Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Masih Ingat

Ingat Yuliana Yuliani? Bayi Kembar Siam Pertama Berhasil Dioperasi di Indonesia Puluhan Tahun Silam

Kesuksesan pemisahan bayi kembar siam Yuliana dan Yuliani tak lepas dari peran seorang Dokter Padmosantjojo.

|
Editor: Sakinah Sudin
Kolase/ Istimewa
Kolase: Kondisi Yuliana dan Yuliani bayi kembar siam dempet kepala, puluhan tahun lalu (bawah), serta potret terbaru Yuliana dan Yuliani. Keduanya merupakan kembar siam pertama di Indonesia yang berhasil dipisahkan. 

Foto itu, salah satunya beredar di Grup WhatsApp Aswaja.

Kembar siam Yuliana dan Yuliani bersama dokter Padmosantjojo dan istri yang telah berjasa untuk mereka. Kini mereka telah menjadi seorang doktor dan dokter.
Kembar siam Yuliana dan Yuliani bersama dokter Padmosantjojo dan istri yang telah berjasa untuk mereka. Kini mereka telah menjadi seorang doktor dan dokter. (Istimewa/ WhatsApp)

Tampak foto tersebut diupload Anggota Fraksi PKB DPR RI asal Sulsel Andi Muawiyah Ramli.

"Masih ingat dengan bayi dempet kepala, Yuliana dan Yuliani?

Kiri berdiri Yuliani sudah jadi dokter, yang kanan Yuliana barusan lulus doktor peternakan IPB.

Mereka berdua terlahir sebagai bayi kembar siam dempet kepala.

Dioperasi/dipisahkan oleh Prof. Padmo Santjoko kemudian keduanya diambil anak oleh Prof. Padmo.

Duduk berdua adalah Prof. Padmo beserta istri.

Kisah perjalanan hidup orang-orang yg luar biasa. Orang tua asli Yuliana & Yuliani adalah kuli bangunan.

Tapi dengan kasih sayang orang tua angkat, anak-anak ini bisa menjadi doktor dan dokter.

Luar biasa, gelar professor yang sadar akan besar tanggung jawab terhadap sesama, dengan kasih tulus memberkati orang lain maka Thuan (Tuhan) berkenan atas dirinya dan dengan kuasa serta kasih Allah yang  bekerja dalam hidupnya mewujudkan rasa bahagia sejati, damai sejahtera yang penuh sukacita," demikian narasi yang dikirimkan Andi Muawiyah Ramli di grup WA tersebut.

Sekilas tentang Dokter Padmosantjojo

Dokter Padmosantjojo selama di RSCM selalu menggratiskan bedah saraf yang dilakukannya.

"Saya dibayar 2M per pasien. Makasih, Mas. Matur nuwun, Mas," ujarnya sambil tertawa, kala itu.

Menurut Padmosantjojo, perhatiannya pada Yuliana Yuliani juga merupakan bentuk protes kepada pemerintah yang disampaikan dengan contoh nyata.

Bahwa untuk memberi akses layanan kesehatan tak perlu jargon politik, hanya perlu empati dan kemauan menolong mereka yang membutuhkan.

Padmosantjojo, yang belajar bedah saraf di Rijk Universiteit, Groningen, Belanda, menyatakan Indonesia merdeka, tapi akses warga pada layanan kesehatan, khususnya bedah saraf, belum merata.

Tidak semua warga bisa mengakses layanan ini, apalagi sejumlah provinsi belum punya dokter spesialis bedah saraf.

Hal ini membuat pasien yang butuh menjalani bedah saraf bisa meninggal karena tak tertangani.

Penghargaan prestasi dokter bedah saraf pun seolah enggan dilakukan pemerintah.

Padmosantjojo pernah ditawari bekerja di Belanda dan akan dikukuhkan sebagai guru besar di Groningen, tetapi ia memilih balik ke Indonesia.

"Demi bangsa," kata Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia tersebut. (*)

Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved