Kunci Jawaban
Kunci Jawaban dan Soal IPS Kelas 10 Halaman 156 157 Kurikulum Merdeka Edisi Revisi Aktivitas 3.7
Berikut kunci jawaban mata pelajaran IPS Kelas 10 halaman 156 157 Kurikulum Merdeka Edisi Revisi dapat disimak di sini.
TRIBUN-TIMUR.COM - Berikut kunci jawaban mata pelajaran IPS Kelas 10 halaman 156 157 Kurikulum Merdeka Edisi Revisi dapat disimak di sini.
Buku IPS Kelas 10 halaman 156 157 Kurikulum Merdeka Edisi Revisi, masuk pada Bab 3 yang berjudul Dinamika Masyarakat dan Lingkungan Indonesia.
Nantinya pada halaman 156 157, siswa akan dihadapkan pada Aktivitas 3.7, di mana nantinya dikerjakan secara berkelompok.
Baca juga: Soal dan Kunci Jawaban IPS Kelas 10 Halaman 178 Kurikulum Merdeka Edisi Revisi Aktivitas 3.12
Berikut kunci jawaban IPS Kelas 10 halaman 156 157 Kurikulum Merdeka Edisi Revisi:
Aktivitas 3.7
Analisis Sejarah Masa Kerajaan Islam di Nusantara
Jenis kegiatan: Tugas kelompok
Petunjuk Pengerjaan:
Pada aktivitas ini, kamu diajak untuk menganalisis atau mengurai sejarah masa kerajaan Islam di Nusantara menggunakan konsep dasar ilmu sejarah (manusia, ruang, waktu, kronologi/diakronis, sinkronis, sebab-akibat, perubahan, dan keberlanjutan). Untuk membantu proses analisis, pada tabel berikut sudah disajikan pertanyaan panduan berdasarkan setiap konsep dasar ilmu sejarah yang digunakan.
1. Konsep Manusia
Siapa saja pihak yang terlibat dalam sejarah masa kerajaan Islam di Nusantara?
Hasil Analisis:
Dalam sejarah masa kerajaan Islam di Nusantara, terdapat berbagai pihak yang terlibat yang memainkan peran penting dalam perkembangan dan penyebaran Islam di kawasan ini. Berikut adalah beberapa pihak yang signifikan:
Kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara:
Kesultanan Aceh: Terletak di ujung utara Sumatra, Aceh merupakan salah satu pusat utama penyebaran Islam di Nusantara. Kesultanan ini terkenal karena kekuatan militernya dan kontribusinya dalam perdagangan.
Kesultanan Malaka: Kesultanan ini berperan penting dalam perdagangan dan penyebaran Islam di kawasan Melayu. Malaka menjadi pusat perdagangan internasional dan juga pusat penyebaran Islam di Semenanjung Malaya.
Kesultanan Mataram: Terletak di Jawa Tengah, Kesultanan Mataram adalah salah satu kerajaan Islam besar di pulau Jawa yang berpengaruh dalam perkembangan budaya dan politik di wilayah tersebut.
Kesultanan Banten: Terletak di bagian barat Pulau Jawa, Banten merupakan pusat perdagangan yang penting dan pusat penyebaran Islam di wilayah tersebut.
Kesultanan Ternate dan Tidore: Kedua kesultanan ini berada di Maluku dan memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di bagian timur Nusantara.
Para Ulama dan Penyebar Agama:
Wali Songo: Kumpulan ulama yang sangat berpengaruh dalam penyebaran Islam di Pulau Jawa pada abad ke-15 dan ke-16. Nama-nama seperti Sunan Kalijaga, Sunan Giri, dan Sunan Bonang adalah tokoh-tokoh terkenal di kalangan Wali Songo.
Syeikh Abdurrahman al-Singkili: Salah satu ulama yang berperan dalam penyebaran Islam di Aceh.
Pedagang dan Penjelajah:
Pedagang Arab dan Gujarat: Mereka memainkan peran penting dalam penyebaran Islam melalui jalur perdagangan. Mereka membawa ajaran Islam ke Nusantara dan seringkali menetap di sana.
Penjelajah Portugis dan Belanda: Meskipun mereka lebih dikenal sebagai penjajah, interaksi mereka dengan kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara juga mempengaruhi dinamika politik dan ekonomi di kawasan tersebut.
Raja dan Sultan:
Raja-raja dan sultan-sultan lokal: Banyak dari mereka yang berperan penting dalam penerimaan dan penyebaran Islam di wilayah mereka, seperti Sultan Agung dari Mataram, Sultan Iskandar Muda dari Aceh, dan Sultan Hasanuddin dari Makassar.
Kolonial Eropa:
Belanda dan Portugis: Kedua kekuatan kolonial ini memiliki interaksi yang kompleks dengan kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara, seringkali melalui konflik dan negosiasi yang mempengaruhi dinamika politik lokal dan penyebaran Islam.
Masyarakat Lokal:
Penduduk lokal: Proses Islamisasi di Nusantara tidak lepas dari partisipasi masyarakat lokal yang turut serta dalam memeluk dan menyebarkan agama Islam.
2. Konsep Ruang
Bagaimana proses masuknya pengaruh Islam ke wilayah Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, dan Maluku?
Hasil Analisis:
Sumatra
Penyebaran Melalui Pedagang: Islam pertama kali masuk ke Sumatra melalui pedagang dari Arab, Gujarat, dan Persia yang berdagang di pelabuhan-pelabuhan utama seperti di Aceh dan Padang. Interaksi ini menyebabkan kontak langsung dengan masyarakat lokal.
Kesultanan Aceh: Pada abad ke-15, Kesultanan Aceh di ujung utara Sumatra menjadi pusat penyebaran Islam di wilayah tersebut. Kesultanan Aceh mendirikan jaringan perdagangan dan menyebarluaskan ajaran Islam ke daerah sekitarnya.
Pengaruh Ulama: Ulama dan penyebar agama dari berbagai daerah, termasuk dari Gujarat, memainkan peran penting dalam proses Islamisasi. Mereka membangun sekolah-sekolah agama dan pusat-pusat pengajaran di Aceh.
Jawa
Wali Songo: Pada abad ke-15 dan ke-16, para ulama dan penyebar Islam yang dikenal sebagai Wali Songo (Sembilan Wali) memainkan peran utama dalam penyebaran Islam di Pulau Jawa. Mereka menggunakan pendekatan yang lembut, seringkali mengintegrasikan unsur-unsur budaya lokal dengan ajaran Islam.
Kerajaan Islam: Kesultanan Demak, yang merupakan kerajaan Islam pertama di Jawa, berperan penting dalam penyebaran Islam. Kesultanan ini kemudian diikuti oleh Kesultanan Mataram dan Banten yang terus mengembangkan pengaruh Islam di Jawa.
Jalur Perdagangan: Selain penyebaran melalui ulama, jalur perdagangan juga berperan penting. Pedagang Muslim dari Gujarat dan Arab berinteraksi dengan masyarakat Jawa, memperkenalkan Islam secara lebih luas.
Kalimantan
Pengaruh Kesultanan Banten dan Makassar: Islam menyebar ke Kalimantan terutama melalui interaksi dengan kerajaan-kerajaan Islam di pulau Jawa dan Sulawesi. Kesultanan Banten di Jawa dan Kesultanan Makassar di Sulawesi memainkan peran penting dalam penyebaran Islam ke Kalimantan.
Penyebaran Melalui Perdagangan: Pedagang Muslim yang berlayar ke Kalimantan juga berkontribusi dalam proses Islamisasi. Mereka mendirikan pusat-pusat perdagangan dan menyebarkan ajaran Islam di daerah pesisir Kalimantan.
Pengaruh Ulama Lokal: Ulama lokal dan pedagang juga berperan dalam menyebarkan Islam ke wilayah pedalaman Kalimantan.
Sulawesi
Kesultanan Ternate dan Tidore: Di Maluku, Kesultanan Ternate dan Tidore memainkan peran penting dalam penyebaran Islam ke Sulawesi. Kedua kesultanan ini memiliki hubungan perdagangan yang kuat dengan wilayah Sulawesi.
Pengaruh Pedagang: Pedagang Muslim dari Maluku dan Sulawesi menyebarkan Islam melalui interaksi perdagangan dan hubungan sosial dengan masyarakat lokal.
Proses Islamisasi di Sulawesi: Penyebaran Islam di Sulawesi berlangsung melalui proses panjang yang melibatkan perdagangan, politik, dan ulama yang mendirikan pesantren dan mengajarkan ajaran Islam.
Maluku
Kesultanan Ternate dan Tidore: Seperti di Sulawesi, Kesultanan Ternate dan Tidore di Maluku memainkan peran utama dalam penyebaran Islam di wilayah ini. Mereka memanfaatkan jalur perdagangan untuk menyebarkan agama Islam ke seluruh Maluku.
Interaksi dengan Pedagang Muslim: Pedagang dari berbagai wilayah, termasuk dari Jawa dan Sulawesi, juga berperan dalam penyebaran Islam di Maluku.
Pengaruh Ulama dan Misionaris: Ulama dan misionaris Islam yang berdatang dari berbagai daerah membangun hubungan dengan masyarakat lokal dan memperkenalkan ajaran Islam melalui pendidikan dan dakwah.
3. Konsep Waktu
Kapan masa kerajaan Islam dimulai di Sumatra? Kapan masa kerajaan tersebut dimulai di wilayah-wilayah lainnya?
Hasil Analisis:
Sumatra
Kesultanan Aceh:
Awal: Kesultanan Aceh berdiri sekitar akhir abad ke-15. Sultan Aceh pertama yang tercatat dalam sejarah adalah Sultan Ali Mughayat Syah (reign 1496–1528). Aceh menjadi pusat penting penyebaran Islam di Sumatra dan wilayah sekitarnya.
Jawa
Kesultanan Demak:
Awal: Kesultanan Demak, kerajaan Islam pertama di Jawa, didirikan pada awal abad ke-16. Sultan pertama Demak adalah Raden Patah, yang memerintah dari sekitar tahun 1475 hingga 1518. Kesultanan Demak menjadi pusat penyebaran Islam di Jawa.
Kesultanan Mataram:
Awal: Kesultanan Mataram didirikan pada akhir abad ke-16. Sultan pertama Mataram adalah Sultan Agung (reign 1613–1645), yang memperluas pengaruh Islam di Jawa Tengah dan wilayah sekitarnya.
Kalimantan
Kesultanan Banjar:
Awal: Kesultanan Banjar, yang merupakan salah satu kerajaan Islam di Kalimantan, berdiri sekitar pertengahan abad ke-16. Sultan pertama Banjar adalah Sultan Suriansyah (reign 1526–1550), yang memeluk Islam dan menjadikannya sebagai agama resmi kerajaan.
Sulawesi
Kesultanan Gowa dan Tallo:
Awal: Kesultanan Gowa dan Tallo di Sulawesi Selatan mulai memasukkan Islam sebagai agama resmi pada awal abad ke-17. Sultan Alauddin
(reign 1591–1639) dari Kesultanan Gowa memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di Sulawesi.
Maluku
Kesultanan Ternate dan Tidore:
Awal: Kesultanan Ternate dan Tidore, yang berada di Maluku, mengadopsi Islam pada abad ke-15 dan ke-16. Kesultanan Ternate, dengan Sultan Baabullah (reign 1570–1583), adalah salah satu pusat utama penyebaran Islam di Maluku.
4. Konsep Kronologi/diakronis
Bagaimana urutan tahun berdirinya kerajaan-kerajaaan Islam di Nusantara?
Hasil Analisis:
Berikut adalah urutan tahun berdirinya beberapa kerajaan Islam utama di Nusantara, dengan fokus pada periode awal dan perkembangan penting mereka:
Kesultanan Aceh
Didirikan: Sekitar akhir abad ke-15, dengan Sultan Ali Mughayat Syah sebagai sultan pertama (1496–1528).
Kesultanan Demak
Didirikan: Awal abad ke-16, sekitar tahun 1475 dengan Sultan Raden Patah sebagai sultan pertama, berkuasa hingga 1518.
Kesultanan Banjar
Didirikan: Sekitar pertengahan abad ke-16, sekitar tahun 1526, dengan Sultan Suriansyah sebagai sultan pertama.
Kesultanan Ternate
Didirikan: Awal abad ke-15, dengan Sultan Baabullah (reign 1570–1583) sebagai salah satu penguasa utama dalam periode kejayaan.
Kesultanan Tidore
Didirikan: Abad ke-15, pada masa yang hampir bersamaan dengan Kesultanan Ternate.
Kesultanan Mataram
Didirikan: Akhir abad ke-16, sekitar tahun 1586, dengan Sultan Agung (reign 1613–1645) sebagai salah satu penguasa penting.
Kesultanan Gowa
Didirikan: Abad ke-16, dengan Sultan Alauddin (reign 1591–1639) sebagai salah satu sultan terkenal dalam penyebaran Islam di Sulawesi.
Kesultanan Tidore
Didirikan: Abad ke-15, bersamaan dengan Kesultanan Ternate, memainkan peran penting dalam Maluku.
5. Konsep Sinkronis
Pada saat kerajaan Islam pertama berdiri di Sumatra, kerajaan apa yang sedang berkuasa di Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi?
Hasil Analisis:
Ketika Kesultanan Aceh, kerajaan Islam pertama di Sumatra, berdiri pada akhir abad ke-15, berikut adalah keadaan politik di Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi:
Jawa
Kesultanan Demak: Pada akhir abad ke-15, Kesultanan Demak merupakan kekuatan utama di Jawa. Kesultanan ini didirikan sekitar tahun 1475 dan menjadi salah satu kerajaan Islam terbesar di Pulau Jawa. Sultan pertama Demak adalah Raden Patah, yang memerintah hingga 1518. Kesultanan Demak adalah salah satu pusat utama penyebaran Islam di Jawa pada waktu itu.
Kalimantan
Kerajaan Kutai: Pada akhir abad ke-15, Kalimantan diwarnai oleh berbagai kerajaan dan kesultanan lokal. Salah satu yang signifikan adalah Kerajaan Kutai, yang merupakan salah satu kerajaan tertua di Kalimantan. Meskipun Kerajaan Kutai belum sepenuhnya terislamisasi pada waktu itu, pengaruh Islam mulai menyebar di pesisir Kalimantan melalui interaksi perdagangan dan penyebaran agama oleh pedagang Muslim.
Kesultanan Banjar: Meskipun Kesultanan Banjar belum didirikan pada akhir abad ke-15, kerajaan ini akan muncul pada pertengahan abad ke-16. Sultan Suriansyah, yang memerintah dari sekitar 1526, akan menjadi penguasa Islam pertama yang terkemuka di Kalimantan.
Sulawesi
Kesultanan Gowa dan Tallo: Pada akhir abad ke-15, Kesultanan Gowa dan Tallo di Sulawesi Selatan belum sepenuhnya terislamisasi. Kesultanan Gowa dan Tallo mulai menerima Islam pada awal abad ke-17. Pada akhir abad ke-15, wilayah ini masih dikuasai oleh kerajaan-kerajaan lokal yang sebagian besar menganut kepercayaan animisme dan tradisional.
Kerajaan Luwu: Kerajaan Luwu adalah salah satu kerajaan penting di Sulawesi pada akhir abad ke-15. Islam mulai masuk ke Sulawesi melalui interaksi perdagangan dengan Maluku dan wilayah lainnya, namun pengaruhnya belum sekuat di kemudian hari.
6. Konsep Sebab Akibat
Apa yang menyebabkan pengaruh Islam mudah diterima dan menyebar luas dalam masyarakat pada masa kerajaan?
Hasil Analisis:
Pendekatan Adaptif dan Inklusif
Integrasi Budaya: Ulama dan penyebar Islam di Nusantara seringkali mengadaptasi ajaran Islam dengan budaya lokal yang sudah ada. Mereka menggunakan pendekatan yang lembut dan inklusif, mengintegrasikan unsur-unsur budaya lokal dengan ajaran Islam untuk membuat agama ini lebih mudah diterima. Misalnya, festival-festival lokal sering kali diselaraskan dengan perayaan Islam.
Kesesuaian Sosial: Islam menawarkan prinsip-prinsip sosial dan etika yang dapat diterima oleh masyarakat lokal, seperti konsep keadilan, persaudaraan, dan kepedulian terhadap orang miskin, yang resonan dengan nilai-nilai sosial yang ada di masyarakat.
Peran Ulama dan Wali
Wali Songo: Di Jawa, misalnya, Wali Songo (sembilan wali) berperan penting dalam penyebaran Islam dengan pendekatan dakwah yang menyentuh aspek kehidupan sehari-hari. Mereka menggunakan metode yang mudah dipahami dan diterima oleh masyarakat lokal.
Pendidikan dan Pesantren: Ulama mendirikan pesantren (lembaga pendidikan Islam) yang berfungsi sebagai pusat pendidikan dan dakwah, mendidik generasi baru dalam ajaran Islam dan membentuk jaringan penyebaran agama.
Perdagangan dan Ekonomi
Jalur Perdagangan: Pedagang Muslim dari Arab, Gujarat, dan Persia membawa Islam ke Nusantara melalui jalur perdagangan. Mereka tidak hanya membawa barang dagangan tetapi juga ajaran agama. Kota-kota pelabuhan menjadi pusat penyebaran Islam karena interaksi yang intens antara pedagang dan penduduk lokal.
Hubungan Ekonomi: Kesultanan-kesultanan Islam seringkali berperan sebagai pusat perdagangan dan ekonomi, menjadikan Islam sebagai bagian dari kehidupan ekonomi sehari-hari, yang membantu memperkuat penyebarannya.
Kekuatan dan Dukungan Kerajaan
Penerimaan oleh Penguasa: Banyak penguasa lokal yang menerima dan memeluk Islam. Contohnya, Sultan Ali Mughayat Syah di Aceh, Sultan Raden Patah di Demak, dan Sultan Agung di Mataram. Ketika penguasa menganut Islam, sering kali mereka mendukung penyebaran agama ini di kalangan rakyat mereka.
Legitimasi Politik: Islam memberikan legitimasi politik dan kekuatan pada kerajaan yang mengadopsinya. Penguasa Islam sering kali memperkuat kekuasaan mereka dengan mengadopsi Islam, yang mengarah pada pengakuan dan dukungan lebih luas dari masyarakat.
Jaringan Sosial dan Keluarga
Keluarga dan Hubungan Sosial: Penikahan antara pedagang Muslim dan keluarga lokal juga berperan dalam penyebaran Islam. Keluarga Muslim yang menetap di wilayah baru sering kali membawa ajaran Islam ke dalam masyarakat lokal.
Komunitas Muslim: Kehadiran komunitas Muslim di berbagai daerah membantu penyebaran Islam melalui interaksi sosial dan dukungan komunitas.
Pesan Moral dan Etika
Pesan Universal: Ajaran Islam tentang keadilan sosial, kebersihan, dan kepedulian terhadap orang miskin sering kali menarik perhatian masyarakat yang mungkin sudah memiliki nilai-nilai serupa dalam budaya mereka. Konsep-konsep ini dapat beresonansi dengan nilai-nilai lokal dan meningkatkan penerimaan.
7. Konsep Perubahan
Hal-hal apa saja yang mengalami perubahan dari pergantian masa kerajaan Hindu–Buddha menuju masa kerajaan Islam? Bagaimana kehidupan masyarakat pada masa kerajaan Islam dibandingkan masa sebelumnya?
Hasil Analisis:
Sistem Pemerintahan dan Struktur Politik
Masa Hindu-Buddha: Kerajaan-kerajaan Hindu-Buddha umumnya memiliki sistem pemerintahan yang terpusat dengan raja sebagai pemimpin tertinggi. Struktur politiknya sering kali didasarkan pada konsep divinitas raja dan sistem kasta, dengan pengaruh agama Hindu atau Buddha yang mendalam dalam politik dan pemerintahan.
Masa Islam: Sistem pemerintahan beralih ke model kesultanan dengan Sultan sebagai kepala negara. Sultan biasanya dianggap sebagai pemimpin politik dan spiritual yang diizinkan oleh syariat Islam. Sistem pemerintahan Islam lebih menekankan pada hukum syariah (hukum Islam) sebagai dasar peraturan dan keputusan pemerintahan.
Sistem Hukum dan Perundang-undangan
Masa Hindu-Buddha: Hukum dan perundang-undangan sering kali dipengaruhi oleh ajaran agama Hindu atau Buddha, dengan fokus pada sistem hukum yang didasarkan pada kitab suci seperti Manusmriti dan hukum adat.
Masa Islam: Pada masa kerajaan Islam, sistem hukum beralih ke syariah Islam yang mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari hukum pidana hingga hukum keluarga dan ekonomi. Ini termasuk pengaturan tentang zakat, puasa, dan haji, serta norma-norma sosial yang mengatur kehidupan sehari-hari.
Agama dan Kepercayaan
Masa Hindu-Buddha: Kepercayaan utama adalah agama Hindu dan Buddha, dengan berbagai ritual, upacara, dan kepercayaan kosmologi yang berkisar pada dewa-dewa Hindu atau Buddha.
Masa Islam: Islam menjadi agama utama, mengubah praktik keagamaan, ritual, dan upacara. Praktik-praktik seperti salat, puasa Ramadan, zakat, dan haji menggantikan ritual Hindu dan Buddha. Selain itu, konsep monoteisme menggantikan politeisme yang umum dalam agama Hindu dan Buddha.
Arsitektur dan Seni
Masa Hindu-Buddha: Arsitektur pada masa ini termasuk pembangunan candi dan stupa yang megah, seperti Candi Borobudur dan Candi Prambanan. Seni dan patung sering menggambarkan dewa-dewa Hindu atau Buddha.
Masa Islam: Perubahan terjadi dalam arsitektur dan seni dengan pengaruh dari budaya Islam. Pembangunan masjid menggantikan candi, dan seni Islam menekankan pada ornamen geometris dan kaligrafi daripada patung atau representasi figuratif. Contoh arsitektur Islam di Nusantara termasuk Masjid Raya Baiturrahman di Aceh dan Masjid Agung Demak.
Ekonomi dan Perdagangan
Masa Hindu-Buddha: Ekonomi seringkali bergantung pada pertanian, perdagangan lokal, dan produksi barang-barang seni dan kerajinan. Jalur perdagangan maritim juga penting untuk interaksi dengan dunia luar.
Masa Islam: Penyebaran Islam memperkuat jaringan perdagangan internasional. Kesultanan Islam terlibat aktif dalam perdagangan rempah-rempah dan barang-barang lainnya di jalur perdagangan internasional, seperti jalur sutra dan jalur perdagangan maritim. Ini memperkuat hubungan ekonomi dengan dunia Islam dan pedagang dari Timur Tengah serta India.
Pendidikan dan Pengetahuan
Masa Hindu-Buddha: Pendidikan dan pengetahuan sering kali disebarkan melalui klenteng, gurukula (sekolah guru), dan manuskrip suci. Fokus utama adalah pada studi agama dan filsafat Hindu atau Buddha.
Masa Islam: Pendidikan menjadi lebih terstruktur dengan pendirian pesantren dan madrasah sebagai pusat pembelajaran agama dan pengetahuan umum. Pendidikan Islam mencakup studi tentang Al-Qur’an, hadis, fiqh (hukum Islam), dan ilmu pengetahuan lainnya.
Kehidupan Sosial dan Budaya
Masa Hindu-Buddha: Struktur sosial sering kali dipengaruhi oleh sistem kasta dalam masyarakat Hindu, dengan lapisan sosial yang jelas berdasarkan kasta.
Masa Islam: Struktur sosial menjadi lebih egaliter dengan penekanan pada persamaan di bawah hukum Islam, meskipun hierarki sosial tetap ada dalam bentuk struktur politik dan ekonomi. Kehidupan budaya juga berubah dengan pengaruh Islam dalam seni, musik, dan sastra.
Kehidupan Sehari-hari dan Tradisi
Masa Hindu-Buddha: Tradisi sehari-hari melibatkan ritual keagamaan yang berkisar pada agama Hindu atau Buddha, dengan berbagai festival dan upacara yang dipengaruhi oleh keyakinan tersebut.
Masa Islam: Kehidupan sehari-hari mulai dipengaruhi oleh praktik-praktik Islam seperti salat lima waktu, puasa Ramadan, dan perayaan Idul Fitri dan Idul Adha. Tradisi baru ini menjadi bagian dari kehidupan sosial dan budaya.
8. Konsep Keberlanjutan
Hal-hal apa saja yang dapat bertahan bahkan terus dilestarikan dari pergantian masa kerajaan Hindu–Buddha menuju masa kerajaan Islam?
Hasil Analisis:
Arsitektur dan Seni
Elemen Arsitektur: Beberapa elemen arsitektur Hindu-Buddha seperti tata letak candi dan desain ornamen masih dapat terlihat dalam bangunan-bangunan Islam. Misalnya, bentuk-bentuk arsitektur seperti menara atau struktur berbentuk kubah yang mengingatkan pada gaya bangunan Hindu-Buddha dapat terlihat dalam masjid-masjid di Nusantara.
Seni dan Ornamen: Seni ukir dan dekorasi dari masa Hindu-Buddha, termasuk motif-motif geometris dan floral, diadaptasi dalam seni Islam tanpa representasi figuratif. Kaligrafi dan ornamen Islam sering kali menggabungkan elemen-elemen artistik lokal yang memiliki akar Hindu-Buddha.
Tradisi dan Festival
Tradisi Lokal: Beberapa tradisi lokal yang berasal dari masa Hindu-Buddha, seperti upacara adat dan festival, mengalami penyesuaian dan masih dipertahankan. Misalnya, perayaan tradisional yang melibatkan tarian, musik, dan upacara lokal tetap ada tetapi disesuaikan dengan konteks Islam.
Festival Bersama: Beberapa festival yang awalnya berakar dari tradisi Hindu-Buddha diadaptasi menjadi acara yang merayakan budaya lokal yang diselaraskan dengan ajaran Islam, seperti upacara yang melibatkan masyarakat dan tradisi lokal.
Bahasa dan Sastra
Pengaruh Bahasa: Bahasa Sanskerta dan Jawa Kuno yang digunakan dalam teks-teks Hindu-Buddha memengaruhi bahasa Melayu dan bahasa Jawa. Banyak istilah dan kosakata dari periode Hindu-Buddha tetap digunakan dalam bahasa-bahasa ini.
Sastra Kuno: Karya sastra dari periode Hindu-Buddha, seperti naskah-naskah sejarah dan puisi, masih dipelajari dan dihargai. Meski banyak karya tersebut berasal dari masa lalu, mereka sering kali dianggap sebagai bagian dari warisan budaya yang berharga.
Struktur Sosial dan Organisasi Masyarakat
Kekerabatan dan Komunitas: Sistem kekerabatan dan struktur sosial dalam komunitas lokal, termasuk pola hubungan keluarga dan sistem kekerabatan, sering kali dipertahankan meskipun ada perubahan dalam struktur pemerintahan.
Organisasi Sosial: Beberapa lembaga sosial dan organisasi lokal yang memiliki akar Hindu-Buddha tetap ada, seperti lembaga-lembaga pendidikan dan pusat komunitas, meskipun disesuaikan dengan konteks Islam.
Pertanian dan Teknologi
Teknik Pertanian: Teknik pertanian tradisional yang dikembangkan pada masa Hindu-Buddha, seperti sistem irigasi dan pengolahan tanah, terus dipertahankan dan diterapkan pada masa kerajaan Islam.
Teknologi dan Kerajinan: Keterampilan kerajinan tangan, seperti pembuatan tekstil, tembikar, dan logam, yang berkembang pada masa Hindu-Buddha sering kali bertahan dan terus dilestarikan meskipun di bawah pengaruh budaya Islam.
Ritual dan Upacara Adat
Ritual Lokal: Ritual dan upacara adat yang berasal dari periode Hindu-Buddha sering kali dilestarikan dan diadaptasi dalam konteks Islam. Misalnya, beberapa ritual yang melibatkan elemen spiritual atau kebudayaan tetap ada dan disesuaikan dengan praktik Islam.
Adat Istiadat: Beberapa adat istiadat dan kebiasaan lokal tetap ada dan beradaptasi dengan ajaran Islam, mencerminkan sinergi antara tradisi lokal dan ajaran baru.
Gaya Hidup dan Makanan
Makanan Tradisional: Banyak jenis makanan dan resep tradisional dari masa Hindu-Buddha tetap ada dan dipertahankan dalam budaya lokal. Makanan khas lokal sering kali menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari dan acara-acara penting, meskipun ada penyesuaian untuk mematuhi aturan halal dalam Islam.
Gaya Hidup: Gaya hidup sehari-hari, termasuk cara berpakaian tradisional yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam, sering kali dipertahankan dalam bentuk yang disesuaikan.
*) Disclaimer: Kunci jawaban di atas hanya sebagai panduan siswa dalam mengerjakan soal.
Tribunnews.com tidak bertanggung jawab atas segala bentuk kesalahan dalam jawaban di atas.
(Tribun-Timur.com/Tribunnews.com/Whiesa)
| Simak Kunci Jawaban Agama Katolik Kelas 1 SD Kurikulum Merdeka Halaman 94 |
|
|---|
| Kunci Jawaban Bahasa Inggris Kelas 9 English for Nusantara Progress Check 1 Text 1 Halaman 143 |
|
|---|
| Bocoran Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 7 Halaman 117 Kurikulum Merdeka |
|
|---|
| Soal dan Kunci Jawaban Bahasa Indonesia Kelas 5 Halaman 52 Kurikulum Merdeka |
|
|---|
| Bocoran Kunci Jawaban IPS Kelas 9 Halaman 48 Kurikulum Merdeka |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.