RS Arab Saudi, namun hal itu tak dilakukan karena mereka ingin agar Gedda tetap dirawat oleh medis Indonesia.
Alhasil perawatan terhadap jemaah Gedda menjadi tanggung jawab Kamalyanto sebagai TKHD.
Saat pendorongan ke Makkah, jemaah Gedda pun terus didampingi. Bahkan sempat dikonsultasikan kepada dokter kejiwaan serta diberikan obat-obatan.
"Saya rawat beliau, malah saya kasih tidur di kamar saya, ibu Gedda tidur di atas ranjang, saya di bawah sambil kasih obatnya secara rutin," ujar Kamalyanto.
Kamalyanto menyebut Gedda mengalami disorientasi tempat.
Disorientasi tempat adalah kondisi ketika seseorang merasa bingung atau kehilangan kemampuan untuk mengenali lokasi atau tempatnya berada.
Ini bisa terjadi pada berbagai situasi dan bisa menjadi gejala dari kondisi medis tertentu, seperti demensia atau cedera otak.
Gedda sering merasa bahwa dirinya tidak sedang berada di Tanah Suci.
Terkadang Gedda yang tak bisa berbahasa Indonesia itu, kerap menyendiri atau bahkan mondar mandir dari satu tempat ke tempat lainnya.
Hanya dengan Kamalyanto lah, Gedda bisa merasa lebih tenang dan menuruti perkataannya.
Begitu pun saat Tribunnews berusaha menyapa dan mengajaknya mengobrol, Gedda menjawabnya dengan bahasa daerah Sulawesi yang tak dimengerti.
Kamalyanto menceritakan sempat merasa sedikit 'bersalah' saat Gedda buang air kecil tidak di dalam toilet lantaran saat itu dirinya terpisah mobil dengan Gedda.
"Ibu Gedda waktu masih miqat di Bir Ali, sampai buang air kecil. Karena saat itu saya terpisah mobil, sehingga tidak ada yang koordinir, ini toiletnya dimana buang air kecilnya dimana, dia tidak tahu," kata Kamalyanto.
Namun terkadang kata Kamalyanto, Gedda selalu ingat akan barang-barang penting atau barang-barang yang diperbaikinya sendiri.
"Waktu masih di Madinah, ada uangnya dia selalu ingat, uang saya di mana, diambil uangnya, baru diambil sedikit untuk keperluannya, dia bilang ada yang ambil uang saya sekitar segini dan harus kembalikan," ujarnya.
Beruntung setelah sampai di Makkah, kondisi kesehatan Gedda sudah membaik dengan pemberian obat-obatan untuk penderita demensia.
"Satu minggu terakhir sebelum kami pulang, saya sudah kembalikan ke kamar dan dia sudah berorientasi dengan teman sekamar," kata Kamalyanto.
Kamalyanto pun bersyukur dirinya bersama Gedda bisa kembali ke Tanah Air dengan kondisi jauh lebih baik, Minggu (15/6/2025).
Hal yang sama juga dirasakan Erni Istari, jemaah Kloter JKS 01.
Erni yang berangkat haji seorang diri ini dengan ikhlas membantu seorang nenek bernama NT Nasihartini yang juga berhaji sendirian tanpa pendamping.
Jemaah tersebut ternyata tinggal satu kompleks dengan Erni, Erni di Blok A, jemaah tersebut di Blok K, Perumahan Mutiara Bekasi Jaya. Meskipun mereka sebelumnya tak saling kenal.
Karena merasa tak tega melihat jemaah lansia itu sendirian tanpa pendamping, Erni pun membantunya menjadi pendamping 'sukarela'.
Dia pun melayani jemaah itu layaknya melayani orang tuanya sendiri.
Tak ada kata menyesal atau pamrih, semua dilakukan dengan ikhlas lillahi ta'ala.
Namun begitu Erni juga sempat merasa bersalah saat membiarkan sang nenek berjalan tanpa mengenakan sandal. Sebab setelahnya kaki nenek itu melepuh lantaran cuaca panas di Makkah.
"Waktu sampai di Mina, kan ke kamar mandi. Saya pikir nenek itu kalau pakai sandal kan susah. Ya udah Nek, enggak usah pakai sandal biar cepat. Ternyata kena panas melepuh. Masya Allah, sakit. Saya juga nyesel ya. Tapi kalau kita sudah paham agama, apa yang terjadi sudah kehendak Allah. Saya terus bilang ya Allah maafin saya," ujarnya.
Kini Kamalyanto dan Ibu Gedda maupun Erni dan Nasihartini telah berada di tengah-tengah keluarga tercinta di kampung halaman.
(Media Center Haji/MCH 2025/Dewi Agustina)
| Antrean Haji Bantaeng Paling Lama, Kementerian Haji akan Disamaratakan 26,4 Tahun |
|
|---|
| Menag Nasaruddin Umar Minta Maaf atas Layanan Haji 2025 |
|
|---|
| Foto-foto Kloter Terakhir Jamaah Haji Tinggalkan Madinah, Petugas: Semoga Mabrur Semua |
|
|---|
| Cerita Jamaah Haji Jalan Kaki dari Musdalifah ke Mina Sejauh 3 KM saat Suhu 48 Derajat |
|
|---|
| Wakil Bupati Jemput 360 Jemaah Haji Asal Wajo di Asrama Haji Sudiang |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/JEMAAH-DEMENSIA-Kamalyanto-Akhmad-Petugas-Kesehatan-Haji-Daerah-dari-Kloter.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.