Ketua KPK
Kekayaan Nawawi Pomolango Ketua KPK Pengganti Firli Bahuri : Paling Miskin Diantara Pimpinan KPK
Berikut perbandingan kekayaan Nawawi Pomolango dengan 4 pimpinan KPK lainnya versi LHKP 2021
TRIBUN-TIMUR.COM - Berikut kekayaan Nawawi Pomolango Ketua KPK sementara pengganti Firli Bahuri yang ditunjuk Presiden Joko Widodo pada, Jumat (24/11/2023).
Sosok Nawawi Pomolango merupakan pimpinan KPK periode 2019-2023 berlatar belakang Hakim karier.
Dilansir dari LHKPN KPK, kekayaan Nawawi Pomolango tak lebih banyak dibanding 4 pimpinan KPK lainnya.
Dalam artian Nawawi Pomolango merupakan pimpinan KPK periode 2019-2023 termiskin.
Baca juga: SOSOK Nawawi Pomolango Ketua KPK Sementara Pengganti Firli Bahuri : Pernah Hakim di PN Makassar
Dan berikut perbandingan kekayaan Nawawi Pomolango dengan 4 pimpinan KPK lainnya versi LHKP 2021:
Firli Bahuri
Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diajukan oleh Firli periodik tahun 2021, terungkap bahwa total kekayaannya mencapai Rp 20.716.990.685 atau sekitar Rp 20,7 miliar.
Angka ini merupakan yang tertinggi di antara lima pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Berdasarkan laporan kekayaan yang diajukan oleh mantan Deputi Penindakan KPK pada 22 Februari 2022, Firli memiliki aset berupa tanah dan bangunan yang tersebar di Bekasi dan Lampung dengan total nilai mencapai Rp 10.443.500.000 atau sekitar Rp 10,4 miliar.
Selain itu, Firli juga memiliki dua mobil dan dua motor senilai Rp 903 juta. Tidak ada kepemilikan harta bergerak lainnya dan surat berharga yang dimilikinya.
Pensiunan perwira tinggi Polri ini juga mencatatkan kepemilikan kas dan setara kas sebesar Rp 9.370.090.685 atau sekitar Rp 9,3 miliar, sementara tidak memiliki utang.
Nurul Ghufron
Ghufron tercatat memiliki total kekayaan sebesar Rp 15.445.023.614 atau sekitar Rp 15,4 miliar.
Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diajukan pada 3 Februari 2022, Ghufron melaporkan kepemilikan tanah dan bangunan yang tersebar di Jember, Jakarta Selatan, Bogor, dan Jakarta Timur dengan total nilai mencapai Rp 13.960.000.000 atau sekitar Rp 13,9 miliar.
Selain itu, Ghufron memiliki satu motor dan mobil senilai Rp 297 juta. Kepemilikan harta bergerak sebesar Rp 162.769.600, surat berharga Rp 500 juta, serta kas dan setara kas bernilai Rp 1.436.654.014 atau sekitar Rp 1,4 miliar juga tercatat.
Total kekayaan lainnya yang dimiliki Ghufron mencapai Rp 16.531.023.614 atau sekitar Rp 16,5 miliar.
Namun, di sisi lain, Ghufron juga tercatat memiliki utang sebesar Rp 1,08 miliar.
Alexander Marwata
Dalam LHKPN pada periodik 2021 milik Alex yang dilaporkan pada 7 Februari 2022, total harta kekayaannya mencapai Rp 9.253.682.544 atau Rp 9,2 miliar.
Dia tercatat mempunyai tanah dan bangunan yang berada di Tangerang Selatan senilai Rp 3.544.036.000 atau Rp 3,5 miliar.
Alex juga memiliki dua sepeda, dua motor, dan satu mobil dengan nilai Rp 432 juta. Harta bergerak lain miliknya diketahui sebesar Rp 172.550.000, serta surat berharga senilai Rp 2.014.263.500 atau Rp 2,01 miliar.
Kemudian, dia mempunyai kas dan setara kas senilai Rp 3.090.833.044 atau Rp 3,09 miliar. Alex tak memiliki utang.
Johanis Tanak
Dalam LHKPN yang disampaikan Johanis pada 14 April 2022, Johanis tercatat memiliki total kekayaan mencapai Rp 8.911.168.628 atau Rp 8,9 miliar.
Aset yang dimilikinya berupa tanah dan bangunan di Karawang serta Jakarta Timur senilai Rp 4.574.648.000 atau Rp 4,5 miliar.
Aset lainnya yang ia punya, yakni satu motor dan tiga mobil dengan total nilai Rp 239 juta. Harta bergerak lainnya milik Johanis sebesar RP 55 juta.
Kemudian, dia mempunyai surat berharga senilai Rp 200 juta, serta kas dan setara kas mencapai Rp 3.842.520.628 atau Rp 3,8 miliar. Johanis diketahui tak memiliki utang.
Nawawi Pomolango
Nawawi memiliki total kekayaan mencapai Rp 3.414.153.579 atau sekitar Rp 3,4 miliar.
Dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) yang diajukan pada 3 Februari 2022, dia melaporkan kepemilikan tanah dan bangunan yang terletak di Kabupaten Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, dan Balikpapan, Kalimantan Timur senilai Rp 1.820.000.000 atau sekitar Rp 1,8 miliar.
Selain itu, Nawawi memiliki dua mobil dan satu motor dengan total nilai Rp 557.500.000, serta harta bergerak lainnya senilai Rp 125 juta.
Nawawi memiliki kas dan setara kas senilai Rp 731.652.579, dan kepemilikan harta lainnya mencapai Rp 330 juta. Di samping itu, ia juga tercatat memiliki utang sebesar Rp 150 juta.
Profil Nawawi Pomolango
Nawawi Pomolango berlatar belakang hakim sebelum terpilih sebagai salah satu dari lima pimpinan KPK 2019-2023.
Saat pemilihan pimpinan KPK yang dilakukan Komisi III DPR RI, Nawawi Pomolango memperoleh dukungan sebanyak 50 suara.
Nawawi, yang lahir pada 28 Februari 1962 di Kabupaten Bolaang Mongondow Utara, Provinsi Sulawesi Utara, menjadi hakim karier pertama yang memimpin lembaga pemberantasan korupsi.
Setelah lulus dari Universitas Sam Ratulangi Manado pada tahun 1986, Nawawi tidak langsung memulai karir sebagai hakim.
Ia baru memasuki profesi sebagai hakim pada tahun 1992 di Pengadilan Negeri Soasio Tidore, Kabupaten Halmahera Tengah.
Perjalanan karirnya mengalami beberapa mutasi, termasuk di Pengadilan Negeri Balikpapan, Pengadilan Negeri Makassar, Pengadilan Negeri Poso, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Bandung, hingga Pengadilan Tinggi Denpasar.
Selama berkarir, Nawawi mendapatkan promosi jabatan, seperti Wakil Ketua Pengadilan Negeri Poso pada tahun 2008 dan Kemudian sebagai Ketua Pengadilan Negeri Poso pada tahun 2010.
Nawawi memiliki pengalaman dalam mengadili kasus tindak pidana korupsi, terutama ketika menjabat sebagai hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Namanya mencuat setelah memutus kasus suap yang melibatkan mantan hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, terkait dengan uji materi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Ia juga terlibat dalam memutus kasus suap yang melibatkan mantan Ketua DPD Irman Gusman terkait suap kuota gula impor.
Meskipun diharapkan memberikan kontribusi besar dalam pemberantasan korupsi di Indonesia, Nawawi, sesuai perundang-undangan yang berlaku, harus menyatakan mundur dan melepaskan jabatannya sebagai hakim.
Selain itu, setelah purna tugas sebagai pimpinan KPK, Nawawi tidak bisa lagi menjadi hakim karier.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.