Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Haul AGH Abd Wahab Zakariya

Elegi Gurutta Wahab: Peco'-peco' Berkah Hingga Kumis Meruncing dan Ekspedisi Haji Bawakaraeng

Mimbar 30-an CM Masjid Ahlus Suffah itu tak bercat. Halus. Bukan karena pernis. Permukaan papan cokelat tua itu aus mulus karena selalu diduduki.

|
Editor: AS Kambie
dok.tribun
GURUTTA WAHAB - Anre Gurutta Abd Wahab Zakariya. Gurutta Wahab adalah pendiri dan Pimpinan Kampus II Putra Tonrongnge Ponpes DDI Mangkoso sejak Tahun 1981 hingga wafat pada Mei 2012. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Puncak Bukit Tonrongnge berselimut kabut tipis. Berbeda dengan puncak Bawakaraeng yang berselimut kabut tebal. 

Selain cuaca, suasananya mungkin sama. Bukit Tonrongnge pada era 1990-an itu juga belum berlistrik.  

Tonrongnge memang tidak “seangkuh” Bawakaraeng. Namanya saja hanya bukit. 

Di Puncak Bukit Tonrongnge itu berdiri Masjid Ahlus Suffah. Puncak Kubah Putih Masjid Ahlus Suffah itu bisa dilihat dari kios-kios penjual jagung rebus di Laju, Desa Lawallu, Kecamatan Soppeng Riaja, Barru.

Saya tidak bisa membayangkan jika Tonrongnge setinggi Bawakaraeng.

Maklum, saya pernah dipaksa Gurutta Wahab berlari kencang mendaki puncak Bukit Tonrongnge.

Saya benar-benar dilatih berlari sembari mendaki. Kedua tangan saya diikat tali. Ujung satu lain tali sepanjang sekitar dua meter itu ditambat di belakang sadel motor Gurutta Wahab

Lalu Gurutta Wahab menggas motornya. Saya mengikuti dari belakang, menyesuaikan derasp angkat kaki dengan pergerakan roda motor Gurutta Wahab.

Untung motor Gurtta Wahab sudah tua. Bebek lagi.

Itu hanya sekelumit “peco’-peco’” berkah Gurutta Wahab yang kuingat.

Mimbar setinggi 30-an centimeter itu tak bercat. Halus. Bukan karena pernis. Permukaan papan cokelat tua itu aus mulus karena selalu diduduki. 

Saya tidur di samping mimbar itu setahun. Saat itu, saya menjalani karantina “nginap” di Masjid Ahlus Suffah selama satu tahun. Lagi-lagi ini bagian dari “peco’-peco’ berkah”.

Di mimbar kurang dari setengah badan itulah Gurutta Wahab selalu kutatap.

Saya ( AS Kambie ) hanya bersempatan membersamai Anre Gurutta Haji Abdul Wahab Zakariya di Bukit Tonrongnge selama 6 tahun, 1990-1996. Itu pun kurang sekitar dua bulan.

Di era 1995-1996, janggut Gurutta Wahab masih hitam. Hanya ada beberapa helai yang putih. Juga tidak terlalu panjang. Cukup segenggaman telapak tangan orang dewasa. Ujung jenggot itu juga melengkung ke dalam.

Saat aku menetap di Makassar dan melihat foto Gurutta Wahab, saya agak kaget. Janggotnya sudah memutih semua dan memanjang hingga nyaris melewati dada. Ujung jenggot yang memutih itu lurus menjuntai. 

Kumis Gurutta Wahab memang selalu berkarakter. Ujungnya agak meruncing ke atas. Pun masih menghitam hingga pertengahan 1996.

Gurutta Wahab, sejak pertama kali melihatnya pada 1989 memang selalu memakai penutup kepala putih. Sorbannya hanya satu warna. Putih. 

Saya memang baru ke Mangkoso tahun 1989, menyusul kakak saya. Waktu itu, Gurutta Wahab sudah dua tahun memimpin Kampus II Putra Tonrongnge, kampus kedua Pondok Pesantren Darud Dakwah Wal Irsyad Mangkoso, DDI Mangkoso.

Gurutta Wahab nyantri di Mangkoso sejak tahun 1960. Kemudian kuliah di Universitas Al Azhar Cairo-Masir dan tamat di pascasarja pada Syariah dan Politik tahun 1974.

Dari Mesir, Gurutta Wahab kembali ke Mangkoso. Mengajar. Mendampingi Anre Gurutta Amberi Said dan kemudian Anre Gurutta Faried Wadjedy. Tahun 1981, Gurutta Wahab menjadi Kepala Sekolah Madrasah Aliyah DDI Mangkoso.

Dari puncak Bukit Tonrongnge. Di Mimbar Pengajian Masjid Ahlus Suffah itu, pertama kali saya dengar tentang Bawakaraeng. Tentang Haji Bawakaraeng

Masjid Ahlus Suffah kala itu juga belum berdinding sempurna. Bahkan hingga 1996. Beberapa tahun, saya dan ribuan santri bersila di atas kerikil, ketika lantai Masjid Ahlus Suffah belum tersentuh semen.

Sayang, saya tidak sempat ikut rombongan ekspedisi Haji Bawakaraeng yang dipimpin langsung Gurutta Wahab.

Ekspedisi “Haji Bawakaraeng” dari Puncak Bukit Tonrongnge ke salah satu pegunungan tertinggi di Sulawesi Selatan itu terjadi tahun 1995, setahun menjelang saya terusir.
Kisahnya diceritakan senior saya, Dr KH Andi Muhammad Akmal Lc.

Saat saya menulis naskah ini, Andi Muhammad Akmal juga Ketua Jurusan Hukum Tata Negara Fakultas Syariah UIN Alauddin Makassar.

”Pada Bulan Mei 1995, atas instruksi dari Gurutta Wahab, kami 3 kelas yang berjumlah sekitar 100 orang, santri Aliyah Putra, mengikuti Kegiatan ‘Pengkaderan Tiga Dimensi’ Angkatan Pertama. Rangkaian pengkaderan ini ke Puncak Bawakaraeng,” jelas Andi Muhammad Akmal, seperti dalam citizen reporter yang dikirim dari Palu, Sulawesi Tengah, 12 Mei 2025.

Andi Muhammad Akmal mengirim citizen reporter dari lokasi peringatan Haul XIII AGH Wahab Zakariya, Pesantren Anwaru Quran di Jalan Tanderante, Kelurahan Kabonena, Kecamatan Palu Barat.

Pesantren itu dipimpin anak sulung Gurutta Wahab, Dr Mayyadah Wahbah Lc Mhi, yang juga Wakil Dekan 1 Fakultas Syariah UIN Datokarama Palu. Saat saya nyantri di Tonrongnge, Mayyadah Wahbah masih balita. Dua adik Mayyadah Wahbah, Jiya’ dan Aco, malah sering kugendong.

“Selama satu pekan kami digembleng dan dicharge tiga dimensi: Intelektual ( Head / Kerja Cerdas ), Fisik ( Hand / Kerja Keras ) dan Spritual ( Heart / Kerja Ikhlas ). Akhir kegiatan, kita diajak Rihlah Hiking dengan mendaki Puncak Gunung Bawakaraeng. Alhamdulillah, saya juga, tiba di Puncak, meskipun ngosngosan,” kata Andi Muhammad Akmal.

Rihlah itu dipimpin langsung Gurutta Wahab dan beberapa pembina Aliyah Tonrongnge

Mereka mulai mendaki lewat Manipi, Sinjai. 

Untuk apa Rihlah ke Gunung Bawakaraeng? Andi Muhammad Akmal mengatakan, “Untuk melihat dan memastikan apakah betul ada ‘Kakbah’ tempat masyarakat yang biasa haji di Gunung Bawakaraeng.”

“Sampai di Puncak Bawakaraeng, kami melihat ada bangunan. Ternyata itu adalah Tugu, yang menurut info kami dapatkan, dulu sebagai Pos Penjagaaan Tentara Belanda,” ujar Andi Muhammad Akmal menambahkan. 

Dalam perjalanan dan sampai ke Puncak Gunung, mereka bercanda dan bersenda gurau dengan Gurutta Wahab.

Jadi santri Tonrongnge dipimpin Gurutta Wahab sudah membuktikan sejak 1995 itu bahwa tidak “Kakbah” di Puncak Bawakaraeng. Tidak ada “Haji Bawakaraeng.
Yang ada hanya pendaki Bawakaraeng.(as kambie)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved