Makassar Mulia

Densus 88 dan Pemkot Makassar Kencangkan Sinergi Berantas Radikalisme

Humas Pemkot Makassar
LAWAN TERORISME - Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin menerima audiensi Satgaswil Densus 88 Antiteror di Balaikota Makassar Jl Jenderal Ahmad Yani, Selasa (27/5/2025). Pemkot dan Densus 88 mengencangkan kolaborasi berantas penyebaran paham intoleran, radikalisme, hingga terorisme.  

 

TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Pemerintah Kota Makassar dan Satgaswil Densus 88 Antiteror mengencangkan kolaborasi berantas penyebaran paham intoleran, radikalisme, hingga terorisme. 

Satgaswil Densus 88 Antiteror bertemu Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin membahas pencegahan radikalisme dan terorisme. Pertemuan berlangsung di Balaikota Makassar Jl Jenderal Ahmad Yani, Selasa (27/5/2025). 

Kompol Soffan Anssyari menyampaikan, pertemuan ini merupakan komitmen bersama dalam menjaga stabilitas dan keamanan sosial di wilayah Makassar. 

Katanya, saat ini intoleransi di Sulawesi Selatan, khususnya Makassar, menunjukkan tren yang mengkuatirkan. 

"Saat ini Sulawesi Selatan sudah tinggi tingkat intoleransinya. Kami berupaya melakukan langkah-langkah agar paham ini tidak semakin berkembang," tegasnya.

Menurutnya, intoleransi merupakan tahap awal sebelum berkembang ke arah yang lebih ekstrem. 

Baca juga: Tangis Sitti Khadijah, Anaknya Ditangkap Densus 88 Gara-gara Dituduh Teroris: Dia Anak Baik

Tahapannya dimulai dari intoleran, lalu menjadi radikal, hingga bisa berujung menjadi teroris. Ini yang perlu dicegah sejak dini.

"Beberapa kasus sudah menunjukkan ada remaja yang berbaiat kepada ISIS. Bahkan, kita harus mengantisipasi agar jangan sampai ada aparatur sipil negara (ASN) yang ikut terpapar," sebutnya.

Densus 88 bersama Pemerintah Kota Makassar merencanakan kolaborasi konkret ke depan melalui kegiatan sosialisasi di berbagai sektor, termasuk pendidikan. 

Sosialisasi akan menyasar pelajar, mahasiswa, dan aparatur pemerintah.

Ia menekankan pentingnya pendidikan agama yang diajarkan oleh guru-guru yang memiliki pemahaman moderat dan bukan berpaham kekerasan.

"Anak-anak sekarang banyak belajar agama dari guru yang tidak tepat. Ini yang harus dibenahi. Lebih baik kita cegah sebelum terlambat, seperti yang disampaikan Pak Wali Kota," tuturnya. 

Sementara itu, AKP Faisal menyampaikan, Densus 88 bersama Pemkot terus menjalankan program pembinaan terhadap eks narapidana terorisme (napiter). 

Program ini tidak hanya menekankan pada aspek keamanan, tetapi juga menyentuh ranah sosial, ekonomi, hingga pendidikan sebagai bagian dari upaya deradikalisasi.

Saat ini terdapat 82 eks napiter yang menjadi binaan aktif Pemerintah Kota Makassar. 

Densus 88, kata dia, lebih berperan sebagai fasilitator, salah satunya dalam hal pendidikan bagi keluarga para eks napiter.

"Mereka adalah binaan pemerintah kota. Kami hanya membantu memfasilitasi, termasuk menyekolahkan anak-anak mereka," jelasnya.

Faisal menuturkan bahwa salah satu tantangan utama dalam proses deradikalisasi adalah minimnya komunikasi antara eks napiter dan pihak yang ingin memberikan edukasi. 

Menurut Faisal, sebelum mendapatkan pembinaan, tingkat pemahaman ideologi radikal para eks napiter cukup tinggi. 

Namun setelah masuk dalam program pembinaan, banyak dari mereka menyadari bahwa permasalahan utama justru terletak pada kurangnya komunikasi dengan pihak pemerintah.

"Intinya di sini, orang-orang yang terpapar itu sebenarnya karena kurang komunikasi dengan pemerintah. Setelah komunikasi dibangun dengan baik, mereka sadar bahwa selama ini hanya terjadi miskomunikasi," ujarnya.

Ia menegaskan pentingnya komunikasi yang berkelanjutan antara pemerintah dan masyarakat sebagai salah satu strategi utama dalam mencegah radikalisasi dan memperkuat ketahanan sosial di tingkat lokal.

Sedangkan, Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, menegaskan komitmennya dalam mencegah penyebaran paham radikalisme di tengah masyarakat. 

Ia menyebut bahwa persoalan ini harus dipandang sebagai masalah sosial yang membutuhkan pendekatan kolaboratif dan langkah konkret.

"Soal isu radikal perlu dicegah. Kita tidak ingin hal-hal yang tidak diinginkan terjadi di Makassar," ujar Munafri dalam pertemuan tersebut.

Sebagai bentuk antisipasi, Pemkot Makassar berencana mengaktifkan peran Linmas (Perlindungan Masyarakat) di tingkat kelurahan untuk melakukan sosialisasi langsung kepada warga.

"Kalau perlu kita lakukan pelatihan khusus. Linmas di kelurahan akan difungsikan untuk menyosialisasikan bahaya radikalisme. Kita ingin menepis stigma dan mencegah potensi buruk di masyarakat," jelasnya.

Munafri menegaskan bahwa penanganan radikalisme tidak bisa dilakukan secara parsial. Dibutuhkan sinergi antara Pemkot, Satgas, dan seluruh elemen masyarakat.

"Kita melihat ini sebagai permasalahan sosial yang harus ditindaklanjuti dengan solusi. Karena itu, butuh kerja sama yang solid bersama satgas," tambahnya.

Sebagai upaya mendukung pencegahan di lapangan, ia juga mengungkapkan akan menambah pemasangan CCTV dan lampu penerangan jalan untuk meningkatkan keamanan lingkungan.

Dengan langkah-langkah tersebut, Pemkot Makassar berharap dapat menciptakan lingkungan yang aman, terbuka, dan tangguh terhadap pengaruh radikalisme.

"Perlu adanya komunikasi yang nyata dalam penanganannya. Penguatan pengawasan lewat CCTV dan penerangan jalan juga menjadi bagian dari strategi pencegahan," tegasnya. (*)