Makassar Darurat Kekerasan Seksual
Terima 520 Laporan di 2024, DP3A Makassar: Kekerasan Seksual Bukan Aib Tapi Kejahatan
Makassar darurat kekerasan seksual. DP3A catat 520 kasus. Anak-anak jadi korban terbanyak. Pemerintah dan masyarakat diminta bertindak bersama.
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Makassar, Achi Soleman menyebut kota ini dalam kondisi darurat kekerasan seksual.
Sepanjang 2024, tercatat 520 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak dilaporkan ke UPTD PPA Unit Layanan Perempuan dan Anak.
Meski jumlah ini menurun dibanding tahun sebelumnya, kasus kekerasan terhadap anak masih mendominasi.
Sebanyak 634 korban berusia di bawah 18 tahun tersebar di 15 kecamatan.
Kecamatan dengan laporan tertinggi adalah Tamalate, disusul Panakkukang, Rappocini, dan Manggala.
“Kekerasan dianggap aib, tidak perlu diketahui siapa pun. Aib keluarga padahal ini kejahatan,” ungkap Kepala DP3A Makassar saat hadir via Talkshow dan Kampanye Publik bertema "Makassar Darurat Kekerasan Seksual: Siapa Bertanggung Jawab?" di Bikin-bikin Creative Hub, Nipah Park Makassar, Jumat (23/5/2025).
Ia menjelaskan, pelaku kekerasan umumnya adalah orang dekat korban, seperti om, kakek, ayah kandung, bahkan ayah tiri.
Menurutnya, pola asuh dan pengabaian keluarga menjadi penyebab utama.
“Peran keluarga sangat penting. Peran ayah dan ibu sangat berpengaruh,” katanya.
Baca juga: Makassar Darurat Kekerasan Seksual, Perlu Gerakan Kolektif
Korban kekerasan seksual tidak hanya perempuan, tetapi juga laki-laki, jika tidak ditangani dengan baik.
Saat ini, UPTD PPA Makassar menyediakan layanan penampungan, psikologi klinis, dan bantuan hukum bagi korban.
Namun, masih banyak kasus sulit diungkap, terutama di lingkungan kampus karena adanya relasi kuasa.
“Di kampus, korban sulit melapor karena pelakunya dosen dan korban mahasiswa. Mereka takut,” tambahnya.
Semua Pihak Harus Peduli
Dalam Talkshow dan Kampanye Publik gelaran jurnalis perempuan Makassar lewat Project Baik ini, berbagai narasumber sepakat bahwa pencegahan kekerasan seksual adalah tanggung jawab bersama.
Program Manager Inklusi BaKTI, Lusia Palulungan, menilai kehadiran Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) sejak 2022 menjadi peluang besar dalam penanganan kasus.
“Pemerintah dan penegak hukum tentu bertanggung jawab. Tapi secara umum, kita semua punya peran,” ujar Lusia.
Ia menekankan, kasus kekerasan seksual tidak hanya butuh saksi, tetapi juga bukti lain seperti visum dan pendampingan psikolog.
“Kita harus lebih peduli dan sadar terhadap isu ini,” tambahnya.
Talkshow ini dimoderatori jurnalis Sukmawati Ibrahim dan dihadiri Wakil Wali Kota Makassar Aliyah Mustika Ilham, Kepala DP3A Makassar Achi Soleman, serta sejumlah narasumber lain seperti: Prof Dr Ir Hj Mardiana Etharawaty Fachry (Wakil Ketua Satgas PPKS Unhas), Samsang Syamsir (Koordinator FIK Ornop Sulsel), Nunuk Songki (Staff Perempuan, Anak, Disabilitas LBH Makassar).
Acara dibuka dengan pemutaran video potret kekerasan seksual di Makassar, dilanjutkan talkshow, testimoni penyintas, dan penandatanganan petisi bertajuk: "Hentikan Kekerasan Seksual: Lindungi Korban, Hukum Pelaku."
100 peserta terdiri dari mahasiswa berbagai kampus di Makassar serta masyarakat umum.
Kegiatan ini disponsori BCA, Gokana, Nipah Park, Pelindo, Astra Honda, dan Artugo.
Dukungan juga datang dari BTPN Syariah, Alfamart, Alfamidi, Browcyl, Wanua, Dapur Jinne, Amphuri DPD Sulampua, Radjawisata, Ornop Sulsel, Galery Pusaka Bugis, serta Sekretaris Komisi B DPRD Makassar Andi Tenri Uji. (*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.