Harapan XL Axiata ke Pemerintahan Baru: Penyelesaian Merger Smartfren hingga Penertiban RT/RW Net
Karena itu ia berharap, dengan terpilihnya menteri baru di Kementerian Komunikasi dan Digital, akan ada dukungan yang lebih besar untuk aksi korporas
Penulis: Rudi Salam | Editor: Ina Maharani
Makassar, Tribun - Hilal mulai terlihat, dalam proses merger dua operator di Indonesia, XL Axiata dan Smartfren.
Kabar terbaru datang dari industri telekomunikasi Indonesia, terkait rencana merger dua operator seluler besar, PT XL Axiata Tbk. dan PT Smartfren Telecom Tbk.
Bahkan, penggabungan ini sudah menmasuki tahap akhir, tinggal menunggu persetujuan pemerintah.
Dalam hal ini, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Kementerian Komunikasi dan Digital (dulunya Kominfo).
Demikian dipaparkan CEO XL Axiata, Dian Siswarini, Rabu (23/10),
"Paling hangat mengenai merger, kalau tidak salah Lebaran kemarin belum ada hilal. Sekarang hilalnya sudah kelihatan sedikit," ujar Dian.
"Approval dari Kominfo dan OJK sangat penting, terutama karena kita adalah perusahaan terbuka, jadi persetujuan OJK juga diperlukan," jelasnya.
Karena itu ia berharap, dengan terpilihnya menteri baru di Kementerian Komunikasi dan Digital, akan ada dukungan yang lebih besar untuk aksi korporasi ini.
Selain itu, XL Axiata berharap pemerintahan baru bisa membantu menciptakan iklim yang positif dan sehat.
Chief Corporate Affiars XL Axiata, Marwan O Baasir menyebut, perlunya intervensi segera dari pemerintah dalam menangani sejumlah persoalan yang hingga saat ini belum ada kejelasan padahal sudah sangat jelas akan mengganggu pelaku industri telekomunikasi nasional, terutama para operator.
XL Axiata berharap pemerintah bisa membantu menciptakan iklim yang positif dan sehat, yang juga akan mendukung percepatan dan pemerataan pembangunan nasional.
Marwan menyebut perlunya intervensi segera dari pemerintah dalam menangani sejumlah persoalan yang hingga saat ini belum ada kejelasan, padahal sangat jelas akan mengganggu pelaku industri telekomunikasi nasional, terutama para operator.
Tantangan regulasi yang tengah diperjuangkan oleh XL Axiata salah satunya menyangkut insentif untuk Biaya Regulasi.
Beban biaya yang harus dipikul oleh XL Axiata untuk menopang operasional, termasuk pajak spektrum frekuensi, semakin mahal dan memberatkan.
"Dalam menjalankan bisnis telekomunikasi di Indonesia, kami selaku operator selalu berupaya mematuhi setiap kebijakan dan aturan yang ditetapkan oleh regulator, dalam hal ini pemerintah," ujar Marwan.
"Salah satunya adalah Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang berasal dari spektrum frekuensi, yang secara berkala terus mengalami peningkatan, dan ini berdampak langsung pada peningkatan biaya operasional operator," tambahnya.
XL Axiata berharap pemerintah dapat memperhatikan beban regulasi yang saat ini dibebankan kepada industri telekomunikasi.
Rasio biaya Hak Penggunaan Frekuensi (BHP) terhadap pendapatan kotor operator telah mencapai 13-14 persen, melebihi batas wajar yang ideal 5-10 persen .
Terkait kebutuhan spektrum atau frekuensi tambahan untuk peningkatan kualitas layanan, XL Axiata mendorong pemerintah menggelar lelang spektrum yang cocok untuk jaringan 4G dan 5G.
XL Axiata berminat mengikuti lelang frekuensi 700 MHz dan 26 GHz, serta berharap pemerintah menetapkan "reserved price" yang lebih terjangkau dan tidak memberatkan operator.
Harga awal yang minim dan penerapan faktor pengurang dalam regulasi akan membantu memastikan kelayakan ekonomis bisnis operator serta mendorong pengembangan jaringan, termasuk di wilayah pelosok.
XL Axiata menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah dan operator dalam membangun jaringan di lokasi yang menjadi kewajiban pemenang lelang frekuensi.
Tantangan lain yang dihadapi adalah praktik penjualan kembali layanan internet ilegal (RT/RW Net), yang merugikan pelanggan, operator, dan pemerintah.
Praktik ini mengabaikan kewajiban pembayaran BHP frekuensi, mengakibatkan harga layanan internet menjadi tidak sehat, dan berpotensi mengancam keamanan data pelanggan.
Pemerintah perlu segera melakukan pengaturan dan penertiban terhadap praktik ini dengan melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait.
Praktik RT/RW Net melanggar UU nomor 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi dan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika nomor 13 tahun 2019.
Ketegasan pemerintah dalam penerapan aturan yang ada sangat dibutuhkan karena praktik ilegal ini merugikan XL Axiata yang telah berinvestasi dalam pembangunan jaringan dan memiliki lisensi yang sah.
XL Axiata berkomitmen memberantas praktik RT/RW Net melalui edukasi, kerjasama dengan pemerintah pusat, daerah, asosiasi terkait, dan penegakan aturan yang ketat.
Kemunculan Starlink juga menjadi tantangan baru. XL Axiata menyambut Starlink di Indonesia sebagai peluang untuk menyediakan layanan internet cepat di pelosok, namun berharap pemerintah menerapkan regulasi yang seimbang.
"Pemerintah perlu memastikan equal playing field antara Starlink dengan operator yang sudah ada," ujar Marwan.
Ini akan mendorong persaingan sehat dan meningkatkan kualitas layanan bagi masyarakat.
Kami siap berkolaborasi dengan Starlink untuk memperluas jangkauan layanan internet.
Terakhir, mengenai OTT yang menumpang di jaringan operator, diperlukan regulasi yang tegas.
Bukan untuk memberikan keistimewaan pada operator, tetapi untuk menciptakan kompetisi yang adil.
Operator membayar PNBP, spektrum, USO, dan berinvestasi untuk pelanggan, sementara OTT tidak membayar apa pun.
Regulasi tegas diperlukan untuk memastikan adanya perlakuan yang setara antara operator dan OTT.
Smartfren Run 2025, dari Lintasan ke Aksi Sosial |
![]() |
---|
Pendapatan XLSMART Kuartal I 2025 Capai Rp 8 Triliun, 91 Persen dari Data dan Digital |
![]() |
---|
Tiga Operator Telekomunikasi Bersatu! XLSmart Kini Hadir dengan Jaringan Lebih Kuat |
![]() |
---|
XL Axiata dan Smartfren Bersatu Jadi XLSmart |
![]() |
---|
XLSMART Resmi Berdiri, Menandai Era Baru Digital Indonesia |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.