Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Temuan Nisan di Pangkep dan Maros Perkuat Dugaan Hubungan Erat Aceh dan Sulawesi

Tim peneliti dari Universitas Hasanuddin (Unhas) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kembali menemukan nisan bergaya Aceh di Pangkep dan Maros

Editor: Edi Sumardi
YOUTUBE.COM/PANGKEP TV
NISAN ACEH - Tim peneliti dari Universitas Hasanuddin (Unhas) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) memeriksa salah satu nisan bergaya Aceh di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan. Adanya nisan bergaya Aceh memperkuat dugaan adanya hubungan erat antara Aceh dan Sulawesi sejak abad ke-17 dalam konteks penyebaran Islam. 

PANGKEP, TRIBUN-TIMUR.COM - Tim peneliti dari Universitas Hasanuddin (Unhas) dan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) kembali menemukan nisan bergaya Aceh di Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan.

Temuan ini merupakan bagian dari riset bertajuk "Penelusuran Toponimi Kuno Pesisir Sulawesi Selatan" yang sebelumnya juga berhasil mengidentifikasi nisan serupa di Maros, Sulsel.

Nisan tersebut ditemukan di kompleks makam Somba Labakkang, tepatnya di Kampung Lembang, Kecamatan Labakkang.

Demikian siaran pers diterima Tribun-Timur.com, Selasa (27/5/2025).

Berdasarkan catatan lontaraq La’bakkang, makam ini merupakan peristirahatan terakhir dari I La Upa Bagenda Ali Matinroe ri Sikkiri’na, yang hidup pada pertengahan abad ke-18.

Ketua Tim Peneliti, Prof Muhlis Hadrawi, menjelaskan, penelusuran ini telah berlangsung sejak 17 Mei 2025 dan akan terus berlanjut dalam beberapa hari ke depan.

Ia menyebut temuan ini penting untuk mengungkap jejak sejarah dan budaya kawasan pesisir barat Sulawesi Selatan, termasuk pelestarian warisan budaya berupa makam kuno.

“Perlu kami informasikan bahwa hari ini kami berada di kompleks makam Somba Labakkang dan menemukan makam dengan nisan Aceh tipe C, yang sangat langka di Sulawesi Selatan. Makam ini milik Bagenda Ali, yang dikenal sebagai Somba Labakkang,” ujarnya dalam siaran pers.

Menurut Muhlis, penggunaan nisan Aceh hanya terbatas pada kalangan bangsawan tinggi dan kerajaan besar di masa lalu.

Ia menyebut beberapa tokoh lain yang diketahui menggunakan nisan serupa, seperti Sultan Alauddin, Sultan Hasanuddin, dan La Pareppa To Soppewali dari Kerajaan Gowa. Di Bone, nisan ini juga digunakan oleh orang tua La Patau Matanna Tikka.

“Nisan Aceh sangat langka, sangat mahal, dan hanya dimiliki oleh tokoh yang memiliki kekuasaan besar serta pengaruh kuat. Di Pangkep, hanya Somba Labakkang yang diketahui menggunakan nisan ini,” tambahnya mengatakan.

Peneliti dari BRIN, Makmur, menyebut bahwa nisan tipe C yang digunakan di makam ini menandakan status tinggi penggunanya serta menunjukkan keterkaitan dengan periode awal masuknya Islam di Sulawesi Selatan.

“Nisan tipe C ini bukan hanya menunjukkan status sosial, tapi juga posisi politik dan spiritual yang penting di masa lalu,” ujarnya.

Hasanuddin, dosen Arkeologi Unhas sekaligus peneliti BRIN, menyebut bahwa temuan ini memperkuat dugaan adanya hubungan erat antara Aceh dan Sulawesi sejak abad ke-17, terutama dalam konteks perdagangan dan penyebaran agama Islam.

“Nisan seperti ini sudah digunakan sejak abad ke-17. Ini menjadi bukti adanya hubungan antara Aceh dan Sulawesi, baik dalam perdagangan maupun penyiaran agama. Tidak semua raja atau penguasa diberikan nisan seperti ini. Itu menandakan kharisma religius dari tokoh yang dimakamkan,” jelasnya.

Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved