Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Khazanah Islam

Bolehkah Memotong Kuku dan Rambut Sebelum Berkurban? Berikut Penjelasan Ulama

Salah satu kata kunci yang ramai dicari terkait kurban yakni bolehkah memotong kuku dan rambut sebelum berkurban. Berikut penjelasan ulama.

Editor: Sakinah Sudin
Freepik.com
Ilustrasi potong kuku. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Kementerian Agama Republik Indonesia (Kemenag RI) menetapkan 1 Zulhijjah 1445 Hijriyah jatuh pada Sabtu (8/6/2024).

Dengan adanya keputusan tersebut, Hari Raya Idul Adha 10 Zulhijjah 1445 Hijriah akan jatuh pada Senin, 17 Juni 2024.

Pada Hari Raya Idul Adha, umat muslim disunahkan berkurban.

Ibadah kurban hukumnya sunah muakkad atau sunah yang dikuatkan.

Salah satu kata kunci yang ramai dicari terkait kurban yakni bolehkah memotong kuku dan rambut sebelum berkurban.

Lantas bolehkah memotong kuku dan rambut sebelum berkurban?

Berikut penjelasannya dilansir Tribun-Timur.com dari zakat.or.id:

Pendapat Ulama terkait “Hukum Memotong Kuku atau Rambut bagi Pekurban”

Boleh atau tidaknya memotong kuku dan rambut bagi pekurban sebelum pemotongan hewan kurban sebenarnya terdapat beberapa perbedaan pendapat di kalangan ulama.

Namun, walaupun ada perbedaan hendaknya tidak menjadikan umat Islam berdebat sengit dan menjadi perpecahan.

Terdapat beberapa hadits yang menjelaskan, yakni hadits pertama: “Jika kalian telah menyaksikan hilal Dzul Hijah (maksudnya telah memasuki satu Dzulhijah) dan kalian ingin berkurban, maka hendaklah shohibul kurban membiarkan (artinya tidak memotong) rambut dan kukunya.” (HR.Muslim)

Dalam lafazh lainnya,

“Siapa saja yang ingin berkurban dan apabila telah memasuki awal Dzulhijah (1 Dzulhijah), maka janganlah ia memotong rambut dan kukunya sampai ia berkurban.” (HR.Muslim)

Maka hadits ini menunjukkan terlarangnya memotong rambut dan kuku bagi orang yang ingin melakukan ibadah kurban setelah memasuki 10 hari awal bulan Dzulhijah (mulai dari tanggal 1 Dzulhijah).

Hadits pertama menunjukkan perintah untuk tidak memotong (rambut dan kuku). Sedangkan riwayat kedua adalah larangan memotong (rambut dan kuku).

Secara jelas pula, hadits ini khusus hanya bagi orang yang ingin berkurban.

Adapun anggota keluarga yang diikutkan dalam pahala kurban, baik sudah dewasa atau belum, maka mereka tidak terlarang memotong bulu, rambut dan kuku.

Mereka (selain yang berniat kurban) dihukumi sebagaimana hukum asal yaitu boleh memotong rambut dan kulit dan kami tidak mengetahui adanya dalil yang memalingkan dari hukum asal ini.

Fatwa ini ditandatangani oleh Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin Baz sebagai Ketua, Syaikh ‘Abdur Rozaq ‘Afifi sebagai Wakil Ketua, Syaikh ‘Abdullah bin Mani’ dan Syaikh ‘Abdullah bin Ghodyan sebagai Anggota. [Diambil dari Fatwa Al Lajnah Ad Da-imah lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal lIfta’, soal ketiga dari Fatwa no. 1407, 11/426-427, Darul Ifta’]

Penjelasan Larangan Memotong Rambut dan Kuku

Para ulama berselisih pendapat mengenai orang yang akan memasuki 10 hari awal Dzulhijah dan berniat untuk berkurban.

- Pendapat Pertama

Sa’id bin Al Musayyib, Robi’ah, Imam Ahmad, Ishaq, Daud dan sebagian murid-murid Imam Asy Syafi’i mengatakan Bahwa larangan memotong rambut dan kuku (bagi shohibul kurban) dihukumi haram sampai diadakan penyembelihan kurban pada waktu penyembelihan kurban.

Secara zhohir (tekstual), pendapat pertama ini melarang memotong rambut dan kuku bagi shohibul kurban berlaku sampai hewan kurbannya disembelih. Misal, hewan kurbannya akan disembelih pada hari tasyriq pertama (11 Dzulhijah), maka larangan tersebut berlaku sampai tanggal tersebut.

Pendapat pertama yang menyatakan haram mendasarinya pada hadits larangan shohibul kurban memotong rambut dan kuku yang telah disebutkan dalam fatwa Lajnah Ad-Daimah di atas.

- Pendapat Kedua

Ini adalah pendapat Imam Asy Syafi’i dan murid-muridnya.

Pendapat kedua ini menyatakan bahwa larangan tersebut adalah makruh yaitu makruh tanzih, dan bukan haram.

Kemudian pendapat yang kedua menyatakannya makruh dan bukan haram berdasarkan hadits ‘Aisyah yang menyatakan bahwa Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam (SAW) pernah berkurban dan Nabi Muhammad SAW tidak melarang apa yang Allah halalkan hingga Nabi Muhammad SAW menyembelih hadyu (kurbannya di Makkah).

Artinya di sini, Nabi Muhammad SAW tidak melakukan sebagaimana orang yang ihrom yang tidak memotong rambut dan kukunya.

Ini adalah anggapan dari pendapat kedua. Sehingga hadits di atas dipahami makruh.

- Pendapat Ketiga

Pendapat ketiga yaitu pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Malik dalam salah satu pendapatnya menyatakan tidak makruh sama sekali.

Imam Malik dalam salah satu pendapat menyatakan bahwa larangan ini makruh.

Pendapat Imam Malik lainnya mengatakan bahwa hal ini diharamkan dalam kurban yang sifatnya sunnah dan bukan pada kurban yang wajib.

Jadi pendapat yang lebih kuat adalah pendapat pertama, berdasarkan larangan yang disebutkan dalam hadits di atas dan pendapat ini lebih hati-hati.

Pendapat ketiga adalah pendapat yang sangat-sangat lemah karena bertentangan dengan hadits larangan.

Sedangkan pendapat yang memakruhkan juga dinilai kurang tepat karena sebenarnya hadits ‘Aisyah hanya memaksudkan bahwa Nabi Muhammad SAW melakukan perkara yang sifatnya keseharian yaitu memakai pakaian berjahit dan memakai harum-haruman, yang seperti ini tidak dibolehkan untuk orang yang ihrom.

Namun untuk memotong rambut adalah sesuatu yang jarang dilakukan (bukan kebiasaan keseharian) sehingga Nabi Muhammad SAW masih tetap tidak memotong rambutnya ketika hendak berkurban.

Menurut Imam Malik dan Imam Syafi‘i bahwa disunnahkan bagi siapa saja yang ingin berkurban untuk tidak memotong kuku dan rambut dari awal bulan Dzulhijjah hingga waktu penyembelihan hewan kurban.

Hal ini sesuai dengan sabda Rasulullah SAW,

“Barangsiapa yang melihat hilal menandakan masuknya bulan Dzulhijjah dan ia ingin berkurban, maka hendaknya tidak memotong rambut dan kukunya hingga ia berkurban

(HR. Al-Nasa’i).

Dalam hadis tersebut, dijelaskan bahwa rambut dan kuku yang dilarang untuk dipotong dalam hadis di atas adalah rambut dan kuku shohibul kurban, bukan rambut dan kuku hewan kurban.

Larangan kurban tersebut berlaku untuk memotong dengan cara apapun dan untuk bagian kuku dan rambut manapun. Baik rambut itu tumbuh di kepala, kumis, sekitar kemaluan maupun di ketiak. Dilansir dari rumaysho.com larangan mencukur tersebut termasuk mencukur habis,  memendekkannya, mencabutnya, membakarnya, atau memotongnya dengan bara api.

Tidak ada Keharaman Dalam Memotong Rambut dan Kuku Bagi yang Berkurban
Apa yang disampaikan oleh hadits ini tidak menunjukkan keharaman memotong rambut dan kuku. Bagi kalangan umat Islam yang menganut fiqih dari Imam Hanafi, maka boleh atau halal hukumnya. Larangan bagi penganut mazhab Hanafi adalah berlaku bagi mereka yang sedang melaksanakan ihram dalam ibadah haji.

Sebagian ulama juga berpendapat, misalnya dari Syekh Abdullah Al-Jibrin.

Abdullah Al-Jibrin berpendapat bahwa memotong kuku dan rambut sebelum kurban, baik sengaja atau tidak disengaja, tidak beprengaruh terhadap keabsahan ibadah kurban, karena hal tersebut tidak termasuk pada rukun kurban.

Hikmah dari larangan tersebut menurut ulama Syafi’iyah, adalah agar rambut dan kuku tadi tetap ada hingga kurban disembelih. Supaya makin banyak dari anggota tubuh ini terbebas dari api neraka. Wallahu’alam.

Dari pemaparan tersebut, tentu kita dapat memilih mana yang dapat diyakini kebenarannya.

Jika memang bisa melaksanakan sunnah tidak memotong kuku dan rambut, tentunya lebih baik.

Jika tidak bisa, terdapat kendala, dan juga membutuhkan memotong agar sesuai dengan prinsip kebersihan atau kesehatan diri.

Maka tentu tidak masalah jika harus memotong kuku atau rambut.

Masing-masing memiliki dalil aqli dan naqli yang mendukung.

Semoga ibadah kurban di tahun ini dapat dilaksanakan sebaik-baiknya dan Allah memberikan keberkahan atas apa yang kita lakukan, aamiin. (*)

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved