Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Khazanah Islam

Bolehkah Muslim Mengucapkan Selamat Natal? Berikut Pandangan Quraish Shihab

Ini pertanyaan yang sering terdengar di setiap perayaan dan momentum hari raya bagi umat Kristiani ini, termasuk di momentum Natal ini.

|
Editor: Saldy Irawan
YOUTUBE/Najwa Shihab
Quraish Shihab soal bolehkah muslim ucapkan selamat Natal. 

TRIBUN-TIMUR.COM - Bolehkah muslim mengucapkan selamat Natal?

Apa hukum mengucapkan 'Selamat Hari Natal' ?

Ini pertanyaan yang sering terdengar di setiap perayaan dan momentum hari raya bagi umat Kristiani ini, termasuk di momentum Natal ini.

Cendekiawan Muslim Indonesia, Quraish Shihab mengatakan mengucapkan selamat hari raya untuk umat beragama lain merupakan hal baik demi kerukunan dan perdamaian.

 Menurut Quraish Shihab, permasalahan itu cuma terjadi di Indonesia. 

Di Timur Tengah sudah hal lazim masyarakat mengucapkan selamat hari raya bagi umat beragama lain. 

"Itu masalah di Indonesia, Malaysia, tapi di Timur Tengah tak masalah itu.

Kita tak cuma berkata 'bolehkah atau tidak' tapi sebenarnya bagus (mengucapkan Selamat Natal).

 Ikut bergembira dengan kegembiraan siapa pun. Siapa pun itu, dia seagama dengan kita, atau tidak seagama dengan kita, tapi satu kemanusiaan dengan kita," jawab Quraish Shihab mengawali ucapannya.

"Dalam Al Quran itu, orang pertama yang mengucapkan Selamat Natal adalah Nabi Isa. (mengutip sebuah ayat ) ... Salam sejahtera untukku, pada hari kelahiranku, pada hari aku dibangkitkan....," kata Quraish Shihab, menterjemahkan bunyi ayat tersebut. 

"Jadi (berdasar ayat tersebut), tidak ada masalah sebenarnya," lanjut Quraish Shihab. 

Profesor Muahmmad Quraish Shihab, ahli tafsir dan mantan Menteri Agama ternyata pernah mencurahkan pandangannya terkait ucapan 'Selamat Natal'.

Hal itu disampaikan Quraish Shihab pada tahun 2014 dalam program Tafsir Al Misbah di Metro TV, Ramadan 1435 Hijriah episode Surah Maryam Ayat 30-38.

Berikut ini transkrip penjelasannya:

Saya duga keras persoalan ini hanya di Indonesia. Saya lama di Mesir. Saya kenal sekali. Saya baca di koran, ulama-ulama Al Azhar berkunjung kepada pimpinan umat kristiani mengucapkan selamat Natal.

Saya tahu persis ada ulama besar di Suriah memberi fatwa bahwa itu BOLEH. Fatwanya itu berada dalam satu buku dan bukunya itu diberikan pengantar oleh ulama besar lainnya, Yusuf al-Qaradawi, yang di Syria namanya Mustafa Al Zarka’a.

Ia mengatakan mengucapkan selamat Natal itu bagian dari basa-basi, hubungan baik.

Ini tidak mungkin menurut beliau, tidak mungkin teman-teman saya dari umat Kristiani datang mengucapkan selamat hari raya Idulfitri terus dilarang gitu.

Menurut beliau dalam bukunya yang ditulis bukan jawaban lisan ditulis, dia katakan, saya sekarang perlu menunjukkan kepada masyarakat dulu bahwa agama ini penuh toleransi.

Kalau tidak, kita umat yang dituduh teroris. Itu pendapat.

Saya pernah menulis soal itu, walaupun banyak yang tidak setuju, saya katakan begini, saya ucapkan Natal itu artinya kelahiran. Nabi Isa mengucapkannya. Kalau kita baca ayat ini dan terjemahkan BOLEH atau tidak? Boleh. Ya toh? Boleh.

Jadi, kalau Anda mengucapkan selamat Natal, tapi keyakinan Anda bahwa Nabi Isa bukan Tuhan atau bukan anak Tuhan, maka tidak ada salahnya. Ucapkanlah selamat Natal dengan keyakinan seperti ini dan Anda kalau mengucapkannya sebagai muslim. Mengucapkan kepada umat kristiani yang paham, dia yakin bahwa anda tidak percaya.

Jadi yang dimaksud itu, seperti yang dimaksud tadi hanya basa-basi.

Saya tidak ingin berkata fatwa Majelis Ulama itu salah yang melarang, tetapi saya ingin tambahkan larangan itu terhadap orang awam yang tidak mengerti. Orang yang dikhawatirkan akidahnya rusak. Orang yang dikhawatirkan percaya bahwa Natal itu seperti sebagaimana kepercayaan umat kristen.

Untuk orang-orang yang paham, saya mengucapkan selamat Natal kepada teman-teman saya apakah pendeta. Dia yakin persis bahwa kepercayaan saya tidak seperti itu. Jadi, kita bisa mengucapkan.

Jadi ada yang berkata bahwa itu Anda bohong. Saya katakan agama membolehkan Anda mengucapkan suatu kata seperti apa yang anda yakini, tetapi memilih kata yang dipahami lain oleh mitra bicara Anda.

Saya beri contoh, Nabi Ibrahim dalam perjalanannya menuju suatu daerah menemukan atau mengetahui bahwa penguasa daerah itu mengambil perempuan yang cantik dengan syarat istri orang. Nah, dia punya penyakit jiwa. Dia ndak mau yang bukan istri orang.

Nabi Ibrahim ditahan sama istrinya Sarah.

Ditanya, ini siapa? Nabi Ibrahim menjawab, ini saudaraku. Lepas.

Nabi Ibrahim tidak bohong. Maksudnya saudaraku seagama. Itu jalan. Jadi kita bisa saja. Kalau yang kita ucapkan kepadanya selamat Natal itu memahami Natal sesuai kepercatannya, saya mengucapkannya sesuai kepercayaan saya sehingga tidak bisa bertemu, tidak perlu bertengkar.

Jadi syaratnya BOLEH mengucapkannya asal akidah anda tidak ternodai. Itu dalam rangka basa-basi saja, seperti apa yang dikatakan ulama besar suriah itu.

Begitu juga dengan selamat ulangtahun, begitu juga dengan selamat tahun baru. Memang kalau kita merayakan tahun baru dengan foya-foya, itu yang terlarang foya-foyanya, bukan ucapan selamatnya kita kirim.

Bahkan, ulama Mustafa Al Zarka’a berkata, ada orang yang menjual ucapan, kartu-kartu ucapan ini, itu BOLEH saja, tidak usah dilarang. Penggunanya keliru kalau dia melanggar tuntunan agama.

Ada orang sangat ketat dan khawatir. Itu kekhawtiran wajar kalau orang di kampung, tidak mengerti agama. Lantas ada yang mengakan kelahiran Isa itu sebagai anak Tuhan dan sebagainya, itu yang tidak boleh. Kalau akidah kita tetap lurus, itu tidak ada masalah.

Kita ucapkan selamat Natal, di ayat kita ini, sekian banyak ucapan selamat yang dutujukan para Nabi.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved