Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Prof Hamka Haq Meninggal

In Memoriam Prof Dr H Hamka Haq MA: Selamat Jalan Maha Guru Besar Ushul Fiqhi

Kepergiannya tentu mengagetkan bagi setiap orang yang mengenalnya serta lingkungan dimana dia pernah dan sedang berkecimpung

Editor: Ari Maryadi
Opini
Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar Muhaemin Latif 

Oleh: Muhaemin Latif
Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Alauddin Makassar

INNA LILLAHI WAINNA ILOHI ROJIUN. Telah berpulang ke rahmatullah Prof Dr H Hamka Haq MA salah satu guru besar andalan yang pernah dimiliki oleh IAIN/UIN Alauddin Makassar.

Info berpulangnya Prof Hamka (sapaan akrab beliau) beredar begitu cepat dan massif di media-media on-line dan media sosial hari ini tanggal 7 Desember 2023.

Kepergiannya tentu mengagetkan bagi setiap orang yang mengenalnya serta lingkungan dimana dia pernah dan sedang berkecimpung, terutama di lingkungan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Pada partai inilah, Prof Hamka mengabdikan dirinya selama ini setelah tidak lagi aktif sebagai akademisi di UIN Alauddin Makassar.

Beliau menjadi salah tokoh penting pada partai ini dengan menjabat sebagai Ketua Baitul Muslimin Indonesia (BAMUSI), sebuah sayap partai yang ia inisiasi sendiri bersama mendiang Taufiq Kiemas dan tentu saja atas restu Ibu Megawati Sukarno Putri.

Dalam berbagai kesempatan, ia seringkali menyebut filosofi organisasi ini sebagai pemersatu antara organisasi NU dan Muhammadiah di Indonesia.

Barangkali ini yang menjadi legacy beliau kepada bangsa ini yang dalam istilah beliau, sebagai upaya “pengislaman” partai yang dikenal nasionalis itu.

Saya membayangkan kepergian beliau hari ini tentu meninggalkan duka yang mendalam bagi Ketua Umum PDIP dan para petinggi-petingginya.

Sebagai salah satu muridnya dari sekian banyak muridnya, saya mengenal Prof Hamka adalah sosok maha guru paripurna.

Ia tidak hanya mumpuni di bidang yang digelutinya, ushul fiqhi, tetapi ia juga mapan di berbagai bidang, seperti demokrasi, perdamaian, dan civil society.

Sebagai doktor terbaik pada masanya, 1990, IAIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, ia menulis disertasi dengan judul Aspek Teologi dalam Konsep Maslahah Al-Syatibi.

Penguasaannya pada bidang ini mendapat pengakuan dari sang guru alm. Prof. Dr. Harun Nasution, sosok guru besar yang telah menelorkan ratusan doktor dalam lingkup Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN).

Kehebatannya dalam ushul fiqhi membuat alur dan logika berpikirnya selalu didasari dengan prinsip kemudahan dan kemaslahatan.

Solusi-solusi yang ditawarkannya dalam menjawab persoalan-persoalan keagamaan baik ketika menjadi pengurus Majelis Ulama Indonesia, Dekan Fak Ushuluddin dan Filsafat IAIN Alauddin Makassar (2000-2002), serta Wakil Rektor 2002-2003 di universitas yang sama, semuanya berbasis kemaslahatan.

Beliau seringkali mengatakan bahwa prinsip beragama itu adalah kemudahan dan berbasis kemaslahatan.

Pada masa menjadi Dekan, ia menerima mahasiswa non-Muslim untuk kuliah di Fakultas Ushuluddin IAIN Alauddin Makassar.

Ia berpikir bahwa universitas itu harus bersifat terbuka, tanpa memandang identitas seseorang.

Meskipun mendapat resistensi dari pimpinan lain, Prof Hamka tetap pada prinsipnya untuk menjalankan apa yang menjadi keyakinannya.

Menurutnya, selama itu melahirkan kemaslahatan, maka itu harus dijalankan. Titik inilah yang menjadi distingsi dari Prof Hamka dengan akademisi-akademisi yang lain.

Ia tidak hanya berhenti pada tataran teori, tetapi membumikan ilmu pengetahuan pada realitas kehidupan.

Argumentasi inilah yang menjadi dasar kepindahannya dari akademisi menjadi politisi.

Dalam berbagai kesempatan, Prof Hamka seringkali mengatakan bahwa ia ingin mengabdikan dirinya ke konteks yang lebih luas dibandingkan hanya berkecimpung dalam dunia kampus.

Pandangannya ini tentu saja dipengaruhi oleh penguasaanya dalam bidang ushul fiqhi.

Prof Hamka, tidak hanya dikenal sebagai akademisi, politisi, tetapi juga sebagai muballigh kondang.

Jauh sebelum mengabdi di Jakarta, ia dikenal sebagai dai yang seringkali tampil di Masjid-Masjid mainstream di kota Makassar.

Nasehat-nasehatnya mencerahkan, selalu mengaitkan dengan kondisi riil masyarakat, tidak tekstual, tetapi mampu merelevansikan issu-issu keagamaan dengan kemodernan.

Pandangan-pandangan kritisnya selalu dilatari dengan prinsip-prinsip ushul fiqhi yang menjadi bidangnya.

Kepiawaiannya dalam berdakwah ini tentu meninggalkan kesan yang mendalam bagi jamaah-jamaah masjid pada masa tahun 90-an.

Kepergiannya hari ini kepada pangkuan Allah swt, sekali lagi tentu menjadi kesedihan yang mendalam tidak hanya bagi UIN Alauddin Makassar, tetapi warga Makassar, bahkan bangsa Indonesia yang sekarang ini sibuk berdebat tentang calon presidennya.

Tentu cerita tentang Prof Hamka begitu luas, tulisan ini hanya mengurai sekelumit perjalanan beliau yang menjadi memori penulis selama mengenal beliau.

Selamat Jalan guruku Prof Hamka.

Doa doa terbaik menyertai perjalananmu.(*)

Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved