Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Penyebab Mantan Sopir Angkot dari Indonesia Bisa Lompat Jadi Orang Terkaya di Dunia

Prajogo Pangestu (80), orang terkaya peringkat ke-22 di dunia asal Indonesia, ternyata dulu adalah sopir angkot. Dia tak lahir dari keluarga kaya raya

Editor: Edi Sumardi
BLOOMBERG/DIMAS ARDIAN
Prajogo Pangestu, pemilik Barito Pacific sekaligus orang terkaya peringkat ke-22 di dunia. 

Punya bobot yang jumbo, kenaikan saham-saham Prajogo signifikan mendongkrak IHSG yang selama pekan ini mengakumulasi penguatan 3,22 persen ke level 7.317,23.

Secara bersamaan, pesta pora saham Prajogo membawa rotasi di jajaran konglomerasi penguasa bursa.

Tanpa menghitung emiten plat merah, BEI masih dikuasai segelintir emiten dari grup konglomerasi.

Di jajaran top market cap, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dari Grup Djarum bertenggar di posisi kedua.

Kemudian ada PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) kepunyaan Grup Salim.

Selanjutnya ada PT Bayan Resources Tbk (BYAN) milik Low Tuck Kwong, dan PT Astra International Tbk (ASII) dari grup konglomerasi Astra yang masih bertahan di 10 top market caps BEI.

Selain dari ekspansi, branding Prajogo Pangestu sebagai orang terkaya di Indonesia dan masuk ke jajaran konglomerat dunia turut menambah daya tarik pasar terhadap saham-sahamnya.

Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto sepakat, sentimen dari konglomerat yang sedang bersinar secara psikologis membawa optimisme.

Dia juga mengamati adanya kecenderungan kenaikan satu saham di dalam grup konglomerasi akan mengangkat saham lain dari grup yang sama.

Terlebih jika saham milik konglomerat tersebut juga diminati oleh investor asing, sehingga dianggap punya tren naik yang solid dan layak diikuti.

Hanya saja, William mengingatkan pelaku pasar tetap perlu waspada lantaran lonjakan harga saham dan market cap tak selalu mencerminkan performa fundamentalnya.

"Penguatan signifikan itu akan menghasilkan valuasi mahal melampui kinerja emiten sendiri. Plus-nya, IHSG terdongkrak. Tapi nanti hanya masalah waktu saja sampai ada rotasi berikutnya," ungkap William.

Analis Stocknow.id Emil Fajrizki menambahkan, pelaku pasar mesti berhati-hati lonjakan harga saham dari suatu grup konglomerasi bisa menjadi euforia yang menimbulkan spekulasi. Dus, perlu disiplin dalam manajemen risiko karena potensi koreksi akibat profit taking terbuka lebar.

Emil melihat ketangguhan emiten dalam menjaga stabilitas kinerja maupun posisi market cap akan tampak dari strategi bisnis grup tersebut. Grup yang punya portofolio bisnis terdiversifikasi lintas sektor bakal memiliki prospek lebih menarik. 

Sementara dalam momentum pasar saat ini, Emil menyarankan untuk mencermati peluang buy on weakness pada saham BRPT.

Menurut Emil, BRPT punya prospek yang menarik dengan sokongan dari dua anak usahanya, TPIA dan BREN.

Sedangkan Cheril mengingatkan valuasi saham Grup Barito yang sudah mahal. Sedangkan Ratih menyarankan wait and see terlebih dulu terhadap saham TPIA.

Target harga yang bisa dipertimbangkan untuk TPIA ada di resistance Rp 9.500 dan support di Rp 8.500.

Sementara itu, William menyematkan rekomendasi buy untuk saham BRPT yang secara teknikal masih potensial.(*)

Halaman 4 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved